TITIK TEMU
[24] Albi Si Jago Gambar
_________________________
Rumah Shena tampak ramai dengan kehadiran teman-teman barunya. Ini adalah kali pertama dalam sejarah kehidupan Shena, ada banyak teman yang datang ke rumahnya. Mereka bahkan tidak canggung sama sekali dan sudah seperti teman lama. Kadangkala Shena akan melihat mereka bertengkar, saling dorong, marah-marah, tertawa, dan sesekali sibuk dengan tugas masing-masing. Sebenarnya, teman-teman seperti inilah yang selalu dia inginkan. Dia merasa Albi—si menyebalkan—sangat beruntung karena mempunyai sahabat sebaik sahabatnya ini.
Nandan masih fokus dengan semua makanan ringan yang disajikan. Dia tidak malu untuk mencoba semuanya dan tersenyum senang seperti anak kecil. Albi sendiri hanya menggeleng pelan melihat tingkah kekanakan temannya ini. Namun dia tidak mau berkomentar sama sekali. Terserah Nandan saja, yang penting tidak berisik. Shena sendiri duduk saling berhadapan dengan Albi karena mereka harus bekerja satu kelompok. Hal yang sangat dibenci Shena maupun Albi. Jika bukan karena nilai, mereka tidak akan repot-repot untuk mengerjakan bersama seperti ini.
Albi membuka buku paket biologi yang ada di atas meja, menyodorkan kepada Shena yang tengah melamun sambil menatap teman-temannya. Dia masih merasa takjub dengan adanya teman-teman sekolah di rumahnya. Mereka benar-benar menghiburnya hari ini dan menaikkan mood-nya yang sempat berantakan.
Tok... Tok... Tok...
Albi mengetuk meja dengan sengaja, membuat semua orang yang ada di sana menatap ke arahnya termasuk Shena yang tidak fokus sejak tadi karena terlalu senang. Jujur saja, untuk orang yang tidak punya teman sepertinya, kedatangan orang lain seperti hal yang menyenangkan. Sebelumnya, Shena tidak punya teman seperti mereka. Jadi ... dia merasa mempunyai kehidupan lain yang sebenarnya bisa dia coba.
"Fokus! Bisa 'kan?" Tandas Albi kepada Shena yang menatapnya sebal.
Mungkin, suasana buruk pun bukan karena yang lain. Namun karena adanya Albi di sini. Jika bisa, Albi tidak usah datang jika teman-teman yang lain ingin datang. Membuatnya sebal saja!
"Lo dengar enggak sih?" Tanya Albi dengan galak. "Gue mau selesaikan semua tugas ini dengan cepat dan pulang. Jadi tolong kerjasamanya!" Sambung Albi dengan sangat penuh penekanan.
Shena menghela napas panjang dan menatap balik Albi, "Lo minta gue untuk enggak ngomong sama Lo, 'kan? Kenapa sekarang cerewet?"
Baik Nandan, Liliana, dan Sofya memilih untuk pura-pura berdiskusi masalah tugas ketimbang harus mengurusi kedua manusia yang memang sejak awal tidak pernah akur itu. Mereka bertiga pun heran, mengapa Albi begitu terlihat sangat membenci Shena. Padahal, mereka pikir, hubungan keduanya akan membaik karena bisa belajar bersama dan Albi yang tidak menolak karena mereka meminta belajar kelompok di rumah Shena.
"Nih, Lo yang nulis rangkumannya dan gue yang gambar sel-nya. Kita enggak perlu ngobrol kok! Cukup fokus sama tugas masing-masing." Tandas Albi yang menyerahkan buku paketnya ke arah Shena.
Shena menarik buku itu dengan kasar, "hm ... terserah Lo aja!"
Setelah itu, keduanya mulai fokus mengerjakan. Shena menuliskan beberapa materi yang penting di kertas. Sedangkan Albi sudah fokus dengan buku dan pensilnya. Dia benar-benar pandai menggambar. Bahkan Shena cukup kaget dengan salah satu gambar yang telah selesai.
"Gila ... Lo gambar sel doang kenapa kaya mau ikutan lomba gambar? Kalau gini namanya, enggak bakalan ada yang bisa nyaingin makalah Lo sama Shena. Mana tulisan Shena juga bagus banget pula. Apa kabar sama pekerjaan punya Liliana sama Sofya yang memprihatinkan?" Sindir Nandan yang membuat Sofya langsung menanganinya dengan buku paket yang dipikulkan ke bahunya.
"SAKIT!" Teriak Nanda dengan mengelus bahunya. "Lo kenapa sih demen banget KDRT sama gue? Mau gue laporin ke Komnas HAM Lo?" Sambung Nandan marah-marah.
Liliana tertawa pelan, "Komnas HAM itu khusus untuk manusia. Harusnya Lo lapor ke suaka margasatwa sana."
"Lo pikir, gue satwa yang dilindungi apa?" Ketus Nandan yang mendapat tatapan membunuh dari Albi. "Gue cuma duduk doang, Bi. Aelah, iya, gue diam aja!" Sambung Nandan sambil kembali fokus dengan kertasnya yang masih kosong melompong.
Shena menarik kertas yang sudah selesai digambar oleh Albi, "ini udah selesai, 'kan? Gue kasih nama-nama, ya?"
"Hm," hanya itu yang keluar dari mulut Albi. Kata 'hm' saja sudah sangat syukur untuk beberapa orang. Karena Albi jarang menjawab apa yang orang lain katakan padanya. Mungkin karena orang-orang seperti Albi adalah orang-orang yang pelit bicara.
Shena sendiri pun merasa kesal karena Albi tidak menyenangkan. Cowok itu selalu melakukan apapun yang dia suka dan terkadang sangat galak kepada siapapun. Hanya saja, Shena kagum karena seorang cowok yang biasanya identik dengan malas belajar—tidak berlaku untuk seorang Albi yang begitu serius dalam semua kegiatannya. Bahkan kepintaran itu pun yang membuat Albi dikenal dan disukai banyak orang. Segelintir yang tidak menyukainya mungkin karena cowok itu jarang bicara atau jarang menjawab sapaan mereka.
"Gue nyontek gambar Lo, boleh?" Tanya Liliana kepada Albi yang hanya ditanggapi dengan anggukan singkat.
Diam-diam, Shena menatap wajah Albi yang dingin. Cowok yang pernah mengatainya dengan kasar. Bahkan pernah membuatnya sakit hati atas perlakuannya. Mungkin baru Albi; cowok bermulut pedas yang selalu menamparnya dengan realita yang menyakitkan. Sesekali Shena pun memikirkan tentang semua ucapan Albi yang nyatanya memang sangat mengena di hatinya.
Tiba-tiba Shena merasakan ada yang menempel di pundaknya, ada kepala Sofya yang sengaja disandarkan ke pundaknya.
"Capek banget, Shen. Tangan gue pegal-pegal deh kayanya." Gerutu Sofya kepada Shena.
Shena pun mengangguk, "kalian biasanya sering kerja kelompok begini?"
"Iya," jawab Liliana dan Sofya kompak. "Walaupun kelompok masing-masing, kita tetap kerjain sama-sama. Soalnya cuma Albi yang bisa bantu kalau kita enggak paham sama materinya. Kadang kita juga sering belajar sama-sama walaupun enggak ada pekerjaan kelompok atau tugas. Albi yang sering ngajarin kita semua." Sambung Liliana yang disambut anggukan dari Sofya dan Nandan.
Sofya mengangkat kepalanya dari pundak Shena, "kapan-kapan, kalau Lo mau belajar bareng, kita bakalan senang banget. Iya 'kan, Bi?"
"Enggak!" Jawab Albi singkat, padat, dan sangat-sangat menusuk. "Gue enggak mau menerima orang yang hampir menghancurkan usaha gue sebagai teman yang mau belajar bareng. Kalau pun sekarang gue ada di sini, semua itu murni karena kerja kelompok, tuntutan tugas!" Sindir Albi yang membuat Shena menatap matanya kesal.
"Gue juga enggak mau diajarin sama Lo! Gue bisa ngerjain apapun tanpa bantuan Lo!"
Albi mengangguk, "bagus! Lo bawa pekerjaan kita. Jangan sampai besok ketinggalan dan buat masalah baru untuk gue!"
Albi segera merapikan barangnya setelah selesai mengerjakan semua tugasnya dan memasukkannya ke dalam tas.
"Lo mau kemana?" Tanya Nandan dengan setengah berteriak setelah Albi memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.
Albi menghela napas panjang, "mau pulang! Gue udah selesai ngerjain tugas!"
•••••