3. Air Mata Mantan

1162 Kata
Jam kuliah pun selesai. Nasya segera berjalan menuju parkiran untuk mengambil sepeda motornya. Saat ia menaiki sepeda motornya, Nasya melihat Fandi dan Monica yang sedangan di bawah pohon. Mereka sedang berbicara. Namun, Nasya melihat wajah yang berbeda saat Fandi memandangi Monica. "Kalau Alya lihat, dia udah darah tinggi ngelihatnya. Bisa dia bisa nglemparin sepatu dia lagi ke orang. Untung aja Alya nggak lihat." Nasya pun memakai helmnya lalu mengeluarkan mesin motornya dan meninggalkan area kampus menuju rumah. Sementara Alya, dia baru keluar dari kamar mandi. Ia kembali berjalan menyusuri koridor kampus yang mulai sepi. Sejenak, Alya mendengarkan dua orang wanita yang sedang duduk sambil berbicara di depan kelas Fandi. "Kanza, kamu pacaran ya sama Fandi?" "Kagak. Emang kenapa?" "Abisnya, aku ngelihat kamu sama Fandi itu deket banget. Sampek sampek kakak tingkat kita ngira kamu pacaran sama Fandi. Kamu tahukan, Fandi itu juga banyak yang suka. Malahan satu kampus ini." Alya melewati kedua wanita tersebut. Lagi lagi dirinya harus kembali dengar nama yang selama ini perlu ia lupakan. Sebelum ia kembali stres karna mendengar nama Fandi, ia langsung meninggalkan tempat itu dengan berlari. Saat Alya keluar dari pintu kampus, ia tak sengaja menubruk seseorang hingga buku yang dibawa jatuh. "Aduuhhh ... Maaf kak. Aku nggak sengaja." Alya menatap orang itu. Matanya membulat, bergembirung sudah berdegup dengan kencang saat melihat siapa orang itu. "Fandi." Fandi hanya diam tampa berbicara. Kemudian, ia mengambil bukunya yang terjatuh. Sementara Alya, ia berusaha untuk menetralkan degup jantungnya sebelum jantungnya copot dari pantas. Setelah semua bukunya terambil, Fandi segera meninggalkan Alya yang masih diam di tempat. Buru-buru Alya berlari menuju parkiran dan pergi motornya menuju ke suatu tempat. Setelah tiga puluh menit mencapai perjalanan, akhirnya Alya sampai di tempat yang ia tuju. Alya segera mengetuk pintu sebuah rumah yang bercat putih tersebut. Tok tok tok "Assalamu'alaikum. Mbak Vivi !! Buka pintunya mbak. Buruan !!" Pemilik rumah itupun keluar dengan membawa sutil besi yang melayang di udara. Alya pun terkejut. "Mbak, jangan pukul aku mbak! Aku belum menikah. Aku kesini nggak bikin masalah kok." Mbak Vivi tertawa. "Yaelah Alya. Kapan pun aku mau mukul kamu. Tadi, aku lagi goreng ikan di dapur. Eh, kamunya datang sambil teriak-teriak." Alya cengengesan. "Mbak, aku mau curhat sama mbak." Mbak Vivi menghela nafas lelah sambil memutar bola mata. "Pasti mau curhat tentang kamvret itu kan?" "Hihihi ... Tau aja mbak kalau aku mau curhat tentang si kamvret itu." Sudah mbak Vivi duga, pasti salah satu mantan muridnya ini ingin curhat tentang mantan pacarnya. Mbak Vivi adalah mantan guru les matematika Alya saat SMA. Sejak mbak Vivi menikah, mbak Vivi ikut serta tinggal di Jogja dan sudah tidak mengajar lagi. Sebelum menjawab, Alya dan Mbak Vivi mencium bau gosong dari dalam rumah. Mbak Vivi langsung menepuk jidatnya. "Ya Allah. Aku lali, aku tadi goreng ikan." Buru-buru mbak Vivi berlari menuju dapur untuk menyalakan kompornya. Sudah ia duga, jika ikan terakhir yang ia goreng gosong dan sudah tidak bisa dimakan lagi. Mbak Vivi segera mengangkat ikan itu dan meletakkannya di piring. Setelah itu ia membuat teh untuk dihidangkan ke Alya. Alya mulai membicarakan kejadian tadi di kampus untuk mbak Vivi. Mbak Vivi tertawa mendengar cerita Alya yang menabrak orang dan ternyata itu mantan pacar Alya. "Hayoooo ... Ini kayaknya kamu masih suka sama si kamvret itu." Alya segera menggelengkan kepala. "Enggak kok. Siapa yang suka. Eh mbak, pacaran itu nggak boleh. Dilarang oleh agama." "Heittsssss ... Ustadzahnya mulai menceramahi guru lesnya. Jadi, tema ceramahnya hari ini adalah mantan menabrak mantannya lagi." Mbak Vivi tertawa terbahak-bahak. Mbak Vivi terus memperbaiki Alya hingga Alya berhasil memperbaiki stres. Kali ini dia sudah sangat log. "Udahlah mbak! Aku mau pulang! Tambah stres aku di sini!" Alya langsung bangkit dari duduknya dan keluar dari rumah itu dengan memanyunkan bibirnya. "Heittsss ... Yang gagal pindah dari Fandi si kamvret." Mbak Vivi tertawa melihat mantan muridnya yang gagal melanjutkan. Kemudian, ia membereskan kembali cangkirnya dan Alya lalu dikembalikan ke dapur. Nasya sedang menunggu Alya di depan kosan Alya. Ia berniat untuk menginap di kosan Alya karena di kosannya banyak orang sedang pacaran. Nasya melihat jam yang ada di ganti. Sudah tiga puluh menit ia menunggu Alya yang juga tak kunjung datang. Tak lama kemudian, Alya datang dengan mengegas motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Bahkan, Alya memberhentikan motornya di depan Nasya dengan mendadak. Nasya kaget. "Ya Allah ... Ini anak kayak cari mati apa? Ngerem mendadak kayak gitu." Alya memarkirkan sepeda motornya di tempat parkir lalu kembali menghampiri Nasya. "Ada apa?" tanya Alya dengan nada ketus. "Biasa aja kali jawabnya, nanti cepet tua loh." Alya menghela nafas sabar. Jika sudah berhadapan dengan Nasya, ia harus memiliki kesabaran sebesar mungkin agar tidak meletus. Alya tersenyum ke Arah Nasya. Paksaan tentu saja senyuman. "Mbak Nasya, yang paling canteek, yang paling comel. Ada apa kesini? Ada yang bisa saya bantu?" Nasya memegang gelegar tawanya melihat wajah ikut. "Nah gitu dong, baru ini temen aku yang paling baik." Alya memutar bola memutar dengan malas. Dalam hati, ia ingin sekali lagi memanggil Pak RT agar Nasya diseret ke kantor polisi atas laporan orangutan lagi galon. "Eh Alya. Aku bisa nggak nginep di sini? Aku bosen di kosan terus. Banyak yang pacaran di sana. Boleh ya?" Nasya mengeluarkan jurus tatapan mata untuk memohon pada Alya. Alya marasa jijik melihat tatapan mata Nasya. Rasanya, ia ingin muntah. Tapi, ia tidak menemukan kresek untuk menadahi muntahannya nanti. "Ya udahlah." Akhirnya, Alya hanya bisa pasrah jika harus menginap dengan Nasya. "Yeayyy." Nasya langsung turun dari motor dan menyerahkan kunci motornya pada Alya. "Nih. Jangan lupa, sepeda motor aku diparkirin yang rapi terus, kamu bawain tas aku isinya baju ke kamar kamu. Aku masuk duluan ya." "Enak aja! Parkir sendiri lah!" Alya menerima kunci motor itu untuk Nasya. "Eeittsss, inget! Tamu adalah RAJA. Jadi, muliakan tamu kamu ini seperti seorang raja." Nasya kembali menyerahkan kunci motornya ke Alya lalu meninggalkan Alya yang sudah mulai hipertensi. "Dasar anak kurang kasih sayang dari pacarnya." Alya mulai memarkirkan motor Nasya di tempat parkir. Kemudian, membawa tas Nasya yang berisi baju ke dalam kamarnya. Malam berbincang, Nasya dan Alya sedang makan mie samyang yang ada di kamar Alya. Mereka sedang menunggu kepedesan hingga mereka berebut minum air. Nasya kembali merasakan pedas di mulutnya. Begitupun juga Alya. Mereka segera mengambil air minum di dapur. Lagi-lagi mereka berebut minum senggol. "Ih apa sih Nasya !! Aku duluan yang ambil minumnya !!" Alya berusahs menyingkar tubuh Nasya dari hadapannya. Sementara Nasya, ia sudah mengambil air minum dari galon yang ada dihadapannya lalu meminumnya. Setelah tidak menerima kepedesan, Nasya meninggalkan Alya di dapur menuju kamar Alya. Buru-buru Alya segera mengambil air minum dari galon yang ada dihadapannya. Betapa kesalnya Alya saat galon ini sudah tidak ada isinya. Terpaksa, ia harus memberitahu ibu kos agar galon air minum segera di isi kembali. Sampai disini dulu ya. Semoga kalian suka sama cerita aku yang ini. Jangan lupa supprot cerita aku ini, minta aku semangat buat. Jangan kalian suka, jangan lupa biarkan orang memilih + komentar. Oke, sekian dan terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN