(2) Nomer Handphone

1066 Kata
"Nomer handphone doang yang lo terima setelah resti tunangan sama tu orang? Sehatkah keluarga kalian berdua Ay? Rada ngeri sendiri gue lama-lama sama jalan lo menjemput jodoh begini." Yuni mengabaikan kedipan gue barusan dan malah melepaskan gandengannya di lengan gue gitu aja, Yuni bahkan menatap gue semakin gak habis pikir sekarang, segakpercaya itu Yuni sama apa yang di dengarnya barusan. "Gak nomer handphone doang Yun, kan cincin pertunangan juga udah gue terima, masih kurang apa lagi?" Tanya gue memperlihatkan cincin yang gue pakai di jemari gue sekarang dihadapan Yuni, cincin sebagai tanda pertunangan udah gue terima terus Yuni ngerasa kurang dari segimananya lagi? Bukannya dari proses pertunangan itu yang terpenting bukti cincinnya udah ada ya? "Masih kurang apalagi? Lo nanya sama gue masih kurang apaan? Wah, bikin sesek nafas gue ngadepin lo Ay, ini ni ni yang di maksud umur makin tua tapi kelakuan masih kaya bocah, umur sama kelakuan gak sejalan jadinya punya efek samping sampai kaya gini, lo itu udah punya tunangan sekarang, masa iya yang lo tahu dari tunangan lo cuma dua, nama sama nomer handphone, apa itu wajar?" Yuni nanya sambilan harus mengusap wajahnya sekarang, apa memang semengkhawatirkan itu? Perasaan bagi gue biasa aja, toh baru juga tunangan, belum nikahkan? Terus apa masalahnya? "Ya kan resmi tunangan bukan berarti gue harus tahu tentang semua hal mengenai tunangan gue sekarang? Baru tunangan Yun, belum jadi suami gue soalnya." Kalau tar udah resmi jadi suami nah baru gue harus tahu banyak, belajar kenal satu sama lain, kalau sekarang mah gak perlu, karena menurut gue, berhasil tunangan belum tentu berhasil sampai ke hari pernikahan. "Terus mau lo apain nomer handphonenya? Gak mau lo ajak ketemu atau gimana gitu? Keluar sesekali gitu biar lebih kenal sama calon suami." Tanya Yuni lagi, gue menggeleng pelan untuk pertanyaan Yuni sekarang, memang harus gue ngelakuin itu? Kalau punya nomer handphonenya ya udah punya aja, ngapain sampai harus gue ajak ketemu? Pendekatan itu sama suami, bukan sama yang lain jadi gue rasa yang Yuni tanyain memang gak tepat. "Haha, terserah lo lah Ay! Ribet sendiri gue ngurusin lo sekarang, pekara kaya gini aja lo bisa bikin susah apalagi yang lain? Heran gue, beneran asli, kocak parah lo sama calon suami lo sekarang, udah dijodohin, gak kenal satu sama lain, gak pernah kontekan dan bahkan sekarang udah punya nomer telfonnya aja masih lo jadiin pajangan, calon suami lo gak ada inesiatif nah lo sendiri apalagi, syukur-syukur kalau pas ketemu berkah hidup lo berdua." Yuni terlihat cukup kesal sekarang. Yuni mempercepat langkahnya dan berjalan lebih dulu masuk ke kelas, gue ngapain? Gue mau nunggu apalagi? Gue hanya bisa mengikuti dengan pemikiran juga ikut bingung sendiri, memang harus gue ngelakuin semua hal yang Yuni tanyain tadi? Kenapa harus gue? Selama ini gue tahu udah di tunangin aja gue pasrah banget, terkesan biasa aja malah, gak ada alasan yang mengharuskan gue untuk berduka terlalu cepat dengan perjodohan gue sekarang, menikah karena perjodohan bukan berarti pernikahan gue gak akan berhasilkan? Gue bersikap kaya gini karena gue gak mau berpikiran negatif, dijodohkan, bertunangan sampai mungkin kedepannya gue sama Kak Rendra berhasil menikah nanti, itu semua adalah takdir kita berdua jadi kenapa gue harus khawatir? Gue yang terkesan gak mau tahu kaya sekarang