Permisi Om

1222 Kata
    “Om…om, bisa bangun sebentar ga?”     Suara panggilan seorang wanita pada pria yang dipanggil Om memasuki pendengaran lelaki yang sedang memejamkan matanya.     “Om…cepetan bangun dong, aku udah kebelet mau ke toilet nih,” suara gangguan tersebut terdengar lagi disertai guncangan di lengannya membuat lelaki itu terbangun.     “Kau memanggilku?” tanyanya heran.     Wanita itu, tidak, Dia lebih pantas dipanggil dengan sebutan gadis kecil karena wajahnya masih terlihat sangat kekanakan. Dia mengangguk sehingga lelaki itu yakin kalau gadis itu yang telah membangunkan dirinya.     Lelaki itu kemudian memberikan jalan pada gadis yang duduk di sebelahnya untuk pergi ke toilet sebelum semuanya terlambat.     “Apa mungkin wajahku sudah seperti om-om?” tanyanya setelah gadis itu sudah pergi.     Dia adalah Abyan Benua Pravitel putra bungsu dari pengusaha kaya asal Rusia yang menikah dengan wanita Indonesia bernama Elsa Fabiana. Ayahnya yang bernama Samudra Edgar Pravitel adalah pengusaha yang disegani oleh kawan maupun lawan.     Hari ini adalah waktu kepulangan dirinya setelah 3 tahun yang dihabiskan untuk belajar dan membangun perusahaan sendiri di negara kelahiran ayahnya sebagai pemilik toko perhiasan paling ternama di kota Kalliningrad di negara bagian barat Rusia.     Abyan sengaja tidak mengatakan pada keluarganya bahwa ia akan kembali ke Indonesia sehingga dia bisa naik pesawat komersil untuk kepulangannya bukan dengan pesawat jet pribadi yang dimiliki oleh keluarganya.     “Om, bisa geser lagi ga?” suara itu terdengar lagi di telinga Abyan membuatnya bergerak dengan bangun dari duduknya.     Wajah Abyan jauh dari kata ramah saat dia bangun dari duduknya. Dia masih jengkel karena gadis yang duduk di sampingnya memanggil Om.     “Om tinggal dimana selama di Rusia?” tanya gadis itu lagi. Sepertinya gadis itu tidak akan memberikan kesempatan padanya untuk istirahat.     “Kau tahu berapa lama penerbangan ini?” tanya Abyan tanpa senyum.     “Sekitar 22 jam lebih dengan sekali transit, lalu?” tanya gadis itu ingin tahu.     “Lalu aku perlu istirahat. Puas?”     Gadis yang duduk di samping Abyan hanya tersenyum dengan mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda permohonan maaf.     Tidak perlu menunggu gadis itu berbicara lagi, Abyan memejamkan matanya dan secara sengaja ia memasang headspeaker di telingannya membuat gadis itu cemberut.     Gadis yang sangat manis dan menarik kalau Abyan mau sedikit perhatian padanya. Namanya Emma Darliana Baehaqi putri tunggal dari Ardan Baehaqi dan Laela Ainun. Emma baru kembali dari menikmat liburan di beberapa kota di Rusia karena dia mendapatkan hadiah yang dia peroleh setelah memenangkan kejuaraan lomba melukis keindahan kota Moskow.     Emma sama sekali tidak menduga kalau sikap ingin tahunya ketika ia mengikuti lomba melukis yang diadakan kedutaan Rusia atas informasi yang diberikan oleh salah satu tamu ayahnya membawanya ke kota yang tidak mungkin dia lupakan.     Selama sepuluh hari dia puaskan dengan mengunjungi semua tempat yang berada di dalam daftar kunjungannya dengan perasaan gembira dan ia mengabadikan semuanya di dalam kamera untuk dia tunjukkan pada keluarganya.     Emma tidak mengira kalau kecintaannya akan keindahan salah satu kota di negara Rusia sudah membawanya mengarungi perjalanan yang sangat panjang setelah mendapatkan begitu banyak pengalaman yang tidak mungkin dia lupakan, bisa jadi seumur hidupnya.     Sebagai gadis yang baru berusia 15 tahun, Emma sangat mandiri karena orang tuanya percaya Emma akan bertanggung jawab dengan semua yang dilakukannya, dan kemandiriannya tidak menghalanginya untuk selalu bertanya karena dia selalu percaya dengan pribahasa malu bertanya sesat di jalan, kebanyakan nanya bikin orang sebal.     Tapi ungkapan terakhir hanya kebisaan Emma saja terutama ketika ia berada sendirian. sementara ada orang disebelahnya yang bisa berbicara dengan bahasa Indonesia begitu lancar dan wajahnya juga sangat mempesona.     “Om, belum tidur kan? Kenapa kita tidak ngobrol aja?” tanya Emma dengan suara pelan. Ia khawatir mengganngu penumpang lainnya.     Emma melihat bahu Abyan naik seperti menahan sabar, tetapi saat ini dia tidak peduli walaupun lelaki di sebelahnya sudah jelas mengatakan kalau dia membutuhkan istirahat.     “Tidurlah!”     “Saya ga bisa tidur,” jawab Emma pelan.     “Pejamkan matamu.”     Emma mencoba memejamkan matanya, tetapi dia belum bisa sementara penumpang lain masih terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing.     “Belum bisa Om. Kita baru 30 menit terbang bagaimana om bisa langsung memejamkan mata?” protes Emma lagi.    Abyan kemudian membuka matanya lalu melirik Emma galak, “Apa kau tahu kalau alat ini tidak berfungsi?” tanya Abyan menunjukkan heandspeaker pada Emma.     Emma mengangguk sambil menunjuk ujung kabel yang terlepas dari ponselnya hingga wajah Abyan sesaat terlihat geli.     “Kau tahu aku sangat lelah, jadi please jangan ganggu waktuku,” kata Abyan sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk berbicara hanya untuk mengusir kesepian Emma yang menurutnya tidak menarik.     “Baiklah.”     Walaupun Emma sangat ingin berbincang dengan pria yang berada di sebelahnya tapi 2 kali di tolak membuat Emma lebih memilih diam dan tidak akan memaksakan kehendaknya. Mencoba mengikuti kata hatinya, Emma mulai mencari kesibukan dengan mengeluarkan zenbook pro duo hadiah dari ayahnya ketika mereka tahu ia memiliki kegemaran membuat gambar untuk komik.     Emma begitu tenggelam dalam dunianya saat ia mulai membuat berbagai macam gambar. Tanpa setahu orang tuanya Emma sudah banyak mendapatkan uang dari hasil gambarnya menjadikan dirinya tidak perlu meminta uang hanya untuk membeli kebutuhan sekolahnya.     Abyan yang sudah bersiap menerima gangguan dari gadis di sebelahnya menjadi tertarik karena dia tidak mendapat gangguan lagi mulai membuka matanya dan melihat gadis itu terlalu sibuk membuat gambar.     “Syukurlah dia mempunyai kesibukan yang bisa mengalihkan perhatiannya,” kata Abyan dalam hati.     Tiga jam berlalu ketika matanya mulai lelah, Emma tahu dirinya sudah seperti penumpang yang lain yang mulai mengantuk dan juga lelah. Setelah mematikan laptopnya, Emma kembali menyimpan sebelum memakai kaca mata hitam dan maskernya. Ia tidak mau tidurnya menjadi perhatian orang lain sehingga sangat penting baginya untuk menjaga penampilannya saat tidur.     Emma begitu pulas hingga tanpa dia sadari kepalanya berada di pundak Abyan membuat pundak Abyan begitu pegal.     “Ini cewek tidurnya parah banget. Ga tahu apa kalau pundak aku udah pegal banget,” keluh Abyan mencoba menegakkan kepala Emma.     Namun, Abyan harus memiliki kesabaran yang lebih besar karena lagi-lagi kepala Emma kembali mendarat dengan mulus di pundaknya.     “Hey…hey!” panggilan Abyan pada Emma yang tetap pulas sehingga tidak ada cara lain yang dilakuan oleh Abyan selain membalas Emma dengan caranya sendiri.     Emma tidur begitu pulas hingga tidak menyadari apa yang sudah terjadi pada dirinya. Ia hanya merasa dirinya berada dalam pelukan dengan kepala yang dia rebahkan di atas daeda sesorang sehingga ia tidur semakin nyenyak.     Cukup lama Emma tertidur dan ia begitu kaget ketika sadar bahwa dia tidur dalam pelukan seorang pria berwajah jutek yang tidak pernah menanggapi perkataannya.     “Bagaimana aku bisa tidur dalam pelukannya? Atau dia sengaja melakukannya saat aku tidur. Kurang ajar, aku tidak mengira kalau dia memanfaatkan keadaan,” grutu Emma.     Dengan perasaan jengkel, dia berusaha melepaskan diri dari pelukan Abyan yang seperti kunci hingga dia harus membangunkan Abyan agar dia bisa terbebas dari pelukannya.     “Om…om, badan aku pegal nih. Lepasin tangannya dong!” pinta Emma yang lebih mirip dengan perintah.     Perintah Emma tidak didengar oleh Abyan yang sangat pulas dalam tidurnya. Dengan wajah cemberut, Emma memaksa agar lengan Abyan terangkat dari tubuhnya dan napasnya sedikit lega ketika rangkulan Abyan menjadi longgar sehingga dia bisa melepaskan diri.     “Dasar otak m***m. Bisa-bisanya dia manfaatin aku yang sedang tidur. Jangan-jangan dia sudah melakukan hal lain selagi aku tidur lagi…tapi tidak mungkin. Masker aku masih dalam posisi semula dan tanda di masker aku juga masih ada di tempatnya,” kata Emma dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN