Kesan Pertama Yang Tidak Menyenangkan

1008 Kata
"Apa dia selalu terlambat seperti ini?" Livy melihat arlojinya untuk kelima kalinya dan mengernyit, melihat ke arah pintu masuk restoran mewah dimana mereka membuat reservasi. Dia mengambil gelas air minum dan meneguknya, mengetukkan kuku tangan kirinya yang terawat sempurna di atas meja. Pria macam apa yang datang terlambat untuk makan malam? Dia bertanya-tanya, menyesap lagi, mengamati sepupunya dari tepi gelas. Sarah tampak gemerlap, seperti biasa dalam balutan gaun hijau tua yang menonjolkan kulit porselen dan mata hitam pekatnya. Bukan untuk pertama kalinya, Livy berharap dia mewarisi mata hitam pekat yang sama, tetapi dia tidak seberuntung itu. Matanya berwarna coklat mencolok, tidak ada yang seksi atau mempesona tentang itu. Sarah tersenyum meyakinkan dan meneguk air minumnya sendiri. "Keenan tidak pernah datang terlambat sekalipn dalam setiap pertemuan kami. Apa pun yang menahannya, aku yakin itu penting,” jawab Sarah. Tetap saja, Livy memperhatikan pandangan diam-diam ke telepon yang tergeletak di atas meja, dan awan kekhawatiran sesaat yang melintas di wajah sepupunya. Dia mengerutkan bibirnya dan menahan diri untuk tidak mengucapkan komentar pedas yang memprovokasi di dalam dirinya. Kesannya tentang pria yang mengaku jatuh cinta dengan Sarah, berada tepat dalam kalimat 'b******k yang tidak dapat dipercaya'. Mereka telah menunggu lebih dari satu jam dan pria itu bahkan tidak repot-repot menelepon atau bahkan mengirim pesan untuk mengatakan bahwa dia akan terlambat. Jelas Sarah sudah kesal dan mencela pacarnya hanya akan membuatnya semakin kesal. Dengan mengingat hal itu, Livy mengesampingkan kekesalannya dan berseri-seri. "Jadi, bagaimana kabar Bibi Lorna? Apakah dia masih punya burung macaw yang mengerikan itu? Ya Tuhan, aku ingin tahu apa yang membuatnya membeli hewan mengerikan itu,” ucap Livy mengalihkan suasana panas saat itu. Sarah melontarkan senyum terima kasih padanya. "Ya, dan dia bahkan menamainya Adam Levine. Itu membuat ayah gila dengan kicauannya yang tiada henti. Dia mengancam akan menembak burung itu lebih dari satu kali,” jawab Sarah. Livy tertawa, matanya berbinar. Selama beberapa menit berikutnya Livy dengan ahli mengalihkan pembicaraan dari topik ‘kekasih yang mengabaikan janjinya’ itu. Meski di dalam hati, dia mendidih dan kesal dibiarkan menunggu. Seorang Livy pantang dibuat menunggu oleh siapapu. Namun karena ini menyangkut perasaan sepupu tersayangnya, Dia berusaha menahan egonya. Jika Keenan berani muncul nanti, dia pastikan Keenan akan mendapatkan pelajaran berharga darinya. Serangkaian aktivitas di pintu masuk menarik perhatian kedua wanita itu. Beberapa saat kemudian, Livy melihat seorang pria tinggi tegap berjalan menuju meja mereka, mulutnya membentuk garis marah, rambut kusut, seolah-olah dia tidak repot-repot menyisir surai gelapnya. "Keenan!" Seru Sarah, bergegas berdiri dan melemparkan dirinya ke arah pria itu. Dia berjinjit dan bahkan kemudian, nyaris menyentuh bahu pria yang sedari tadi dinantikannya itu. "Oh syukurlah kau baik-baik saja, aku sangat khawatir,” ucap Sarah sambil memeluk erat kekasihnya. "Aku minta maaf, Sayang," suara pria itu dalam, hangat dan melengkung, "Aku terjebak kemacetan dalam perjalanan pulang dan aku meninggalkan teleponku di kantor sehingga aku tidak bisa menelepon dan memberi tahumu bahwa aku akan datang terlambat." Keenan membalas pelukan dari Sarah. Livy mengamati pria itu. Bibirnya yang tidak terlalu tipis, penampilannya yang acak-acakan, bayang-bayang gelap dari janggut yang tumbuh berantakan, kemeja biru muda di di dalam jas hitam yang sepertinya dipakai tanpa berpikir. Sangat tidak eye catching! Namun tubuh tegap nan atletis itu sangat menggiurkan wanita manapun yang melihatnya. d**a bidang dimana kepala Sarah sedang bersandar merupakan idaman wanita manapun. Keenan melihat di sekitarnya. Matanya bertemu dengan mata seksi Livy yang juga sedang menatapnya. Dia merasakan napasnya tercekat saat dia menemukan dirinya terjepit di bawah tatapan sedingin es. Mata coklatnya yang membara. Dia mengoreksi dalam hati, merasakan kupu-kupu beterbangan di perutnya. Gadis itu terlihat begitu seksi dan panas di mata Keenan. Tatapannya mengirimkan cairan panas yang membakar dirinya, langsung ke area di antara pahanya, dan semua indranya menjadi hidup. Sarah mengangkat kepalanya dari d**a Keenan dan menatap Keenan. Keenan tersadar dan tersenyum enatap kekasihnya. Dia baru menyadari respon salah yang di berikan oleh tubuhnya saat menatap Livy. Apa yang terjadi? Livy mengalihkan pandangannya dari Keenan dan meraih gelas air, menenggak cairan dingin dalam satu tegukan. Sialan! Tidak ada yang mempersiapkan Livy untuk reaksi Keenan terhadapnya barusan. Matanya terpaku pada taplak meja, enggan menatap tatapan menggoda itu lagi. Keenan dan Sarah saling melepaskan pelukan mereka dan berjalan mendekati Livy. Sarah memperkenalkan Keenan pada Livy, suaranya ringan karena bahagia. "Livy, ini pacarku Keenan, Keenan sepupuku tersayang Livy." Livy menempelkan senyum tipis dan mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah Keenan, memaksa emosinya terkendali. "Kuharap kamu tidak membuat sepupuku terbiasa menunggu terlalu sering, Keenan," ucap Livy dengan senyuman manis namun sorot mata yang tajam ke arah Keenan. Keenan memperhatikan matanya yang sedikit menyipit dan bibirnya membentuk garis tipis. "Insiden malam ini tidak terduga." Nada dinginnya cocok dengan ekspresinya, saat dia duduk dan meluruskan jas hitam yang dia kenakan. Sarah meletakkan tangannya di atas tangan Keenan yang besar dan berseri-seri ke arahnya. "Keenan selalu tepat waktu, Livy," katanya pada Livy. "Itu salah satu alasan aku sangat mencintainya, selalu dapat dipercaya." Keenan tersenyum pada Sarah, meskipun Livy melihat senyum itu tidak terpancar sampai ke matanya dan nada suaranya tetap dingin. "Terima kasih sayang." Untuk mengalihkan pikirannya yang sulit berpikir dengan jernih pada sosok Keenan, Livy mengambil menu dan membukanya. Sarah dan Keenan melakukan hal yang sama, dan beberapa menit berikutnya suasana sudah kembali lebih rilex. Mereka memesan makanan dan minuman yang mereka mau. Ketika pramusaji pergi dengan pesanan mereka, Livy mengetuk-ngetuk taplak meja sambil mencari-cari kemungkinan pertanyaan dalam benaknya untuk mencairkan suasana yang kaku itu. Sarah minta diri untuk memperbaiki riasannya, meninggalkan Livy yang enggan sendirian dengan Keenan. "Sarah pernah cerita bahwa kamu berasal dari Bandung, benarkah?" tanya Livy, berharap bisa membuat topik pembicaraan dengan pria dingin yang ada di hadapannya itu. Livy mencoba mempelajari setiap ekspresi yang ditunjukkan oleh Keenan padanya. Beberapa saat, Livy merasa Keenan dengan sengaja membuatnya tidak nyaman dengan tatapan tajamnya. Entah memang begitu karakternya tau Keenan merasa marah dengan ucapan Livy yang lugas tadi. "Ya." Keenan akhirnya menjawab. Livy menunggu Keenan menjelaskan lebih lanjut tetapi Keenan tidak berkata apa-apa, hanya terus menatap matanya. Baiklah, pertemuan ini memang sejak awal sudah tidak mengenakkan. Kesan awal pertemuan yang sangat menakutkan antara Keenan dan Livy.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN