Takbir berkemundang dengan sangat indah di penjuru desa, anak-anak tersenyum lantaran telah memakai baju barunya. Tak terkecuali Kemala yang saat ini tengah bersolek layaknya seorang model papan atas.
Gadis itu sedari tadi belum juga selesai membetulkan jilbab putihnya yang terlihat gembung sana gembung sini. Berulang kali gadis itu terus meniup jilbabnya dah hasilnya tetap sama. Hal yang membuat emaknya geram sedari tadi.
"Udah lah gak papa gembung dikit. Lagian kau juga kak udah gembung. Mungkin ngikuti badan jilbabmu."
Mendengar ucapan emaknya yang terlalu jujur itu, Kemala hanya mendengus lalu kembali lagi ke aktivitas nya.
"Halah Halah, gak nya berubah muka dia yang di dandani itu."
Mendengar sindiran demi sindiran itu, Kemala yang sudah kesal dengan jilbabnya merasa sangat kesal juga dengan kedua orang tuanya yang masih setia duduk menanti dirinya untuk sungkem. Suatu tradisi yang dilakukan ketika lebaran.
"Sungkem cepet, nanti gak keburu ke rumah nenek." Titah sang kepala rumah tangga dan orang paling tampan di rumah.
Dengan tergesa-gesa dan jilbab yang belum terpasang secara sempurna, Kemala sungkem dan meminta maaf ke kedua orang tuanya, terutama si emak yang sering adu cekcok dan terlibat pertengkaran dengan nya.
"Anak durhaka sungkem." Celetuk Ika di belakang Kemala.
Kemala sendiri tidak memperdulikan nya ia segera bangkit berdiri. Lalu menendang kaki Ika dan mengatakan kalimat balasan yang membuat kedua orang tuanya hanya bisa menggelengkan kepalanya heran. Dua kakak beradik lebih cocok dibilang musuh bebuyutan.
"Heh, kau belum minta maaf samaku." Teriak Kemala yang melihat Ika berjalan melewatinya tanpa mengatakan apa pun. Padahal adiknya itu punya banyak dosa dengannya.
Mendengar sang kakak yang sudah marah. Ika dengan cengegesan menghampiri kakaknya lalu menyalam nya dengan terpaksa dan tanpa mengatakan apa pun, memang ciri-ciri anak Dajjal.
Kedua kakak beradik yang memakai baju kembar beda warna itu masih terus adu pendapat mengenai masalah sepele yaitu tas yang akan digunakan Ika adiknya. Kemala tidak mau jika tas nya digunakan, sebab jika barang sudah di tangan Ika maka akan diakui sebagai barang miliknya bukan milik orang lain.
"Gak udah cepat-cepat kalian yah, ayo ke atas tempat nenek, nanti kesiangan kita yang makan."
Perdebatan itu berhenti ketika si bapak bersuara, kedua anak gadis itu tampak berjalan saling senggol seolah permasalahan tadi masih ada ronde duanya. Lagian ini adiknya kok yah seneng banget mengakui milik orang lain jadi miliknya? Kan berdosa tuh
Mereka sampai di rumah sang nenek tepat pukul 6 pagi, keadaan di rumah itu masih lenggang dan hanya ada anak-anak dari paman dan bibiknya. Selainnya tidak ada sama sekali. Hal yang membuat mereka berdua dengan Ika langsung berteriak kepada bapaknya dengan wajah garang.
"BAPAK!"
"Kenapa? Kan bagus kita datang tepat waktu."
Kemala mencibir lalu meletakkan tas miliknya di sebelah jendela rumah. " Tiap tahunnya gini Mulu, selalu kita terus yang kecepatan. Tau gini aku makan dulu tadi."
"Hooh, dah lah males lah. Masa iya tiap tahun jadi orang pertama terus, nunggu berjam-jam. Tau gitu tadi di rumah aja," ujar Ika yang akhirnya mengikuti jejak sang kakak turun ke bawah, di mana rumah sang nenek tepat berada di tanjakan sehingga memiliki beberapa anak tangga.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, keluarga mereka lah yang pertama kali datang ke kediaman sang nenek tempat mereka berkumpul. Kedua wawaknya yang lain yang rumah nya bersebelahan dengan neneknya malah sangat lama sekali.
