TITIK TEMU
[40] Kebahagiaan yang Shena mau
__________________________________
Tidak hanya Shena yang menoleh, namun semua orang yang berada di sekitar perpustakaan memandang ke arah cowok pemilik suara itu. Shena tidak percaya saat cowok dengan wajah biasa saja itu mengatakan tentang hal yang sebenarnya tidak benar. Namun Shena diam saja, tak menyangkal karena mungkin terlalu kaget dengan situasi yang terjadi diantara mereka. Albi; pelaku dari ucapan 'jangan ganggu cewek gue', memandang beberapa murid cewek yang baru saja menghina Shena di depan umum. Mengatakan tentang video viral itu lagi dan lagi.
Albi yang biasanya dikenal sangat pendiam, tidak peduli pada semua keadaan apapun, bahkan baru-baru ini bertengkar dengan Shena, malah mengatakan di depan umum bahwa Shena adalah pacarnya. Bukankah hal itu aneh? Apalagi, mereka semua tak pernah melihat Albi serius terhadap cewek manapun, karena melihat betapa masa bodonya Albi dengan dunia percintaan. Sayangnya, hari ini, teori tentang Albi yang tidak akan jatuh cinta—seperti terpatahkan oleh ucapan cowok itu sendiri. Walaupun pada dasarnya, Albi tidak bicara bahwa dirinya menyukai Shena, mencintai Shena, atau sebagainya. Namun tetap saja Albi merasa bahwa semua ini harus diakhiri.
"Gue bilang, jangan ganggu cewek gue!" Tandas Albi yang berdiri di depan Shena, menutupi tubuh cewek itu dengan tubuhnya.
Liliana dan Sofya pun seperti dibuat berpikir tentang kejadian yang baru saja mereka lihat. Bahkan Nandan dan Rilo yang baru datang hanya saling pandang dan bertanya soal; kapan mereka jadiannya? Semua tentang keduanya tampak sangat abu-abu. Albi dan Shena, pacaran? Sebuah hal yang sangat mustahil dilakukan. Jangankan pacaran, berteman saja sudah syukur. Tapi sepertinya, jika dilihat dari wajah Albi yang serius—walaupun serius setiap hari. Cowok itu tidak main-main.
"Video yang tersebar sampai viral, belum ada konfirmasi lebih lanjut. Mereka memang menyebutkan nama Shena di dalamnya. Tapi siapa tahu ada orang yang enggak suka sama Shena, seperti kalian, yang menuduh Shena melakukan hal itu. Lagipula, kalau Shena memang melakukannya, dia enggak bakalan berani muncul di sekolah." Tandas Albi membela Shena di depan semua orang. "Hanya karena bermodal video dengan dibubuhi nama Shena, kalian langsung memberitakan tanggapan spontan tanpa adanya bukti yang valid." Sambung Albi menatap semua orang yang lama-kelamaan menjadi banyak.
"Tapi banyak kok yang bilang kalau itu Shena!" Tandas salah satu cewek yang baru saja datang, Patricia. Dia adalah cewek yang sama yang telah melemparkan bola basket berulang kepada Shena di lapangan kemarin.
Albi tersenyum sinis, "kalau gitu, berikan gue bukti yang valid kalau itu Shena. Berikan bukti yang sekiranya membuat Lo enggak bakalan terseret dalam kasus pencemaran nama baik."
"Pencemaran nama baik?" Ucap mereka semua dengan nada yang cukup ketakutan. Padahal Albi hanya menggertak saja, namun semua orang di sana tampak kebingungan.
"Papinya Shena sudah menyiapkan pengacara untuk membawa kasus ini ke jalur hukum dengan tuduhan pencemaran nama baik dan kasus pem-bully an. Shena juga akan dilindungi oleh Komnas anak dan perempuan sebagai korban. Kalau kalian mau main-main, silakan! Kalau mau melanjutkan tuduhan tanpa bukti, silakan! Tapi kalian pun sama-sama tahu bahwa kasus-kasus seperti ini bukan main-main." Ucap Albi yang sudah sangat meyakinkan.
Patricia tampak gusar, "lagipula banyak yang bully dia. Masa semua orang yang akan dilaporkan? Terlalu berlebihan tahu enggak!"
"Bagaimana kalau kita lihat dalam waktu dua kali dua puluh empat jam? Kalau buktinya lengkap, mungkin Papinya Shena akan meminta untuk melakukan penangkapan terhadap pelaku pencemaran nama baik, fitnah, pelaku bully. Berlapis-lapis enggak, tuh, pasalnya. Kira-kira, bisa dipenjara berapa tahun, ya?" Ucap Albi menatap Patricia dan semua orang yang sempat mengata-ngatai Shena seenaknya.
Shena merasakan kehangatan di telapak tangannya, ketika tangannya digenggam dengan hangat oleh Albi yang sejak tadi membelanya dengan kata-kata yang sepenuhnya tidak benar. Shena tidak akan membawa kasus apapun ke jalur hukum dan Shena pun tidak tahu apakah Papinya juga akan peduli tentang dirinya di sekolah? Bukankah Papinya hanya peduli pada reputasi keluarga mereka? Tanpa memikirkan tentang dirinya?
Albi menarik Shena menjauh dari kerumunan, meninggalkan semua orang dan berjalan tanpa beban ke arah kantin. Shena menatap tangan kanannya yang digenggam hangat oleh Albi, bibirnya pun tidak bisa berhenti tersenyum. Terkadang, hal kecil mampu menjadi besar ketika kita merasakannya. Albi bahkan tidak menggubris semua tatapan dari banyak orang tentang dirinya.
"Mau makan apa?" Tanya Albi yang melepaskan genggamannya ketika mereka sampai di kantin. "Gue mau makan nasi goreng." Sambungnya dengan menyebutkan makanan apa yang ingin dipesannya.
Shena menatap Albi yang berada di depannya, "gue enggak mau makan. Mau minum air mineral dingin aja."
Albi menarik salah satu kursi dan meminta Shena duduk. Cowok itu pun ikutan duduk di depan Shena, mengamati wajah yang memang benar-benar sempurna. Siapa yang bilang Shena tidak cantik, mungkin matanya sudah buta. Shena adalah mahakarya Tuhan yang sempurna dan dapat Albi nikmati sedekat ini.
"Apakah ini definisi hidup sendiri yang beberapa jam lalu Lo katakan sama Nandan?" Tanya Shena serius dengan tersenyum sinis.
Albi mengangkat kedua bahunya acuh, "terkadang ... kita harus berani keluar dari zona nyaman. Mungkin ini akan menjadi cerita romance seperti yang ada dalam novel romantis; seorang cowok yang menolong cewek dari bully-an dengan mengaku sebagai pacarnya. Tapi gue enggak akan seberpengaruh itu. Seorang Albi bukan apa-apa di mata orang-orang. Gue bukan cowok populer yang ada di sekolah atau ketua OSIS yang berwibawa, bukan juga kapten tim olahraga. Gue cuma manusia biasa yang enggak akan bikin siapapun iri karena Lo memiliki gue. Gue bukan sesuatu yang sangat istimewa, sehingga cerita Lo enggak akan semewah cerita romance lainnya."
"Gue mau makan bakso," tandas Shena yang mendapatkan anggukan singkat dari Albi.
Cowok itu hendak beranjak, namun ditarik oleh Shena kembali.
"Dan satu lagi~" ucap Shena yang membuat Albi kembali menatapnya bingung. "Gue mau makan bakso dan nasi goreng sama Lo." Sambungnya.
"Hm," dehem Albi yang berjalan menjauh dari Shena.
"SHENA!" Teriak Nandan, Rilo, Liliana, dan Sofya yang heboh sendiri memasuki kantin.
"Lo pacaran sama Albi?"
"Kapan?"
"Kok bisa?"
"Kalian dijodohin?"
"Kalian udah kaya colokan dan stop kontak?"
Bugh.
"Sakit!"
Percayalah, hantaman itu bukan Shena yang melakukan, namun Albi. Lalu siapakah korbannya? Tentu saja orang yang mulutnya tidak bisa dikontrol, Nandan. Agar lebih mudah dalam berkomunikasi, kita urutkan penanya pertama sampai penanya terakhir; Rilo, Sofya, Liliana, dan terakhir Nandan yang malang.
"Mulut Lo asal jeplak aja!" Tandas Albi dengan wajah kesal.
"Habisnya Lo tiba-tiba punya pacar," ucap Nandan tidak terima.
"Kalian pesan aja sana, biar gue yang traktir." Ucap Shena yang membuat Albi menajamkan matanya.
"YES!" Teriak mereka girang dan sibuk memesan makanan.
"Lo apaan sih?" Tanya Albi dengan menatap Shena.
Shena tersenyum tipis, "biar diam! Dan anggap aja pajak jadian."
"Pajak jadian?" Tanya Albi sambil mengerutkan keningnya bingung.
"Lo ... enggak akan putusin gue dalam kurun waktu satu jam, 'kan?" Tandas Shena dengan tatapan membunuh.
•••••