KILAS BALIK
[31] Bantuan Sean
___________________
Kebingungan Shena seperti terbayar ketika sebuah bola basket dilempar ke arahnya dengan sengaja oleh seorang cewek dengan rambut sebahu yang dibiarkan terurai. Shena menatap ke arah cewek itu dengan tatapan sebal. Beraninya cewek itu melemparkan bola basket ke arahnya, untung saja tidak sampai mengenainya. Karena mengingat semua ucapan Simon tentang; tidak berbuat ulah, Shena memilih untuk menghela napas panjang dan berjalan menjauh. Jika tidak mau terkena masalah, maka sudah sepantasnya menjauhi biang masalahnya.
Liliana dan Sofya langsung mendekat ke arah Shena, menarik lengan cewek itu untuk mendekat ke arah mereka. Shena memang sadar dengan semua kejanggalan pagi ini. Beberapa orang yang biasanya menyapanya dengan suara lembut, tiba-tiba diam seribu bahasa dan tampak memusuhinya. Beberapa lagi menyindirnya dengan kata-kata pedas, yang terkadang tak Shena balas. Tentu saja bukan karena Shena takut, namun karena tidak mau membuat masalah di sekolah barunya sehingga membuatnya harus dipindahkan keluar negeri.
"Pegangin dua dayang-dayangnya!" Perintah cewek berambut sebahu itu kepada teman-teman ceweknya yang lain. "Oh iya, kalau kalian semua enggak mau bermasalah sama gue dan kelas dua belas yang lain, kalian harus diam!" Tandas cewek itu kepada cewek-cewek kelas sebelas IPA-1, kelas Shena dan teman-temanya yang lain.
Beberapa cewek kelas XII IPA-2 itu mendekat ke arah Liliana dan Sofya, mereka menarik keduanya dengan kasar—memisahkan dengan Shena yang berontak ketika dipegangi. Di lapangan itu hanya ada cewek-cewek, baik dari kelas sebelas maupun dua belas yang katanya kelas olahraganya akan digabungkan. Para cowok dari masing-masing kelas belum ada yang muncul, mungkin masih berada di kantin atau ruang ganti. Beberapa cewek kelas sebelas atau dua belas pun belum semuanya datang ke lapangan.
"LEPASIN!" Bentak Shena dengan wajah marah dan berusaha untuk melepaskan cengkraman kedua cewek kelas dua belas itu. "Gue bakalan laporin sama guru kalau kalian enggak lepasin gue!" Sambung Shena semakin marah.
Cewek berambut sebahu itu mendekat, Patricia namanya. Dia adalah cewek yang sering melakukan tindakan bully kepada beberapa anak yang dirasanya mengganggu. Apalagi ketenarannya sempat meredup akibat adanya Shena. Namun bukan hanya itu saja, semenjak melihat Shena ada di sekolah ini, Patricia sudah sangat membencinya.
Patricia menangkup wajah Shena dengan tangan kanannya dan mulai tersenyum senang, "harusnya cewek kaya Lo enggak sekolah di sini. Kalau gue pikir-pikir, Lo masuk dalam salah satu spesies psikopat yang enggak tahu diri! Mungkin muka Lo boleh polos, tapi kelakuan Lo sama aja ternyata kaya iblis!"
"Hahaha ... dasar cewek sinting!" Ucap Shena tanpa rasa takut sama sekali. Dia sudah tidak peduli dengan apa yang namanya masalah. Cewek di depannya ini sudah berani sekali bermain-main dengannya.
Patricia tersenyum licik, "video kekerasan yang menyeret nama Lo sampai viral di mana-mana. Tapi Lo sama sekali enggak merasa bersalah sama korbannya? Lo enggak bikin klarifikasi tentang video itu, Shena Shen~"
"Video?" Tanya Shena dengan wajah bingung karena menyebutkan kata video. "Video apaan?" Sambungnya semakin penasaran.
Patricia bertepuk tangan dengan keras, "bagus, bagus banget akting Lo! Ternyata benar, Lo memang seorang psikopat. Biasanya ... psikopat itu enggak punya rasa bersalah sama sekali!"
Shena masih tidak mengerti apa yang sedang Patricia berusaha jelaskan kepadanya. Namun dari tatapan semua orang yang berada di lapangan, mungkinkah video itu? Shena menatap sekeliling, menatap beberapa teman cowoknya yang berada dipinggir lapangan. Mereka bahkan diam saja, tidak berusaha untuk membantunya atau setidaknya Liliana dan Sofya. Mereka bahkan hanya diam sambil menonton. Ah, mengapa cowok jaman sekarang mempunyai mental tempe? Mereka bahkan lebih suka menonton daripada membantu melerai.
"Handphone," ucap Patricia yang meminta ponsel kepada seorang cewek yang sejak tadi memegangi sebuah tas berwarna biru. "Video yang tersebar di Layarkaca dan Watching selama kurang lebih tiga jam, memang sudah dihapus. Tapi siapa yang bisa menghapus video yang tersimpan di handphone masing-masing? Mungkin Lo akan mengerti kalau kembali menonton aksi psikopat Lo!" Sambung Patricia setelah mendapatkan ponselnya dari cewek yang berada di belakangnya
Shena menatap ke arah layar ponsel Patricia, di mana video seorang cewek dengan memakai dress warna merah sedang menendangi cewek yang ada di bawahnya. Terdengar teriakan dan juga suara mereka, namun tidak terlalu jelas suaranya mirip siapa. Namun mereka semua meyakini bahwa cewek dalam video itu adalah Shena yang sedang menendang dan memukuli seseorang. Walaupun wajah mereka tidak dapat dikenali karena di-blur, namun prasangka tersebut sudah mengarah kepada Shena.
"Diam 'kan Lo?" Tandas Patricia karena puas melihat perubahan wajah Shena.
Patricia mengambil bola basket di bawahnya, bola yang sempat dia gunakan untuk melempar Shena namun tidak kena tadi. Sayangnya, cewek itu benar-benar ingin sekali membuat malu Shena di depan semua orang yang menyukainya, walaupun dulu. Patricia melempar bola itu tepat di wajah Shena. Membuat pandangan Shena mengabur dan hidungnya pun sakit. Terlihat darah keluar dari hidung cewek itu. Namun Shena tampak tidak bereaksi sama sekali.
"SHENA," teriak Lilian dan Sofya dengan kencang.
"Tolongin Shena," pinta Liliana kepada semua orang yang ada di sana.
"Tolongin Shena," ulang Sofya dengan nada penuh penekanan.
Liliana dan Sofya benar-benar tidak tahu harus bagaimana, posisinya saja sudah tidak bisa bergerak karena dipegang oleh cewek-cewek kelas dua belas yang lumayan banyak.
Namun tiba-tiba, banyak sekali bola basket yang melayang seperti hujan ke tubuh Shena. Cewek itu seperti terpaku dan pasrah dengan keadaan. Ketika banyak sekali bola basket yang membuat sakit tubuhnya, bahkan membuat parah mimisannya. Shena terdiam dengan menatap semua orang di depannya. Apakah dia memang pantas mendapatkannya?
Shena melihat seorang cowok berlari ke arahnya dengan cepat, memeluk dirinya dan menerima semua bola basket yang seharusnya mengenai tubuh Shena. Pelukan itu rasanya hangat sekali, membuat Shena merasa nyaman dan pasrah ketika berada di dalam pelukan itu. Shena tidak mengenalnya, namun suara menenangkan itu menyapa telinganya dengan lembut.
"Jangan takut, aku ada di sini untuk lindungin kamu!" Ucapnya sambil mengelus rambut Shena, cowok ini pernah mengajaknya jalan dan dia tolak mentah-mentah. Tetapi pelukannya, hangat.
"STOP!" Teriak Patricia kepada semua temannya, meminta mereka untuk menghentikan hujan bola basket kepada Shena. "Kalian enggak lihat kalau yang kalian lemparin sejak tadi itu Sean-nya gue." Bentaknya dengan kesal.
Cowok itu menatap wajah Shena yang memerah dan darah yang keluar dari hidungnya. Bahkan sekarang, darah itu berpindah mengenai seragam olahraganya.
"JANGAN GANGGU DIA!" Bentak cowok yang dipanggil Sean itu saat berbalik menatap cewek-cewek yang berada di kelasnya. "Sudah berapa kali gue bilang sama Lo, Patricia, untuk enggak ganggu orang lain!" Marah Sean yang menakutkan.
Shena berada di belakang Sean, memegangi seragam olahraga Sean. Membuat banyak cewek di sana semakin tidak suka. Betapa sangat istimewanya Shena, sampai cowok sekelas Sean membelanya.
"Kita ke UKS," ucap Sean kepada Shena setelah menghadap Shena.
Cowok itu merangkul Shena dan mengajaknya berjalan meninggalkan lapangan. Shena menatap Albi, Rilo, dan Nandan yang baru saja datang dan berdiri di pinggir lapangan. Nandan terlihat ingin menyusulnya, namun ditahan oleh Sean dengan wajah dingin.
"Biar gue yang bawa Shena ke UKS!" tandas Sean yang meninggalkan lapangan bersama dengan Shena.
Nandan memasang wajah sebal saat Shena tidak terlihat lagi, "sok galak! Memangnya dia siapa?"
"Bodo!" Ucap Albi yang melangkah mendekat ke arah Liliana dan Sofya. Albi melepaskan tangan beberapa kakak kelasnya yang memegangi kedua temannya itu dengan mudah dan tanpa perlawanan apapun dari cewek-cewek kelas dua belas itu.
"Daebak," ucap Liliana dan Sofya bersamaan karena berhasil lepas begitu saja.
•••••