01 AWAL

779 Kata
"Pak Marsha bagaimana kemarin hari pertamanya? Saya harap bapak bisa beradaptasi dengan suasana di sini." Marsha tersenyum kepada Pak Roni. Salah satu orang kepercayaan papanya di rumah sakit ini. Dari Pak Roni juga Marsha kemarin mempelajari manajemen di sini. "Baik. Semuanya baik. Aku bisa betah di sini." Pak Roni tersenyum dan kini memberesi file-file yang berserakan di atas meja. Marsha memang tengah ada di ruangannya. Hari ketiganya di sini sangat dinikmatinya. Dia punya kesibukan kembali. Dan bisa membuatnya teralihkan dari patah hatinya. "Semua dokter di sini sudah kompeten Pak. Papa Anda memang sangat baik dalam memimpin di sini. Kenapa bapak sendiri tidak menjadi dokter?" Marsha menggelengkan kepalanya.   "Otak saya tidak kuat. Saya cuma ingin memanajemen semuanya. " Pak Roni tersenyum lalu mengangguk. "Ya sudah ya pak ini sudah waktunya makan siang. Bapak bisa beristirahat, nanti jam dua sore ada pertemuan dengan dewan direksi rumah sakit. Bapak bisa kan?" Marsha kembali menganggukkan kepalanya. Setelah Pak Roni pergi dari ruangan Marsha segera meregangkan otot tubuhnya dan beranjak dari kursinya. Dia ingin menemui Dokter Wina.  Dokter itu sejak kemarin sudah menarik perhatiannya. Sikapnya yang lemah lembut dan kecerdasannya membuat Marsha menaruh sedikit perhatian lebih. Mungkin karena Dokter Wina mengingatkan Marsha dengan Bintang. Wanita yang masih memeluk erat hatinya itu memang mempunyai point plus plus yang sepertinya juga ada di Dokter Wina. Marsha tersenyum ramah saat melewati beberapa perawat yang berpapasan di koridor. Semua orang di sini sangat ramah dan membuatnya nyaman. Langkahnya akhirnya terhenti saat dia melewati bangsal anak. Dia menatap sekeliling bangsal itu. Kesibukan memang masih terlihat di siang hari begini. Dia tersenyum saat melihat Dokter Wina melepas stetoskop yang melingkar di lehernya. Wanita itu melangkah menuju tempatnya berdiri tapi sibuk dengan catatan yang dipegangnya. "Hai.." Sapaan Marsha membuat Dokter Wina terkejut. Dia menghentikan langkahnya dan kini menatap Marsha. "Owh..Pak Marsha.." Marsha tersenyum dan kini menggelengkan kepalanya. "Marsha saja.. Ehm masih sibuk ya?"   Dokter Wina mengusap rambutnya dan kini menghela nafasnya. "Iya. Saya di beri dua shift oleh Dokter Melani. Buat pengganti kemarin saya yang tukar shift itu." Marsha kini menatap Dokter Wina dengan iba. "Tidak ada waktu untuk makan siang?" Marsha menunjuk jam tangan yang melingkar di tangannya. Dokter Wina menggeleng dengan kecewa. "Saya masih harus ke bangsal yang ada di kelas 3." Marsha akhirnya mengangguk. Dan merasa kecewa. "Ya sudah mungkin lain waktu saja. Karena aku ingin mengobrol banyak sama kamu." Ada semburat merah di pipi Dokter Wina. Sungguh sangat manis. "Dokter Wina, sudah di tunggu di bangsal kelas 3." Marsha memejamkan matanya mendengar suara galak itu lagi. Dan Dokter Wina tersenyum kecut mendengar siapa yang memanggilnya. Dari belakang Marsha Dokter Melani kini berdiri tepat di sampingnya. Aroma manis langsung menguar di sekitar Marsha. Dia seketika menoleh dan melihat Dokter Melani tersenyum ramah kepadanya. "Siang Pak Marsha." Marsha mengangguk dan menatap Dokter Melani. Penampilannya memang tidak tercela. Tapi sayang Marsha tidak tertarik dengan sifat wanita itu. "Jadi kenapa masih berdiri di sini?" Dokter Wina akhirnya mengangguk. "Saya baru mau ke bangsal. Pak Marsha saya permisi dulu ya?"   Dokter Wina akhirnya melangkah pergi meninggalkannya. Dan Marsha tentu saja akan melanjutkan perjalannya menuju kantin saat tangannya tiba-tiba ditarik oleh Dokter Melani. "Pak Marsha mau menemani saya makan siang?" ***** Marsha duduk tidak nyaman di kursinya. Dia menatap Dokter Melani yang kini tengah menyantap gado-gadonya. Sebenarnya dia bisa saja menolak Dokter Melani. Tapi bagaimanapun juga dia masih baru di sini dan harus baik kepada semua orang. "Anda sepertinya dari kemarin menaruh perhatian dengan Dokter Wina?" Ucapan Dokter Melani membuat Marsha kini menggelengkan kepalanya. "Maaf. Sepertinya saya baru 3 hari di sini. Dan yah saya baru mengenal beberapa dokter, dan memang Dokter Wina itu orang yang ramah dan mudah bergaul. Jadi apa salahnya." Marsha mengangkat bahunya. "Ehm Anda harus hati-hati dengannya. Dia itu tipe wanita yang memanfaatkan segalanya untuk mendapatkan semua keinginannya. Dia wanita matre." Marsha menatap kesal ke arah Dokter Melani yang kini menyesap jus jeruknya. Lalu mengusap bibir merahnya itu dengan tisu yang ada di depannya. "Ehm sepertinya bukan urusan anda juga." Jawaban Marsha membuat Dokter Melani tersenyum sinis. Dia mengibaskan rambutnya yang tergerai indah itu. Lalu menjentikkan jemarinya di depan wajah Marsha.   "Saya berhak mengatakan itu. Anda harus menjauhi Dokter Wina. Dia tidak cocok untuk Anda." Marsha kali ini tersenyum sinis dan menyesap air putihnya. Nafsu makannya jadi hilang saat mendengar ucapan Dokter Melani. "Lalu siapa yang cocok dengan saya? Anda?" Dokter Melani kini mengibaskan rambutnya lagi dengan menyebalkan yang menguatkan aroma shampo yang segar. Marsha mengerjapkan matanya. Dokter di depannya ini sangat cantik memang. Kulit putihnya yang bersih, matanya yang indah dan juga tubuhnya yang tinggi semampai ini. Menambah nilai lebih. Sayang sifatnya Marsha tidak suka. "Yah Anda pasti bisa mengerti siapa yang cocok untuk Anda. Saya layak dipertimbangkan."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN