1. New Moon

1521 Kata
Tiba di apartemennya, Aera melepas kacamata tebal yang ia gunakan. Membuangnya asal ke atas sofa. Dia hanya ingin menjalani kehidupan normal dan melupakan fakta jika ia adalah penyihir. Aera membenci fakta mengerikan itu. Dahulu masa kecilnya sangat bahagia. Dicekoki dongeng-dongeng pengantar tidur. Putri dan Pangeran yang hidup bahagia. Kasih sayang serta cinta. Disaat yang sama pula, Aera terpaksa menelan pil pahit, menerima kenyataan jika ia bukanlah manusia biasa. Sesaat kala itu, sebelum ia meninggalkan kota kelahirannya dan menetap di Hawkesbury. Di dalam otaknya, aku manusia bukan penyihir. Aera akan melupakan kenangan buruk yang sempat menimpa keluarganya. Malam dimana Ibu dan Neneknya habis berlumuran darah menghadapi makhluk menyeramkan bertaring tajam. Werewolf, vampire? Apalah itu namanya, Aera takkan lagi mengingat kenangan buruk itu. Mencoba menghapus semua hingga tak tersisa dan menjalani kehidupannya sebagai Kim Aera, gadis lugu. Bukan, Aelice Dexter si penyihir. Walaupun begitu, Aera tak sepenuhnya melupakan apa yang pernah diajarkan Ibunya. Dia masih bisa mempelajari sedikit kekuatan sihir. Misalnya, memecahkan pembuluh darah vampire. Siapa tahu? Aera akan bertemu sosok menyeramkan itu. Dia masih khawatir, suatu waktu bertemu vampire. Paling tidak semuanya aman sampai saat bel apartemennya berbunyi. Sontak, Aera terkejut. Tidak ada yang tahu alamat rumahnya selain pihak kampus. Lantas siapa yang datang berkunjung? Menepis rasa takutnya, Aera berjalan ke arah pintu, membukanya kemudian disana berdiri seorang pria tampan dengan senyumannya. Senyuman yang Aera artikan adalah senyuman, tanda waspada. Sebab apa? Aera bisa melihat dari bola mata pria itu yang berwarna merah. Pria ini bukan manusia. “M-mau apa kau?” suara Aera tercekat, beruntung pria itu tidak bisa masuk sebelum Aera mengijinkannya. Vampire tidak akan bisa masuk ke dalam rumah jika tuan rumahnya tidak mengijinkan masuk. Si pria pun terkekeh. “Kita satu kelas di kampus. Kau tidak ingat aku?” katanya. “Boleh aku masuk?” “Tidak!” pekik Aera. “Oh, wow. Nona, tenang. Aku tidak menggigit kok.” Dengan tampang menyebalkannya, dia mengedipkan mata. “Kim Taehyung, aku tahu namamu. Segera pergi dari rumahku sebelum aku memecahkan pembuluh darahmu.” Aera menatap tajam, tak takut berhadapan dengan makhluk yang paling ia hindari. “Benar dugaanku. Tentu saja kau tahu karena hanya orang tertentu yang bisa melihat warna asli mataku.” Taehyung tetap berdiri disana, dia tidak berniat pergi. Memancing Aera untuk menyerang vampire tampan itu. “Tunggu dulu. Tidak adil langsung menyerangku begitu.” Cegah, Taehyung. “Lagipula aku bisa memulihkan diriku sendiri hanya dalam hitungan menit.” Sialnya, Aera lupa fakta satu itu. Jika, vampire bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Serangan yang Aera berikan pun bukanlah apa-apa bagi Taehyung. Dengan cepat pasti ia bisa pulih lagi. “Katakan. Apa maumu datang kemari? Apa yang kau mau dariku? Aku bukanlah penyihir hebat yang bisa membantumu. Aku bahkan tidak pernah mau terlahir menjadi penyihir.” Ini menarik. Taehyung dapat melihat jelas wajah panik Aera. Wanita itu sangat cantik jika dilihat dari dekat—dan oh, apa Taehyung baru saja memuji Aera diam-diam dalam hati? Pria itu lalu menyadarkan dirinya, tentang maksud kedatangannya kemari. “Aku datang karena ingin memberi tahumu rahasia. Siapa yang sudah membunuh Nenek dan Ibumu, Alice Dexter.” Detik itu pula, Aera bungkam. Taehyung mengetahui nama lahirnya. Bukan hanya itu. Taehyung tahu semuanya… ***** Jika teringat beberapa hari yang lalu—dimana Aera bertemu dengan Taehyung, dia benar-benar menyesal. Pertanyaannya pasti mengapa demikian? Karenaz Aera begitu membenci makhluk mitos itu. Ingat tujuan awalnya tinggal di kota Hawkesbury—bersikap selayaknya manusia biasa. Bukan bertemu si pengisap darah menyebalkan itu. Entah sejak kapan, atau mungkin sejak ia mengenal Taehyung. Aera dimanfaatkan si Kim itu untuk disantap. Maksudnya, dia yang dijadikan makanan. Kalau pun ada kesempatan bagus, Taehyung takkan menyia-nyiakannya, dengan senang hati dia meminum darah Aera baik itu dari pergelangan tangan atau dari leher wanita itu yang sialnya begitu harum bagi Taehyung. Dan lagi—bukankah Taehyung merasa sakit setiap berdekatan dengan Aera. Kenapa ia bisa meminum darahnya? Selain karena pengaruh ramuan yang diberikan Voulen, Taehyung juga sebenarnya bisa melakukan itu. Semua ini karena dirinya terikat pada Aera. Seperti ada sesuatu yang membuat mereka terikat, yang terjadi dahulu di masa lalu. Mungkin ini penyebabnya, Taehyung juga menaruh kebencian dan dendam. Tentu, Taehyung tidak mau terikat dengan wanita lain. Wanita yang sama sekali tidak dicintainya. Keduanya tampak melamun, berpikir apa yang harus mereka lakukan. Taehyung dan Aera sibuk mencari tahu jawabannya di dalam isi kepala mereka sendiri. Lalu datanglah Seokjin, ikut bergabung di antara mereka. Senyuman manisnya adalah kebohongan. “Senang bertemu denganmu, Nona Dexter." Aera mengerutkan dahinya, tidak suka mendengar nama itu. “Rupanya kalian semua tahu tentangku.” tertawa sarkas, Aera melanjutkan kalimatnya. “Aku tidak mau berurusan dengan makhluk menyeramkan seperti kalian berdua.” Barangkali, jika Aera adalah manusia. Taehyung langsung membunuhnya. Dia merasa tersinggung. “Oh, benarkah? Kalau begitu apa bedanya dengan kau? Makhluk sepertimu bahkan lebih menyeramkan.” “Taehyung, bisa kau diam sebentar?” Seokjin menyela ucapan Taehyung, mengisyaratkan lewat sorotan mata bahwa adiknya itu sudah keterlaluan. Tak habis pikir—Taehyung mendengus kesal. Kesal sekali. Dia tidak pernah diremehkan. Aera tidak tahu Taehyung itu bagaimana. Belum tahu, apa yang dapat Taehyung lakukan bisa jadi Taehyung diam-diam mengatur skenarionya sendiri untuk melenyapkan nyawa penyihir angkuh itu. “Nona, aku tidak suka basa-basi. Aku juga mengerti, kau membenci kami.” Seokjin realistis saja, dia bisa membaca raut wajah Aera ketika wanita itu dibawa paksa masuk ke dalam rumah ini. Rumah yang menurut Aera lebih mirip sebuah kastil. Dengan nuansa Eropa yang sangat memanjakan mata tetapi mengandung aura mencekam. “Apa yang kau mau dariku?” Aera bertanya lantang. “Hanya ikuti perintahku. Maka semua ini akan selesai.” Jelaskan, bagaimana mungkin Aera bisa mengikuti perintah makhluk pengisap darah ini? Pun ia tak mengerti, sebenarnya ada apa dan mengapa? Mengapa ia harus ikut dan terlibat dalam masalah keluarga ini. Sementara, Taehyung sudah sangat malas sejak tadi. Memilih jalan yang bagus, pria itu lekas beranjak dari duduknya. “Jadi, kapan kita akan melakukan ritualnya? Aku bosan menunggu penyihir sombong ini selama tiga ratus tahun. Kalau saja aku manusia. Aku sudah mati.” “Memangnya siapa yang menyuruh kau menungguku?” Aera menjawab ketus. “Aku tidak pernah mau berada di posisi ini denganmu, setan pengisap darah.” Baiklah, sudah begitu panas suasana tersebut. Seokjin menghela napas berat. “Lebih bagus dilakukan saat bulan baru muncul. Apalagi bulan purnama.” “T-tunggu ritual apa yang kau maksud?!” Aera nyaris memekik. Sungguh membayangkannya dia rasanya gila. Taehyung menunjukkan senyuman miring, tersenyum angkuh menatap Aera. “Coba, hyung beri tahu dia. Aku tidak mau repot-repot menjelaskan.” “Ritual, Red Moon.” Seokjin menarik napas, agaknya dia juga sudah malas kali ini. “Bulan merah. Kau dan Taehyung harus melakukannya dalam waktu dekat. Tapi, aku tidak yakin. Jika kalian berdua saja saling membenci satu sama lain. Bagaimana bisa?” “Itu yang aku pikirkan. Wanita ini keras kepala.” Taehyung mendecih. “Siapkan aku tali untuk mengikatnya nanti.” “Kau sudah bosan hidup ha?!” Aera menatap Taehyung tajam. “Ritual apa itu? Harus melakukan apa? Sampai ha---,” “Apa harus aku jelaskan?” Taehyung mendekat. “Kurasa kau pasti membenci hal ini. Dan bagiku ini sangat menyenangkan.” Seokjin berjalan mengambil sebuah buku tua di lemari yang berada di ruangan itu. Menaruhnya di atas meja. Lalu menatap keduanya bergantian. “Bacalah buku ini sebelum memulainya. Kau tidak boleh membenci Taehyung saat ritual itu berlangsung.” “Setidaknya jawab aku! Ritual semacam apa? Mengapa terdengar sulit?” “Diwaktu Red Moon kau dan Taehyung melakukan ritual penyatuan. Bersetubuh. Sampai disini kau mengerti?” dengan mata yang serius menatap Aera, wanita itu tanpa sadar meneguk air ludahnya. Sial, ritual apa itu? Aera memaki dalam hati tatkala pribadi berbahu lebar itu melangkah pergi, meninggalkan Taehyung yang masih berada disini bersama Aera. “Kalau ini berat untukmu, lebih baik kita berhenti.” ujar Taehyung. “Aku juga tidak mau dan sialnya diriku terpaksa. Kita berdua terjebak, Aera.” “Lelucon. Ini lelucon konyol. Aku juga takkan mau disentuh olehmu.” Aera marah. Frustasi sekali sampai meremas helai rambutnya. “Sudah cukup meminum darahku setiap kau kelaparan! Apalagi sekarang? Kau ingin aku tidur denganmu?! Taehyung, aku membencimu. Sangat benci.” Kim Taehyung tidak tuli, dia mendengar itu semua. Sudut hatinya terasa sakit. Entah mengapa ia bisa merasakannya? Pun ia tidak memiliki jantung yang berfungsi. Berdebar normal seperti manusia. Ratusan tahun yang lalu, sebelum ia menjadi sosok menyeramkan. Taehyung pernah jatuh cinta. Sudah lama sekali. Sekarang, dia tidak mempercayai hal itu lagi. Hingga pada saat waktu dimana wanita yang dicintainya pergi untuk selama-lamanya. Mati terbunuh karena mengikuti sekte sesat. Dendam dalam hatinya belum sembuh. Ini mungkin adalah jawaban, mengapa Taehyung begitu ingin membalaskan seluruh amarahnya. “Aera...“ tepat kala Taehyung memanggil nama itu, ia bergerak begitu cepat. Jemarinya memegangi rahang Aera terus turun mengusap leher. Cukup membuat Aera ketakutan setengah mati. Taehyung tersenyum, beserta matanya yang memerah juga tangannya yang bermunculan urat. Aera akan menyelamatkan diri, dia tahu Taehyung sebentar lagi mengeluarkan taringnya. “Bencilah aku sepuas yang kau mau.“ bisiknya. “Suatu saat kau akan tahu mengapa kita di takdirkan bertemu.” “Ingat satu hal, Aera. Penyihir dan vampire tidak mungkin bersatu.” []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN