Membaca Al-Qur'an Lebih utama
Malam ini Kemala akan berangkat menuju kota Medan bersama dengan adiknya, Ika. Menempuh 14 jam perjalanan membelah jalana di tengah malam. Kemala yang sedari tadi terdiam sebenarnya tengah memikirkan bagaimana caranya agar ia tidak mabuk kendaraan, ia bahkan sudah mempersiapkan kantong kresek cukup banyak, obat anti mual, dan air hangat. Butuh perjuangan memang jika menjadi manusia tipe seperti Kemala yang selalu mabuk perjalanan. Di saat orang lain tertidur, ia malah memuntahkan seluruh isi perutnya sampai ke cairan yang paling pahit, hingga dering ponsel membuat ia segera tersadar dari aksi merenungnya dan langsung mengangkat panggilan yang ternyata dari Adi.
"Assalamualaikum, iya, Mas?"
"Waalaikumsalam, udah berangkat?"
"Belum, Mas. Masih nunggu mobil jemputan."
Kemala melirik ke arah luar dengan heran, kenapa di depan rumahnya sangat ramai sekali pemirsa? Seperti hendak mengantarkan orang naik haji saja.
"Mal, udah ditelpon mobilnya sampe mana?"
Mala melihat ke arah emak nya lalu melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam, biasanya sudah sampai mobil jemputan nya, kenapa sekarang malah lama
"Mas, bentar dulu. Mala mau nelpon travel nya dulu kok belum jemput." Pamitnya kepada Adi yang sedari tadi asyik bernyanyi tidak jelas di seberang sana.
"Wouuu wouuyy.... Penguasa, penguasa berilah hamba mu uang... Beri hamba uang."
Suara sumbang Adi terasa sangat jelas sekali di telinganya. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya sebab semakin ke sini si buaya gondring semakin menunjukkan ke bobrokannya. Sangat berbeda dengan Adi yang pertama kali ia kenal kemarin, pemuda gondrong yang mudah tersenyum tapi tingkahnya tidak sereceh ini.
"La, tau gak?" Suara Adi membawa Kemala pada kehidupan nyatanya bahwa ia memiliki Kekasih yang tingkahnya sangat absurd. Lihat saja, di balik pertanyaan barusan ada maksud tertentu yang menunjukkan ke bobrokannya.
"Masa tadi aku tuh tidur siang kan, tapi gak sadar aku malah buat pulau terbaru di negara kapuk."
Nah kan, benar apa yang ia duga tadi, kekasihnya ini memiliki seribu pembahasan yang intinya membahas sesuatu yang b****k, di mana lagi coba ia bisa menemukan orang yang tidak ada jaim-jaim nya seperti ini?
"Terus apa nama pulaunya?"
"Emm... pulau apa yah, Yang? menurut kamu pulau apa?" Tanya Adi kembali, hal yang selalu membuatnya ngakak adalah perihal pulau selalu menjadi topik pembicaraan mereka dan berujung dengan memiliki pulau pribadi atas nama yang unik-unik.
"Pulau kalipacar, bukan kalimantan." Jawab Kemala yang langsung mengundang gelak tawa dari Adi. Bahkan pemuda itu sampai ngakak dengan keras membuat Kemala menggosok telinganya yang terasa berdengung akibat suara cempreng milik kekasihnya.
"Tolong bapak Adi, tawanya dikondisikan. Ini telinga rasanya mau lepas denger ketawa ala kunti nya bapak."
"Suka-suka aku lah, yang punya ketawa siapa? aku. Yang keberatan siapa? kamu. Terus aku harus peduli gitu? Enggak keles."
Bangke, memang Adi ini spesies manusia yang memancing emosina setiap hari. Untung dirinya sabar, untung ia cantik, untung ia pengertian, sungguh indah jiwa yang sering memuji diri sendiri ini, hidupny apenuh dengan kehaluan yang untungnya kehaluan itu bisa menjadi cuan alias uang.
"Seterah, yang waras ngalah."
"Hahahaha, iya. Aku waras kamu engak." Sontak mendengar jawaban dari Adi membuat emosi dan kekesalan Kemala semakin bertambah. Ia mendengus kesal ketika suara Adi semakin kuat dan terasa sangat memekakkan teling. Tolong dong ini siapa saja, selamatkan dirinya dari virus buaya yang merajalela.
"Tolong dong, siapa aja dimohon untu mengangkut buaya sss ini buang ke selat sunda."
"Yakin aku kamu buang? nanti kamu gak punya buaya lagi dong, yakin?"
"Yah jangan dong, becanda dong ih." Dan inilah Kemala si gadis plinplan yang selalu tidak tetap dengan pilihannya, jika beberapa saatyang lalu meminta orang untuk membuangnya, sekarang malah merengek tidak mau, ajaib.
Tak lama suara klakson mobil terdengar memasuki perkarangan rumahnya. Ia segera keluar mengevek dan benar saja itu adalah mobil travel yang sudah ia pesan, dan alangkah terkejutnya ia begitu melihat semua tetangganya tengah berkumpul membentuk lingkaran seolah sedang mengantrakan dirinya.
"Mas, Mala pergi dulu yah. Nanti Mala telpon lagi," pamit Kemala kepada Adi.
"Yaudah, hati-hati yah, besok kalau sampai hubungi."
"Iya, Mas. Assalamualaikum."
Kemala keluar dari da;am rumah mengikuti jejak sang adik yang menyalami tetangganya satu persatu, beginilah istimewanya jika kita adalah seorang mahasiswa, kita akan memiliki satu kebanggaan di mana tetangga juga ikut merasa bangga untuk melepas kita ke perantauan lantaran sedang menuntut ilmu. Sama hal nya ketika kita baru saja pulang dari menuntut ilmu, para tetangga akan datang berbondong-bondong menghampiri dirinya. Hanya saja satu yang amat sangat disayangkan dari tetangganya ini adalah, selalu julid tentang siapa pun itu tak terlepas dirinya sekalipun, meski terlihat sangat mendukungnya, Kemala tahu jika di belakang sana para ibu-ibu ini sibuk bergibah ria mengenai dirinya.
"Mak, aku pergi assalamualaikum." Pamit Kemala kepada sang emak.
"Waalaikumsalam, besok kalau sampai langsun nelpon mamak."
Kemala yang baru ingin masuk ke dalam mobil lansung mundur selangkah karena merasa mual, padahal belum masuk sama sekali. hingga sangking mualnya, Kemala langsung memuntahkan sesuatu yang hendak keluar dari dalam mulutnya dan itu disaksikan semua orang yang tengah melepas kepergiannya tadi.
Tanpa menghiraukan sang supir yang menunggu, Kemala berlari masuk kembali ke dalam rumah, membuat emaknya hanya bisa menggelengkan kepala saat menyadari jika tingkah Kemala sangat mirip dengan bapaknya yang juga tidak bisa di ajak pergi jauh.
Huek...huek...
Rasanya Kemala ingin membatalkan keberangkatannya saja, tapi mengingat jika ongkos sudah dibayar lunas dan juga urusan kampus yang mendesak, ia harus bisa melawan rasa mual ini sampai 14 jam kemudian.
"Owalah La. Gimana lah nanti kalau dapet bojo wong jauh, wes modyar neng dalan kuwe, La. Belum naik mobil udah muntah-muntah, gak mbuang koyo bapak'e." Gerutu sang emak dengan membantu putri sulungnya yang sedang menderita itu.
"Mak, kubatalkan ajalah yah, gak sanggup aku kayaknya."
"Gundulmu, tiket udah dibayar, lagian kemarin itu udah gak separah ini? kok bisa malah kayak gini jadinya?"
Kemala menggelengkan kepalanya tidak tahu, mungkin karena sudah setahun lebih ia tidak pernah naik mobil, makanya kambuh lagi dah ini mual-mual kayak ibu hamil.
"Jadi gimana? beneran gak mau berangkat." Kemala mendengar suara bapaknya yang menyusul ia dengan emak ke dapur. Kemala hany adiam membisu mencoba menetralkan rasa muntahnya, hingga ketika ia akan menyetujui ucapan bapaknya, ia teringat dengan warung bakso yang baru buka di dekat dengan kampus Negri Medan dan itu sudah ia rencanaan dari awal bulan. ia harus berjuang demi bakso itu, pokoknya harus bisa besok pagi sampai Medan dan siang atau sorenya nongki di warung bakso yang sedang viral.
"Jadi, Mala berangkat aja. Lagian ada urusan penting di kampus."
memang sih ada urusan penting tapi 10% penting dan 90% nya untuk menghilangkan rasa jenuh setahu berada di rumah saja dan juga untuk mengincar bakso kesukaannya. Sungguh niat yang mulia.