Dan tahun ini sama seperti tahun kemarin yang melewati lebaran di masa pandemi meski tidak separah tahun kemarin. Anak nenek saudara ayahnya tidak ada yang pulang, terlebih yang dari Medan terhalang karena ada pencegatan arus mudik peraturan dari pemerintah.
"Ginilah kan kalau punya anak perantauan, sedih rasanya kalau anaknya yang gak bisa pulang. Kau nanti jangan merantau lah, Kak. Di sini aja tinggal nya." Celetuk si emak sembari menggendong si dedek yang tampak mungil dengan hijab dan gamis abu-abu nya.
Kemala mengulum senyum geli, emaknya kalau ia di rumah selalu mencari perkara dan berakhir bertengkar dengannya. Kalau jauh tiap hari menelpon nanya kapan pulang. Dan lagi, jika ia jadi dengan Adi, ada kemungkinan ia akan menjadi warga Lampung, bukan lagi sumatera Utara.
Mengingat posisi Lampung Dan sumatera Utara yang berada di ujung, kemala jadi geli sendiri dan melihat ke arah emaknya penuh maksud..
"Kalau aku jadi sama Adi yah aku tinggal di sana lah."
"Emang Adi tinggal di mana? Kan sama-sama di Medan kan?"
Kemala terkekeh geli, ia berdiri dari duduknya menatap sang emak dengan lucu. "Adi orang pulau Sumatra memang, tapi dia di Lampung."
"Lampung daerah Padang sini kan?"
Hah? Kemala seketika loading memikirkan perkataan emaknya, Lampung daerah Padang? Sejak kapan? Ingin rasanya Kemala menangis melihat kepolosan emaknya yang tidak ada obat sama sekali..
"Yah enggak lah, Lampung itu Deket Jakarta, Bakauheuni."
"Bakauheuni bukannya pelabuhan?"
Kemala mengangguk. "Iya pelabuhan pulau Sumatera sama pulau Jawa. "
"Kenapa jauh banget sih, Kak. Mamak pikir si Adi orang Medan "
Kemala tertawa ngakak ketika respon emaknya sesuai dengan dugaannya, bakal terkejut. Mungkin sebentar lagi giliran si bapak yang menjerit terkejut. Tapi seharusnya kedua orang tuanya sudah paham sih, karena sejak kejadian ketika ia baru masuk SMA itu, Kemala memutuskan untuk mencari pacar sejauh mungkin, sebab ada sedikit rasa kecewa dan trauma jika ia berhubungan dengan pemuda yang berada dekat dengan kampungnya, maka sang bapak akan melakukan tindakan seperti dulu lagi yang membuat dirinya merasa takut.
"Udah masuk, ini orang wawak udah datang."
Kemala hanya bisa menghela nafasnya ketika menyadari jika ia telah menunggu selama sejam lebih dan ternyata masih adansayu wawak lagi yang belum datang sama sekali.
"Tahun besok gak mau kakak datang duluan."
Pekik Kemala lalu masuk ke dalam rumah dan sudah terdapat Abang dan kakak sepupunya yang hanya tersenyum geli melihat wajah nya yang kesal.
"Mak lampir udah mau marah, maaf lah yah, maklum abangmu ini lagi rebahan."
"Nyenyenyenye... Gantian nanti Abang yang minta maaf sama Mala," ujar Kemala yang langsung mengambil tempat duduk di samping emaknya.
"Mana orang Wak iros?" Tanya Ucok salah satu Abang sepupunya yang paling tampan. Kemala sebenarnya banyak memiliki Abang sepupu, dan hampir semua berwajah good looking. Salah satunya Ucok yang merupakan Abang sepupu dari pihak ayah.
"Gak tau, di Jonggol mungkin." Jawabsl si emak yang mengundang tawa semua orang