juga bukan berarti gue gak mempersiapkan apapun, dari pada gue bingung sendiri dan buang-buang waktu untuk untuk hal-hal yang belum tentu perlu, lebih baik gue fokus memperbaiki diri gue, gue gak boleh lupa kalau jodoh cerminan diri jadi kalau gue mau suami yang baik, sholeh, rajin shalat dan banyak menabung dalam bentuk sedekah, ya gue sendiri harus melakukan hal itu lebih dulu, bukannya saling mengenal seperti dengan cara seperti yang Yuni saranin barusan. Lagian bukan cuma gue, sikap Kak Rendra sejauh ini juga gak berbeda jauh, kata Ayah, Kak Rendra setelah tahu kalau dia udah dijodohin gak ada bantahan sama sekali, sampai sekarang setahu Ayah, Kak Rendra juga cukup baik dan gak pernah aneh-aneh, makanya Ayah gue semakin yakin kalau perjodohan gue sama Kak Rendra akan berhasil, laki-laki yang baik ya untuk wanita yang baik-baik pula, cukup berpengang teguh dengan satu hal itu. Bukan maksud gue mau ngomong kalau apa yang Yuni saranin itu salah, hal yang Yuni saranin ke gue memang cukup wajar untuk jaman sekarang, ini udah tahun berapa? Mana ada ceritanya yang menikah karen perjodohan tapi bahkan gak pernah ketemu sama sekali? Yang menikah karena perjodohan itu mungkin masih banyak tapi yang dijodohkan dan menolak untuk saling ketemu sebelum acara pernikahan mungkin cuma gue sama Kak Rendra. Gue sama Kak Rendra bukannya gak bisa ketemu seperti sarannya Yuni tapi gue sendiri yang gak berniat ngelakuin itu dan mungkin Kak Rendra secara gak langsung juga punya pendapat yang sama dengan gue, gue juga tahu kalau tujuan Yuni menyarankan gue untuk ketemu dan kenal dengan calon suami gue itu lebih dulu adalah hal baik, itu memang untuk kebaikan gue, Yuni gak mau gue salah pilih dan asal menikah tanpa tahu apapun tentang calon suami gue. Tapi lagi-lagi gue ingatkan, walaupun gue gak ketemu secara langsung dengan Kak Rendra tapi bukan berarti gue gak tahu apapun tentang calon suami gue, ada Ayah dan keluarga gue yang mencari tahu semua itu, Ayah gue juga gak mungkin asal-asalan menikahkan anaknya hanya karena gue sudah dijodohkan jadi gue gak perlu berpikiran sejauh itu. Keputusan gue untuk gak nemuin Kak Rendra sebelum kita berdua menikah adalah murni karena piliban gue sendiri, gak ada paksaan dari siapapun, gue ngerti kalau Yuni khawatir tapi gue juga berusaha melakukan yang terbaik, bagaimanapun ini adalah hidup gue, ini adalah masa depan gue jadi gue gak akan bertindak bodoh hanya karena gue menikah atas dasar perjodohan, hidup gue gak segampang itu. "Yun! Lo jangan khawatir, gue gak akan asal-asalan menikah sama orang yang gak gue kenal, walaupun gue sama Kak Rendra belum pernah ketemu tapi gue udah mendengarkan cukup banyak hal baik dari keluarga gue, gue dijodohkan oleh keluarga jadi gak mungkin mereka milih yang asal-asalan untuk gue." Ucap gue setelah berhasil mengejar Yuni dan balik menggandeng lengannya kuat, Yuni gak perlu terlalu khawatir. "Ya syukur kalau memang keluarga lo udah mastiin itu semua baik-baik, ingat Ay! Hidup itu cuma sekali dan menikah cuma sekarang jadi secara gak langsung kesempatan lo untuk memperbaiki keturunan juga cuma sekali, gak boleh asal-asalan." Gue malah tertawa kecil dengan ucapan Yuni sekarang "Kalau itu yang lo khawatirin, lo tenang aja, soal tampang, Kak Rendra sukses besar untuk memperbaiki keturunan." Bisik gue dan berjalan meninggalkan Yuni lebih dulu.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN