Chapter 2 - Laki-laki Itu Bodyguard Baruku?

2079 Kata
Begitu sampai di apartemen, Zaiden membukakan pintu mobilnya untuk Caitlyn lalu menggendong tubuhnya ala bridal style, memanjakannya bak seorang ratu. “Tidak usah repot-repot begini, sayang. Aku masih bisa jalan sendiri,” kata Caitlyn sambil mengalungkan kedua tangannya di leher kekasihnya. “Tubuhmu masih lemas, Cait. Tidak ingat tadi kalau dokter berpesan supaya kamu banyak istirahat?” ucap Zaiden. Caitlyn hanya tersenyum manis. Zaiden membuka pintu apartemen Caitlyn dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya terus membopong tubuh Caitlyn dengan erat, sebisa mungkin supaya dia tidak jatuh. Kekuatan dan keseimbangan tubuh seorang Zaiden Malvory memang patut diacungi jempol. “Kamu kuat sekali, bisa menggendongku hanya dengan satu tanganmu,” puji Caitlyn seraya memainkan jari telunjuknya di atas garis rahang Zaiden yang tajam. Ditutupnya pintu apartemen itu dengan kaki kirinya. “Aku memang ‘kuat’ dan ‘tahan lama’ di atas ranjang,” rayu Zaiden sambil sedikit menyeringai. Dia membawa Caitlyn masuk ke dalam kamar tidurnya. Dibaringkannya tubuh Caitlyn dengan lembut ke atas ranjang. Ditindihnya tubuh Caitlyn dengan pelan, lalu disingkirkannya beberapa helai rambut yang menutupi paras cantiknya dengan penuh kasih sayang. Diciumnya bibir Caitlyn sekilas. “Aku sangat mencintaimu,” bisiknya. Ditangkupkannya paras tampan Zaiden dengan kedua tangannya. “Aku juga sangat mencintaimu,” gumam Caitlyn dengan mata sayunya. Bibir Zaiden beralih menyambar leher jenjang Caitlyn, meninggalkan dua tanda kepemilikan di sana yang prosesnya terus membuat Caitlyn mendesah sambil melebarkan kedua kaki mulusnya, “Ahh …,” Diremasnya satu gundukan kembar milik Caitlyn dengan gemas. Jari-jarinya mulai bergerak dengan nakal membuka satu per satu kancing blouse yang dikenakan Caitlyn. Usai seluruh kancing blouse itu terbuka, baru saja Zaiden hendak lanjut menyambar gundukan kembar milik Caitlyn, saat tiba-tiba Caitlyn menghentikan aksinya. “Tunggu, sayang,” cegatnya. “Aku haus sekali.” “Ups, sorry,” ujar Zaiden. Dia beranjak dari atas ranjang lalu mengambilkan Caitlyn segelas air mineral dari dapur. “Kamu lapar?” tanyanya sambil terus memperhatikan Caitlyn minum. “Sedikit,” jawab Caitlyn seraya mengusap bibirnya menggunakan punggung tangan kanannya. “Kamu?” Zaiden mengangguk. “Kamu punya bahan makanan apa di kulkas?” tanyanya lagi. “Cuma ada daging ayam, pasta, udang, bayam … Apa lagi, ya? Aku lupa.” “Hmm … Baiklah, aku akan coba buat menu masakan dari bahan-bahan yang ada di kulkasmu,” ucap Zaiden yang sudah bersiap-siap untuk masak. “Oh, aku lupa. Aku juga punya wine,” sambung Caitlyn. Dahi mulus Zaiden seketika mengerut. “Jangan minum wine dulu. Takutnya malah membuat tubuhmu lemas dan kepalamu jadi sakit lagi,” perintahnya. “Please …,” mohon Caitlyn sambil memeluk tubuh Zaiden dengan manja. “Aku sudah baikan, sungguh. Kamu tidak usah khawatir,” imbuhnya seraya menekan-nekankan gundukan kembarnya ke d**a Zaiden yang bidang—sengaja menggodanya. Dia menghela nafas pendek. “Okay,” ucap Zaiden dengan raut wajahnya yang nampak sedikit kesal. “Tapi kamu cuma boleh minum sedikit. Jatahmu hanya seperempat gelas hari ini,” perintahnya serius. Caitlyn tersenyum lalu mengecup bibir Zaiden, “Okay, boss.” Selagi Zaiden berkutat seorang diri di dapur, Caitlyn sibuk mengeluarkan bra dan panties barunya, yang belum sempat dia coba sejak kemarin. Ditanggalkannya seluruh pakaian kantor beserta dalamannya, lalu dipakainya bra dan panties baru itu. Diperhatikannya pantulan tubuhnya melalui cermin besar yang ada di hadapannya. Ternyata ukurannya sangat pas di lekuk gundukan kembarnya yang ranum. Panties-nya pun nampak begitu menggoda di bokongnya yang bulat nan sintal. Dirinya sudah tidak sabar, ingin segera melihat bagaimana reaksi Zaiden setelah ini. Dikenakannya jubah tidur berbahan satinnya lalu dihampirinya Zaiden yang masih berdiri di dapur. “Sayang … Belum selesai? Aku sudah lapar,” tanyanya seraya memeluk tubuh Zaiden dari belakang. “Belum,” jawab Zaiden sambil menggeleng. Dia tidak menoleh, masih asik mengecah bayam dan udang di atas teflonnya. “Tunggu di ruang makan saja, kira-kira lima belas menit lagi juga selesai.” Barulah saat Zaiden kelar masak dan hendak meletakkan dua piring pasta udang dan bayamnya ke atas meja makan, sepasang maniknya sedikit terbuka lebar saat dia mendapati Caitlyn—yang sedang menunggunya di ruang makan sambil memainkan ikat jubah tidur berbahan satinnya dengan sorot penuh gairah. “Kamu sudah mandi?” tanya Zaiden seraya menarik kursinya persis di hadapan Caitlyn. Dia bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan menghampiri Zaiden. “Karena aku pakai jubah tidur maka dari itu kamu mengira aku sudah mandi?” tanya Caitlyn sambil membuka ikatan jubah tidur satinnya. Zaiden langsung menelan ludahnya dengan kasar saat jubah tidur itu jatuh ke atas lantai, memberikannya akses untuk mengangumi betapa sexy dan menggiurkannya tubuh Caitlyn dari balik balutan bra dan panties barunya. “Bagaimana menurutmu?” tanya Caitlyn seraya mendudukkan tubuhnya dengan manja di atas pangkuan paha Zaiden. “f**k,” gumam Zaiden sambil memperhatikan gundukan kembar yang terpampang persis di depan wajahnya. Dia lanjut bicara seraya meremas satu gundukan ranum milik Caitlyn, “You’re so damn sexy, babe. Kamu sengaja mau membuatku h***y, hm?” Diraihnya tangan kanan Zaiden lalu disingkirkannya dari atas gundukan ranumnya. “Nanti saja ‘memainkannya’, ayo makan dulu,” ajaknya. “Aku boleh, kan, makan sambil dipangku olehmu?” pintanya manja. “Tentu, sayang,” ucap Zaiden seraya melingkari tangan kirinya di pinggang Caitlyn yang ramping. Dia lanjut bicara lagi kelar dirinya dan Caitlyn menghabiskan sepiring pasta dan segelas wine-nya. “Kalau sekarang bagaimana? Apa aku sudah boleh ‘memainkannya’?” pintanya sambil meremas kembali satu gundukan kenyal milik Caitlyn. “Lebih baik kamu ‘memainkannya’ sekarang, sebelum aku ngantuk dan berubah pikiran,” saran Caitlyn nakal. Dibawanya Caitlyn masuk kembali ke dalam kamar tidurnya lalu dibaringkannya lagi ke atas ranjang. “Panties ini memang bagus,” puji Zaiden seraya menurunkan panties yang sedang dikenakan Caitlyn dengan perlahan. “Tapi kamu tidak membutuhkannya lagi sekarang,” imbuhnya—lalu beralih menciumi lipatan kenikmatan milik Caitlyn dan membelahnya dengan sigap menggunakan indera pengecapnya. “Ahhh!” desah Caitlyn kencang kala titik kenikmatannya ditekan dengan daging tak bertulang itu. Setelah membuat Caitlyn mencapai puncak kenikmatannya menggunakan ‘permainan lidahnya’, dengan secepat kilat Zaiden menanggalkan seluruh pakaiannya dan mengambil sebotol pelumas yang ada di atas meja rias Caitlyn. Dia menindih Caitlyn lagi lalu membantunya membuka kaitan branya. Disesapinya puncak gundukan kembar itu bergantian, membuat Caitlyn semakin mendesah dan menggeliat di bawah dekapannya—yang sontak membuat batang keperkasaannya semakin ikut menegang di bawah sana. Terus ditekan-tekankannya batang keperkasaannya ke atas lipatan hangat milik Caitlyn sambil meremas gundukan ranumnya yang naik turun dengan cepat. Begitu merasa kalau batang beruratnya sudah ‘tegak sempurna’ dan siap ‘memasuki’ Caitlyn, barulah Zaiden melumuri pelumas itu ke sekujur batang beruratnya sendiri, dan menumpahkannya sedikit ke atas lipatan hangat milik Caitlyn yang semakin basah. Keduanya mendesah, mengerang hebat di saat yang bersamaan saat akhirnya tubuh keduanya beradu dan menjadi satu kembali, entah untuk yang keberapa kalinya … Nama lengkapnya Caitlyn Valerie Damaris, putri tunggal Marcus Damaris dan Joanna Damaris. Saat Caitlyn lahir dulu, Marcus dan Joanna memang sudah mendekati usia renta. Dokter bahkan sempat berkata kalau sulit kemungkinannya bagi keduanya, terutama bagi Joanna yang hampir memasuki fase menopouse-nya, untuk punya keturunan. Tapi takdir berkata lain. Tuhan mengizinkan Caitlyn, pewaris satu-satunya Damaris Group, sebuah raksasa bisnis yang bergerak di bidang perhotelan itu, untuk mencicipi kehidupan di dunia yang fana ini. Selain sangat menyayanginya, orangtua Caitlyn juga agak over-protektif. Keduanya bahkan mempekerjakan Sagara, seorang bodyguard yang sudah menjaganya sejak usianya masih sepuluh tahun dan selalu menemaninya ke manapun dia pergi. Ditambah lagi, memang cuma dia satu-atunya anak dan harapan yang dimiliki orangtuanya. Sebagai seorang co-CEO yang tak lama lagi naik jabatan sebagai CEO untuk menggantikan ayahandanya, lima puluh persen hidup Caitlyn memang dihabiskan untuk bekerja. Di luar dari pekerjaannya, gaya hidup Caitlyn boleh dibilang cukup glamour. Bahkan dia memiliki geng sosialitanya sendiri, yang terdiri dari orang-orang yang punya titel dan karir mumpuni—sama seperti dirinya. Memiliki karir dan keluarga yang oke, sayangnya percintaan Caitlyn penuh dengan lubang dan kerikil. Kekasihnya, Zaiden Malvory, cuma seorang personal trainer. Fisiknya nyaris tanpa celah memang, namun mau sampai kapan pun, dia tidak akan pernah mendapat restu dari orangtua Caitlyn untuk menikah dengan Caitlyn. “Derajat kalian berbeda, bak langit dan bumi,” ejek Joanna. Ucapan Marcus pun tidak kalah angkuh dan ‘menusuk’nya dengan istrinya. “Masa iya aku merelakan putriku satu-satunya, calon pewaris perusahaan, untuk dipinang oleh laki-laki yang kerjanya cuma sebagai personal trainer? Bahkan mungkin pendapatan Caitlyn-pun cukup untuk membeli studio gym-mu. Mau kau beri makan apa putriku? Barbel dan treadmill?” celotehnya. Meski demikian, bara asmara Zaiden dan Caitlyn tak pernah padam, bahkan hingga berjalan sudah dua tahun lamanya. Pernikahan keduanya memang tidak pernah direstui, namun sudah tak terhitung berapa kali keduanya ‘berhubungan’ dan berlaku layaknya pasangan suami istri. Caitlyn bahkan sering mengajak Zaiden menginap di apartemennya, demikian pula dengan Zaiden. Caitlyn juga beberapa kali mengajak Zaiden untuk tinggal satu atap bersama dengan dirinya, tapi masih ditolak oleh Zaiden karena alasan takut dan tak enak hati dengan orangtua Caitlyn. Entah mau sampai kapan keduanya ‘main kucing-kucingan’ seperti ini ... Drtt .. Drtt .. Drtt .. Ponsel Caitlyn, yang dia letakkan di atas ranjang tempatnya ‘beradu kasih’, bergetar tepat lima menit kelar dia dan Zaiden mencapai puncak pelepasannya masing-masing. “Halo?” sapanya dengan nafas yang masih agak terengah-engah. Ternyata Joanna yang menghubunginya. “Ibu punya kabar buruk, Cait. Sagara masuk rumah sakit, dia kena stroke ringan,” katanya panik. “Di rumah sakit mana Sagara dirawat?” “Di rumah sakit Harapan Indah. Tapi kamu tidak usah datang ke sini, kamu saja baru keluar dari rumah sakit,” pinta Joanna. “Benar kamu sedang makan siang dengan teman-temanmu?” tanyanya curiga. Caitlyn mendengus kesal, “Iya …” “Buru-buru pulang setelah itu. Oke?” perintah Joanna. “Hm.” “Ibu khawatir sekali. Kalau kondisi kesehatan Sagara terus menurun, siapa yang akan menjagamu?” Caitlyn memutar bola matanya dengan malas, “Aku sudah dewasa, bu, tidak perlu yang namanya ‘baby sitter’ lagi.” Tapi Joanna tetap bersikeras. “Ayah dan ibu sedang berunding untuk mencarikanmu bodyguard baru, yang akan menggantikan Sagara buat sementara waktu. Ibu akan mengabarimu lagi nanti,” katanya. “Baiklah. Sampaikan salamku untuk ayah.” Panggilanpun terputus. Gantian Zaiden yang angkat bicara. “Ada apa, sayang?” tanyanya seraya mengusap pelan perut rata Caitlyn yang agak mengkilap karena peluh. “Kata ibuku bodyguard-ku kena stroke ringan dan masuk rumah sakit …” “Damn. Tapi dia akan baik-baik saja, kan?” “Aku tak tahu …,” jawab Caitlyn seraya menggeleng. Dia beralih meletakkan kepalanya ke atas d**a bidang Zaiden yang sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus itu. “Kamu mau, kan, tinggal bersama denganku hari ini?” pintanya sambil mendongakkan kepalanya. “Of course, Caitlyn,” tutur Zaiden. Diciumnya pucuk kepala Caitlyn dalam-dalam, “Aku janji akan selalu ada di sampingmu.” **Keesokan harinya** Waktu menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh pagi saat Caitlyn terbangun dari tidur nyenyaknya. Didapatinya Zaiden sudah tidak ada di sampingnya. “Zaiden?” panggilnya seraya mengernyitkan dahinya yang mulus. Pakaian Zaiden yang kemarin tercecer di atas lantai juga sudah tidak ada. Dia meninggalkan sebuah sticky notes yang ditempelnya di pintu kamar tidur Caitlyn. Dear Caitlynku sayang Tadinya aku mau membangunkanmu tapi kelihatannya kamu sedang pulas sekali, jadi maaf kalau aku pergi tanpa pamit terlebih dulu Aku sudah membuatkanmu sarapan, ada di atas meja makan Aku berangkat kerja dulu. Sampai jumpa nanti. Selesai membaca pesan singkat dari kekasihnya, seketika kepala Caitlyn terasa berputar-putar. “Sial, kepalaku sakit sekali …,” desisnya sambil menahan perih akibat kurang minum. Hanya dikenakannya bra serta panties-nya untuk menutupi tubuh polosnya, kemudian dengan agak tergesa-gesa keluar dari dalam kamar tidurnya. Dia begitu terkejut saat mendapati ternyata Zaiden masih ada di apartemennya—sedang berdiri di dapur seraya membelakanginya. “Sayang? Aku kira kamu sudah pergi?” tanyanya sambil memeluk tubuh laki-laki, yang dia kira adalah Zaiden, dari belakang. Dan begitu laki-laki itu balik badan, ternyata dia bukan Zaiden. Dengan sigap Caitlyn menutupi tubuhnya yang separo telanjang itu. “Oh, astaga!” teriaknya kaget. Laki-laki itupun langsung menutup matanya menggunakan tangannya dan cepat-cepat balik badan lagi. “Maaf, maafkan saya, Nona,” lirihnya. “Saya Darcio Komarovski.” Caitlyn terdiam sejenak sebelum kembali bertanya, “Kamu … putra Sagara?” Darcio, yang masih berdiri membelakangi Caitlyn, mengangguk. “Iya, Nona. Saya bodyguard baru Anda,” jawabnya. ♥♥TO BE CONTINUED♥♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN