Hari ini Kemala disibukkan dengan kegiatan buka bersama dengan teman semasa di sekolah dasarnya, yang rata-rata sudah menikah.
"La, kau dibonceng Wiwin apa Uci?"
Kemala melirik keduanya yang sama-sama berpostur tubuh mungil bahkan kecil sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang memiliki ukuran tubuh tinggi besar. Sebenarnya kalau boleh memilih ia tidak ingin dibonceng oleh keduanya lantaran posisi dirinya yang lebih besar dan terlihat lucu jika dibonceng oleh orang yang bertubuh kecil.
"Emm.. yakin kalian mau bonceng aku yang se gajah ini?"
"Yah kenapa? Kami gak selemah itu yah, walaupun badan kami kecil." Jawab Wiwin dengan nada songong yang membuat semua rekannya tertawa geli.
"Yaudah aku sama Wiwin aja. Uci sama intan?"
Sebenarnya Kemala hanya memiliki 4 kawan akrab sedari SD. Tapi untuk kali ini mereka akan melaksanakan buka bersama dengan teman yang lainnya.
"Gimana, La? Udah punya doi belum?" Tanya Wiwin sambil mengemudikan motornya.
Kemala yang mendengar itu hanya tersenyum, ia sudah maklum dengan pertanyaan serupa sering dilontarkan teman-teman sebayanya atau bahkan orang lain, lantaran di antara pertemanan mereka hanya diri nya saja yang selalu sendiri jika ada acara bersama sejak beberapa tahun lalu. Jadi mendengar Wiwin melontarkan kalimat pertanyaan itu ia sama sekali tidak tersinggung dan hanya terkekeh geli.
Andai saja teman-teman nya tahu orang mana doinya, sudah pasti ia dikatain bodoh lagi seperti hubungan yang kemarin.
"Tunggu ajalah, mana tau aku nanti nyebar undangan kan? Siapa yang tau?"
"Halu mu ngeri kali yah, masa iya tiba-tiba sebar undangan aja."
Kemala tidak menjawab sama sekali, biarlah semua berjalan seperti adanya, mudah-mudahan saja Tuhan mempermudah niat baik ia dengan Adi. Karena Kemala sudah lelah jika harus mengulang di fase yang sama berulang kali.
"Kau udah gimana? Jadi siapa lebaran?" Tanya Kemala yang setahu dirinya Wiwin akan melangsungkan pernikahan sehabis lebaran nanti.
"Doain aja bulan delapan ini. Soalnya kan udah di undur tiga kali, gak enak juga sama orang tuaku."
"Iya sih, kok bisa mundur terus?"
"Yah gitu lah, La. Keluarganya susah, sebenarnya kalau boleh jujur mamaknya ini gak ngerestui kami, makanya selama lima tahun pacaran mana pernah aku ke rumah dia. Pas aku minta putus karna gak mau pacaran terus capek, ada seminggu dia minta ijin buat nikah ke orang tua ku."
Kemala sedikit terkejut, pasalnya selama ini ia kira Wiwin menjalani hubungan yang bisa dibilang goals dan mampu bertahan sejauh itu. Tapi ternyata lebih miris dari yang ia takutkan, tidak direstui orang tua di saat hubungan hendak ke jenjang yang lebih serius, terlalu beresiko sepertinya.
"Jadi kalian mau nikah ini gimana orang tuanya?"
"Mamaknya udah setuju sih, tapi yah gitulah. Setuju karena terpaksa. Aku aja kalau jumpa orang itu entah gimana lah."
Kemala tidak habis pikir dengan sahabatnya yang berani mengambil keputusan yang besar di tengah permasalahan yang menurut Kemala ini cukup fatal dalam membangun kehidupan rumah tangga, bagaimana kita bisa nyaman jika hubungan dengan orang tua suami kita tidak baik. Karena sebuah pernikahan bukan mengenai cinta kita berdua saja, melainkan melibatkan banyak keluarga..
"Udah yakin kau, Win. Jangan sampe nyesel nanti." Peringat Kemala yang khawatir mengenai kehidupan rumah tangga Wiwin nantinya.
"Doain ajalah, La. Mudah-mudahan ini jodohnya. Lagian mau gak yakin udah terlanjur di terima lamarannya. Nanti kau kalau cari calon suami cari yang suka samamu yah, sayang, paling tidak yah Nerima kau lah. Tapi kau kan bisa masak, pinter pula lah itu, pasti banyak itu para emak-emak yang daftarkan anaknya buat jadi suamimu. " Kemala langsung tertawa ngakak mendengar hal ini, sebab apa yang dikatakan Wiwin adalah sebuah ke bohongan, jika begitu ia tidak mungkin harus mencari di luar daerah..
"Halah gabrul aja kau."
"Bener loh, La. Tapi mungkin karena kuliah itu kau jadi banyak yang mundur secara teratur. Tau sendiri pola pikir di kampung kita itu gimana, jadi gak heran sih kalau yang berpendidikan kayak kau itu malah dianggap cewek mahal."
Benar sih, Kemala merasakan hal itu jika sedang kumpul bersama emak-emak. Rata-rata dari mereka mengira untuk menikah dengan Kemala setidaknya mempunyai uang puluhan atau bahkan sampai ratusan juta, karena sudah bergelar. Padahal tidak, ia malah mencari keluarga yang menerima dan menyayangi nya bukan karena ia merupakan lulusan sarjana,.akan tetapi memang jenis sayang yang paling tulus.
"Sering kok gitu, Win. Maksud aku kan masakan itu yah bisa dibicarain sama orang tua aku. Tapi mereka langsung ambil kesimpulan begini begitu sih."
"Apalagi mamak Uci yah? Dia kan sering banget itu ngapain kau kalau lagi main. Katanya gak laku lah, percuma kuliah lah. Kau aja yang gak mau jawab, lemah."
Kemala tertawa ngakak. Menurutnya bukan hanya mamak dari salah satu temannya saja yang begitu, bahkan para tetangga nya juga.
"Entah lah, Win. Cuma kalau kau emang udah pertimbangkan masalah ini yah bagus. Intinya anggap keluarga laki mu itu keluarga kau juga gimana pun perlakuan orang itu."
"Iya, La. Doain lah lancar sampai hari H. Kau di sini kan? Belum balik ke Medan?"
"Aku kayaknya ke Medan bulan sembilan, mau KKN Soalnya. "
"Hebat kau yah, udah mau KKN aja. Kemarin kayaknya masih cerita banyak tugas, takut sama senior, ikut organisasi, ke Berastagi. Eh tiba-tiba udah mau skripsi aja."
Kemala mengangguk, memang dari dulu Wiwin adalah temannya berbicara, mengadu segala aktivitasnya yang terasa sangat padat di awal kuliah. Dan sekarang temannya ini mau melangkah ke jenjang yang lebih serius, semua pasti nanti akan berbeda. Tidak akan ada lagi waktu untuk sekedar saling sapa seperti ini. Semua sudah punya kesibukan masing-masing dengan keluarga nya.
Hal yang selalu membuat Kemala takut adalah ditinggal para sahabatnya menikah, bukan karena iri atau bagaimana, hanya saja jika sudah menikah maka kehidupan mereka akan berubah total, pertemanan tidak akan sehangat ini dan tidak bisa sebebas itu untuk bercerita dengan sahabatnya.
Dari keempat sahabatnya sudah dua orang yang melangsungkan lamaran, dan mungkin akan ada yang menyusul di bulan berikutnya sebab setelah ada yang menikah maka teman lainnya akan langsung daftar nomor antrian di KUA. Tinggal lah dirinya sendiri yang masih harus menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai seorang anak dan mahasiswa.
"Nikahlah, La. Sebelum stok laki-laki di dunia ini habis. Nanti dapet kau modelan kek Lucinta Luna."
"BANGKE! Tapi bener juga sih, sekarang jaman udah gila, ini laki-laki malah pengen jadi perempuan kan gila."
Wiwin yang mendengar itu tertawa ngakak lalu disusul suara tawa Kemala dari boncengan nya, reuni kali ini sudah berbeda dengan reuni tahun-tahun kemarin, sekarang obrolan nya sudah memasuki kawasan dewasa dan pernikahan.
Akh, nikah? kira-kira Adi kapan mau ke rumahnya?