Fitnah Keji

1122 Kata
Bagian 2 Raka memasuki ruang guru, lalu menghempaskan bobotnya di atas kursi yang kini menjadi meja kerjanya. "Astaga, kenapa harus ada dia di sekolah ini, sih?" sesal Raka. "Kenapa dia masih terlihat baik-baik saja? Apakah dia sudah menikah? Apakah ada lelaki yang mau dengan gadis kotor seperti dirinya?' Batin Raka bertanya-tanya. Untuk sejenak, ingatan Raka kembali ke masa lalu. Raka masih mengingat dengan jelas saat dirinya menyatakan cinta kepada Kirana. Saat itu Kirana baru saja pulang tadarus dari masjid. Raka mencegatnya di tengah jalan dan mengajaknya bicara berdua. Lalu, Raka pun mengungkapkan perasaannya. Mengatakan bahwa dia sangat mencintai Kirana. Kirana yang malu-malu hanya menjawab dengan anggukan. Gadis itu tertunduk, tak berani menatap mata Raka. Ikatan cinta antara dua insan pun terjalin. Semakin lama, cinta di hati mereka semakin tumbuh dan bersemi. Raka menyukai semua yang ada pada diri Kirana. Mulai dari parasnya yang cantik nan ayu, tutur katanya yang sopan dan lemah lembut, serta tubuhnya yang selalu terbungkus pakaian syar'i. Raka memang menyukai wanita sholehah dan apa yang diinginkan Raka semuanya ada di dalam diri Kirana. Hingga pada suatu hari, Raka akhirnya memutuskan untuk meminang Kirana karena Raka sudah benar-benar yakin bahwa Kirana adalah jodoh yang dikirimkan Allah untuknya. Dengan membawa satu gram cincin emas di saku celananya, Raka akan mengutarakan niatnya yang tulus. Raka akan langsung melamar Kirana kepada orang tuanya. Ketika Raka tiba di pelataran rumah Kirana, dia begitu terkejut saat melihat banyak warga berkumpul di sana. Dia mendekat untuk mencari tahu apa yang terjadi. "Kirana," pekiknya. Dia begitu terkejut saat melihat Kirana beserta ayah dan ibunya sedang dihakimi oleh massa. Tubuh mereka bertiga basah akibat disiram dengan bensin. "Abang, tolong kami," pinta Kirana mengiba saat melihat kedatangan kekasih hatinya. Raka segera menerobos kerumunan untuk menolong kekasih hatinya itu, tetapi dihalangi oleh ibunya yang juga berada di sana. "Raka, biarkan! Jangan ikut campur. Biarkan mereka menerima akibat dari perbuatannya," ucap Rukaya kepada putranya. "Tidak, Bu. Kirana adalah calon istriku dan aku akan melindunginya." "Raka, dengarkan Ibu," tegas Rukaya. "Ini pasti salah, Bu." "Tidak ada yang salah, Bang. Kirana bukan wanita baik-baik, Bang. Dia itu p*****r, sedangkan ayahnya adalah dukun santet. Dia tidak pantas untukmu, Bang. Biarkan dia menerima akibat dari perbuatannya," ucap Widya yang juga berada di tempat itu. "Diam kamu! Kirana bukan p*****r. Itu fitnah," bantah Raka. "Dia baru saja tertangkap oleh warga sedang begituan bersama seorang lelaki di dalam rumahnya. Liat aja tuh, tubuhnya dibalut selimut. Saat digrebek warga, dia itu tanpa busana loh, Bang," tambah Widya. Raka shock bukan main. Seketika ia tersungkur di atas tanah. Matanya menatap tajam ke arah Kirana seolah menuntut penjelasan. Saat dia memperhatikan tubuh Kirana yang dibalut selimut warna putih polos itu dengan jelas, di situlah dia yakin bahwa Kirana telah melanggar norma agama. Dengan penuh emosi, Raka melemparkan cincin emas tersebut tepat ke wajah Kirana. Lalu menjauh dari tempat itu dengan membawa hatinya yang hancur berkeping-keping. "Bang Raka," panggil Kirana, tapi Raka tak menghiraukan. "Bakar mereka," teriak para warga. "Musnahkan para pendosa dari kampung ini," sahut yang lain. Seorang lelaki tua yang merupakan Ayah dari Widya sudah siap dengan korek api di tangannya. Dia hanya tinggal menunggu perintah saja. "Allahu Akbar, laa ilaha illalloh, laa hawla walaa quwwata illaa billah." Hanya itu yang keluar dari mulut Kirana beserta ayah dan ibunya. Ketiga insan yang tak berdaya itu berpelukan, pasrah dan menyerahkan hidup dan mati mereka hanya kepada Allah SWT. Raka masih mendengar dan menyaksikan semuanya. Sejujurnya hatinya tidak tega, tapi baginya perbuatan Kirana juga tidak bisa dimaafkan. "Bakar!" salah satu warga memberi komando. "Hentikan!" Semuanya serentak menoleh ke arah Pak RT yang datang tepat waktu. "Apa-apaan ini? Negara kita negara hukum. Jangan main hakim sendiri." Saat Pak RT sibuk menenangkan warga, tiba-tiba seorang pahlawan datang menyelinap. Ia membawa petasan dan meledakkannya di tengah kerumunan sehingga membuat warga panik. Pahlawan tersebut lalu menyelamatkan Kirana beserta ayah dan ibunya. Sejak saat itu, Kirana dan keluarganya menghilang bagai ditelan bumi. Tak satupun dari warga yang mengetahui keberadaan mereka, termasuk Raka sendiri. "Bang, udahan belum? Di luar sini panas loh!" Sebuah pesan dari Widya berhasil membuyarkan lamunan Raka. Dia menjambak rambutnya sendiri. Dia merasa kacau sekarang. *** Sementara itu, Kirana sudah berada di ruangan kelas satu. Murid-murid sedang asyik menulis kaligrafi yang bertuliskan Allah. Tugas tersebut diberikan oleh Hamidah, guru yang menggantikan Kirana sementara karena Kirana terlambat masuk. Kirana berjalan ke tempat duduk anak-anak untuk melihat hasil karya anak didiknya itu satu persatu. Dia kemudian manggut-manggut. Kirana senang melihat hasil karya murid-muridnya. Meskipun hasilnya tidak bagus, tapi Kirana tetap bangga kepada mereka. "Anak-anak, Ibu mau nanya sesuatu, nih! Ada yang tahu enggak, siapa yang menciptakan kita?" tanya Kirana. Murid-murid yang sedang asyik dengan karyanya pun berlomba tunjuk tangan dan Kirana memilih siapa yang lebih dulu tunjuk tangan. "Annisa, apa jawabannya, Nak?" "Allah, Bu guru," jawab Annisa dengan suara nyaring. "Benar sekali. Yang menciptakan kita adalah Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Kita, ayah ibu kita, langit, bumi dan semua yang ada di dunia ini adalah ciptaan Allah," jelas Kirana. "Bu, kalau Allah itu sang pencipta, kenapa Allah mengambil mamaku? Kenapa Allah tidak mengembalikan mamaku? Aku ingin kumpul lagi dengan Mama, aku kangen Mama," ucap seorang anak perempuan yang rambutnya dikepang dua. Anak kecil itu bernama Sisi. Kirana menarik napas dalam sebelum menjawab pertanyaan Sisi. Ia harus bisa memberi pemahaman untuk Sisi. Kirana kemudian mendekat, lalu mengelus rambut Sisi. "Begini ya, Sisi Sayang. Setiap yang bernyawa, semuanya tanpa terkecuali akan dipanggil oleh Allah. Tinggal menunggu waktunya saja. Maka dari itu, sebelum Allah memanggil kita, kita harus mempersiapkan diri terlebih dulu. Beribadah, sholat, ngaji, berbuat baik, berbakti kepada orang tua. Buat apa? Agar kita punya bekal jika sewaktu-waktu Allah memanggil kita." "Tapi kata Ayah, aku masih bisa ketemu sama Mama, Bu. Aku ingin ketemu Mama." "Bisa, Sayang. Kita semua akan dipertemukan Allah di surganya nanti. Sisi mau ketemu Mama, kan? Berarti Sisi harus rajin sholat, rajin beribadah biar bisa ketemu sama Mama di surganya Allah nantinya. Sisi mau masuk surga, kan?" "Mau Bu," jawab Sisi bersemangat. "Anak-anak yang lain gimana? Mau masuk surga juga enggak? Apa cuma Sisi yang mau masuk surga?" "Mau …." jawab murid-murid serentak. Lalu setelahnya Kirana pun menceritakan kebesaran Allah. Mulai dari proses terciptanya nabi Adam yang tercipta dari tanah, lalu istrinya Siti Hawa yang tercipta dari tulang rusuknya nabi Adam. Anak-anak pun mendengarkan dengan fokus dan semangat. Begitulah Kirana. Biarpun kenyatannya hatinya tengah dilanda keresahan, tapi ia tetap berusaha bersikap ceria di hadapan anak didiknya. Barulah setelah jam istirahat tiba, Kirana kembali kepikiran dengan pertemuannya dengan Raka tadi. "Allah, apakah aku sanggup bertemu lelaki itu setiap hari? Apa mungkin ia akan membiarkanku hidup tenang? Bagaimana kalau ia masih dendam dan nekat Membongkar masa laluku? Bagaimana nasib karierku nantinya? Apakah aku dan kedua orang tuaku akan terusir lagi?" Batin Kirana, yang kini dilanda kecemasan. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN