"Aku selalu menunggu hari itu. Hari dimana aku bisa menjelaskan semuanya dan kita akan baik baik saja." -Annasya Adreena Saila
Gadis berumur 15 tahun sedang memandangi pantulan dirinya di cermin. Ia memiliki postur tubuh yang tergolong tinggi serta kulit putih yang mulus. Rambut cokelat yang panjang dan lurus, ia juga memiliki kedua bola mata yang bundar berwarna senada dengan rambutnya. Tak lupa, bibir berwarna pink yang cukup tebal dan membuat dirinya terlihat begitu manis.
Gadis itu bernama Annasya Adreena Saila atau yang lebih akrab dipanggil dengan Nasya. Hari ini, Nasya akan memulai masa pengenalan lingkungan sekolah barunya atau biasanya disingkat menjadi MPLS. Ya ... semacam MOS gitu deh. Untuk hari pertama, kali ini Nasya mengenakan seragam putih-biru. Nasya kembali mengecek penampilannya, padahal ini sudah yang kelima kali gadis itu mondar- mandir di depan cermin. Sampai akhirnya, seseorang membuka pintu kamarnya dan masuk ke dalam kamar Nasya, kemudian menyuruh Nasya untuk segera sarapan.
“Hy, sayang ... udah siang lho ini, ayok sarapan dulu.” ucapnya dengan suara yang begitu lembut.
Nasya tersenyum dengan lebar lalu memerlihatkan deretan gigi putihnya kepada orang tersebut."Iya Bunda ... Nasya udah selesai, kok." Nasya langsung menggandeng tangan sang Bunda. Andyra Naifa, wanita paruh baya berumur 40 tahun yang sangat Nasya cintai. Walaupun sudah berkepala empat, Andyra masih memiliki paras yang begitu cantik. Dan kini kecantikannya pun melekat pada diri anak perempuan satu-satunya, yaitu Nasya.
"Good morning My Queen!" sapa seorang pria paruh baya berumur 45 tahun kepada Nasya yang baru saja sampai di meja makan bersama Andyra. Dia adalah Gavrilla, seseorang yang menjadi pahlawan di keluarga kecil mereka. Seseorang yang selalu melindungi dan menjaga keluarga kecil mereka agar tetap utuh. Seseorang yang sangat Nasya cintai seperti Nasya mencintai Andyra.
"Good morning My Hero!" Nasya mengecup singkat kedua pipi Gavrilla dengan wajah yang terlihat begitu ceria.
Gavrilla tersenyum melihat tingkah putri kesayangannya itu. Gavrila sangat mengagumi Nasya, karena Nasya selalu saja memberikan senyum terbaiknya kepada semua orang dimanapun dan kapanpun Nasya berada. Padahal ... Gavrilla tahu, hati gadis itu tidak selalu tersenyum seperti senyum yang selalu terlukis indah di bibir manisnya. Dan hal ini membuat Gavrilla merasa belum bisa menjadi seorang Ayah yang baik untuk anak-anaknya.
"Ngga nyangka ya, adik kecil abang yang satu ini udah mau jadi murid SMA aja." kata seseorang sambil mencubit kedua pipi Nasya dengan sangat gemas. Ia adalah Dathan Felix, abang pertama Nasya sekaligus anak tertua di keluarga ini.
“Sakit Bang Dathan, ish ...” Nasya mendelik malas kepada Dathan. Kemudian, kedua mata Nasya tak sengaja melirik pada seseorang yang berada disamping Dathan. Orang tersebut mengenakan seragam putih abu-abu. Ia sedang memakan sarapannya dengan tenang tanpa peduli sedikitpun dengan keadaan di sekitarnya. Nasya hanya bisa menghembuskan nafasnya, lalu ia mulai memakan sarapannya.
"Darrel ... mulai hari ini kan Nasya satu sekolah sama kamu. Boleh ya bunda minta kamu pulang pergi sama Nasya?" tanya Andyra dengan penuh harap kepada orang yang berada di samping Dathan tersebut. Nasya langsung menatap orang tersebut. Nasya menunggu jawaban dari orang tersebut dengan harapan orang itu akan mengiyakan permintaan bundanya.
Setelah beberapa saat akhirnya orang itu berhenti mengunyah, kemudian melepaskan sendok dan garpu yang berada digenggaman kedua tangannya dengan malas. "Dia punya kaki. Dia bisa pergi sendiri." jawabnya tanpa melihat kepada siapapun. Lalu ... tanpa kata, ia langsung pergi meninggalkan mereka berempat.
Nasya kembali menghembuskan nafasnya. Nasya sudah menduga pasti orang tersebut tidak akan pernah mau lagi berhubungan dengan dirinya. Semua itu sudah terjadi selama kurang lebih tiga tahun lamanya, tiga tahun yang membuat Nasya terus berusaha untuk meyakinkan orang tersebut bahwa dirinya bukanlah penyebab semua ini. Nasya tidak akan menyerah sampai seorang Darrel Aderald kembali menyayangi dan melindngi dirinya seperti dulu lagi. Nasya yakin, ia pasti bisa!
"Udah ngga apa-apa, sayang. Nanti kamu diantar sama Bang Dathan aja, oke?" ucap Gavrila penuh kelembutan kepada putri satu-satunya itu.
Nasya pun tersenyum dan ia juga mengangguk sebagai jawaban. Setelah itu, Nasya kembali melanjutkan sarapannya dan segera menghabiskanya agar ia tidak terlambat di hari pertama ia menginjakkan kakinya di SMA.
***
Dathan dan Nasya kini sudah berada di dalam mobil untuk menuju SMA 2 Nusantara. Ya ... sekolah tersebut yang akan menjadi tempat Nasya menimba ilmu selama tiga tahun ke depan. Pagi ini jalan raya di ibu kota masih terlihat seperti biasanya, banyaknya kendaraan yang melintas dan akhirnya membuat kemacetan. Untung saja kemacetan pagi ini tak berlangsung lama, sehingga Nasya bisa bernafas lega karena ia mempunyai sedikit kemungkinan untuk terlambat sampai di sekolah.
Nasya kini merasa bosan karena tak ada pembicaraan yang mereka lakukan di sana. Akhirnya Nasya memutuskan untuk bertanya kepada Dathan. Pertanyaan yang mungkin sudah beribu-ribu kali keluar dari mulut Nasya dan beribu-ribu kali juga didengar oleh Dathan.
"Bang Dathan ..?" panggil Nasya sambil melihat Dathan yang tengah fokus menyetir dibalik kursi kemudi.
Dathan menoleh sebentar kepada Nasya, lalu melihat ke depan lagi karena ia harus fokus menyetir agar ia bisa mengantarkan Nasya dengan selamat sampai tujuan. "Kenapa, Sya?" sahut Dathan dengan lembutnya.
"Kapan ya, Bang Darrel mau dengerin penjelasan Nasya?" tanya Nasya sambil melihat ke arah jendela, ia tak sanggup jika harus melihat ke arah Dathan lebih lama lagi. Inilah pertanyaan yang selalu menguras air mata Nasya, buktinya kini satu tetes air mata sudah jatuh tanpa permisi di pipi mulus gadis itu. Nasya menggigit bibir bawahnya, menahan isaknya.
Dathan kembali menoleh pada Nasya, kemudian ia mengelus rambut Nasya dengan lembut. Hanya itu satu-satunya cara yang biasanya Dathan lakukan untuk memberi ketenangan pada sang adik, saat pertanyaan itu kembali dilontarkan dari mulut Nasya. Jujur, Dathan pun sudah lelah melihat kedua adiknya harus seperti ini, harus terus berpura-pura menjadi dua orang asing yang tidak saling mengenal, padahal dulu keduanya begitu saling menyayangi. Dathan ingin semuanya kembali seperti dulu lagi. Tapi bagaimana caranya? Sifat Darrel yang sangat keras kepala itulah yang membuat semuanya menjadi seperti saat ini. Tapi ... Dathan juga tidak bisa menyalahkan Darrel sepenuhnya, Dathan sangat tahu bagaimana rasanya ketika kehilangan seseorang yang sangat disayangi, pasti sangat sulit untuk menerima kenyataan tersebut.
"Bang Dathan yakin, Darrel pasti mau dengerin penjelasan Nasya. Tapi mungkin Darrel masih perlu waktu dan Nasya cuma perlu lebih sabar lagi untuk menunggu waktu itu. Bang Dathan ngerti, pasti Darrel masih belum bisa menerima semua kenyataan ini. Yang sekarang bisa Nasya lakuin ya itu tadi, Nasya harus sabar dan terus berusaha."
Tepat setelah Dathan mengucapkan kalimat tersebut, mereka sudah berada di depan gerbang SMA 2 Nusantara. Sekolah yang akan menjadi tempat Nasya menimba ilmu di jenjang menengah atas selama tiga tahun ke depan juga tempat yang sama dengan Darrel menimba ilmu. Dathan berharap semoga dengan keduanya bersekolah di tempat yang sama, Darrel dan Nasya perlahan-lahan akan terbiasa bersama dan pada akhirnya kembali lagi seperti dulu. Ya ... semoga saja.
"Jangan cengeng! Udah buruan turun. Nanti telat terus di hukum lho, emangnya mau?" Kedua ibu jari Dathan menghapus air mata yang masih mengalir di pipi Nasya dengan lembut, disusul dengan kecupan singkat di kening Nasya. Dathan memang tipe orang yang sangat penyayang. Tak sedikit orang yang mengira saat mereka berpapasan dengan Dathan dan Nasya menganggap bahwa keduanya adalah sepasang kekasih yang sangat romantis, padahal kenyataannya mereka seorang adik dan kakak yang saling menyayangi.
"Ngga mau. Nasya kan mau jadi murid yang baik." ucap Nasya sambil menggelengkan kepalanya, "makasih Bang Dathan. Nasya sayanggg banget sama Abang!" Nasya langsung memeluk Dathan dengan erat.
"Iya abang tahu, kan abang ganteng. Jadi ... kamu pasti sayang lah!” Dathan menaik-turunkan kedua alisnya sambil tersenyum meledek Nasya.
Nasya langsung melepaskan pelukannya sambil tertawa kecil. "Idih PD-nya kumat! Yaudah Nasya sekolah dulu, assalamu'alaikum!" Nasya segera turun dari mobil setelah mencium punggung tangan Dathan dan ia langsung berjalan cepat memasuki sekolah barunya.
"Wa'alaikumsalam!" jawab Dathan lalu tersenyum, "Abang yakin kamu pasti bisa, Sya!" lanjutnya.
Dathan perlahan kembali melajukan mobilnya dan meninggalkan sekolah kedua adiknya tersebut. Dathan sangat berharap ... semoga dengan satu sekolah, mereka akan kembali lagi layaknya Adik dan Kakak seperti 3 tahun yang lalu.
***