17

1085 Kata
TITIK TEMU [17] Dendam? ____________________________ Langkah Albi tampak pelan ketika melihat siapa cewek yang tengah dipapah mundur oleh kedua anak PMR dari barisan upacara. Tatapan mereka sempat bertemu, antara cewek itu dengan Albi yang malah memilih untuk diam di tempatnya. Tidak jadi membantu kalau-kalau cewek itu ambruk di tempat. Albi mengalihkan pandangan matanya, memilih menatap ke arah mimbar di mana Pak Kepala sekolah sedang memberikan amanat upacara. Terdengar beberapa keluhan dari beberapa siswa yang berdiri paling belakang. Menggerutu karena amanat panjang yang terlalu membosankan. Albi sendiri memilih menikmati. Toh, upacara empat puluh lima menit tidak sebanding dengan perjuangan para pahlawan yang menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk bisa mengibarkan bendera merah-putih dengan setinggi-tingginya. Panas terik pun bukan alasan untuk menggerutu tentang upacara bendera. Lagipula hanya hari Senin dan beberapa hari bertema nasional saja. Tidak setiap hari melakukan upacara, jadi masih ingin mengeluh? "Albi," panggil salah satu cewek dengan rompi PMR yang sama sepertinya dari arah ruang UKS. Dengan tidak banyak bertanya atau bicara, Albi langsung berjalan mendekat ke arah cewek itu. "Gantiin gue buat jaga UKS dulu ya, Bi. Gue mau ke kamar mandi dulu. Ada yang urgent banget ini." Keluh temannya itu dengan wajah yang gelisah. Albi mengangguk, "oke, enggak masalah." "Makasih banget ya, Bi. Gue cabut dulu. Janji deh, besok Lo libur jaga UKS. Biar gue yang gantiin." Ucap temannya itu dengan tersenyum lega. "Iya. Santai aja!" Jawab Albi sambil tersenyum. Cewek itu memberikan papan kayu berisi data pasien di UKS. Barulah setelah itu dia pergi dengan sedikit berlari. Albi tahu, pasti ada masalah dengan datang bulan. Cewek-cewek yang dikenalnya selalu begitu. Suka sekali heboh ketika sedang datang bulan. Albi penasaran, apakah seribet itu? Apalagi beberapa diantaranya akan merasakan sakit, katanya. Albi sering berpikir, sakitnya memang sakit atau karena cewek suka sekali berlebihan terhadap sesuatu? Albi jadi sulit membedakan. Albi masuk ke ruang UKS. Kamar cowok kosong hari ini. Dan Albi baru ingat jika di kamar cewek ada satu pasien yang seharusnya dia hindari. Cewek menyebalkan yang membuat Albi naik darah setiap kali melihat wajahnya. Albi memilih untuk duduk disalah satu bangku dan menatap papan kayu di mana sebuah nama terpampang jelas di sana. Adinda Arfishena. Menurut Albi, nama itu cukup indah untuk cewek secantik itu. Oke, Albi tidak akan munafik tentang hal itu. Shena memang cantik, siapa pun orangnya akan mengatakan hal yang sama. Shena juga memiliki tubuh yang proporsional dan penampilan yang menawan untuk ukuran anak SMA. Tentu saja karena cewek itu hidup sebagai anak orang kaya. Albi yakin seratus persen jika Shena seringkali melakukan perawatan wajah dan tubuh. Bisa dilihat lah dari wajahnya yang bersih tanpa cela itu. "Mikirin apa sih, Bi! Enggak usah aneh-aneh deh!" Ucap Albi kepada dirinya sendiri karena memikirkan tentang Shena. Dia tidak mau menjadi cowok m***m yang memikirkan wajah cewek atau lebih dari itu. "Auw," lirih Shena dari dalam ruangan. Albi menghela napas panjang dan akhirnya mau tidak mau berjalan menghampiri Shena ke dalam. Dia tidak mau dikatakan sebagai petugas yang lalai karena dia tidak menyukai cewek itu. Apapun alasannya, Albi harus bisa bertindak profesional. "Ada yang sakit?" Tanya Albi ketika sudah berada di dalam ruangan. Shena membulatkan kedua bola matanya saat melihat Albi di dalam ruangan, berdua dengannya. Shena langsung beranjak dari tidurnya dan memilih posisi duduk. Cewek itu tampak mengambil bantal dan menutupi dadanya. "Gue petugas PMR, enggak usah mikir aneh-aneh dan berlebihan. Kalau Lo sakit, bilang sakit Lo apaan. Biar gue bisa cariin obatnya." Ucap Albi dengan nada cuek. Shena masih tidak bergeming dari tempatnya. Cewek itu hanya diam sambil menahan sakit di perutnya. Tangannya meremas bantal yang berada di depan dadanya dengan kencang. "Muka Lo kenapa? Kok jadi pucet gitu, sih?" Panik Albi yang mendekatkan tubuhnya ke arah Shena. "STOP! Jangan dekat-dekat sama gue. Pergi sana! Gue enggak pa-pa. Enggak usah modus." Teriak Shena sebal. Albi hanya bisa tersenyum jengkel kepada Shena, "benar-benar enggak waras Lo. Terserah deh! Mau sakit kek, mau apa kek, gue enggak peduli sama Lo." Shena menatap kepergian Albi yang melenggang keluar dari ruangan itu. Cewek itu menghela napas panjang dan memilih untuk diam di ranjang UKS sendirian. Sedangkan Albi sekarang memilih untuk duduk kembali di bangku yang sempat dia duduki tadi. Seorang petugas bagian dapur membawakan teh panas. Albi meminta Bapak itu untuk langsung memberikannya kepada Shena. Dia tidak mau masuk kembali kesana. Baginya, Shena hanya cewek sok cantik yang senang merendahkan orang lain. "Shena mana?" Tanya Nandan yang baru saja masuk ke UKS. "Tahu dari mana kalau dia di sini?" Tanya Albi kepada Nandan. Nandan tersenyum, "tadi anak-anak pada bilang kalau ada anak baru yang dipapah sama anak-anak PMR. Dia sakit apaan?" Albi mengangkat kedua bahunya tidak tahu, "tanya aja sendiri! Sakit atau pura-pura sakit enggak ada bedanya juga. Lo suka sama dia?" Nandan tertawa detik itu juga. Dia tidak habis pikir kepada Albi yang bertanya hal itu berulang kali saat dirinya menaruh perhatian kepada seorang cewek. Padahal itu hal yang lumrah untuk Nandan sendiri. Dia humble, kepada siapapun. Tidak hanya kepada Shena. "Gue? Suka sama Shena? No! Gue sama Shena enggak cocok." Jawab Nandan spontan sambil meredakan tawanya. "Gue adalah orang yang welcome sama siapa aja. Shena teman yang seru, menurut gue. Walaupun belum kenal dekat sih. Dia terlalu populer, bukan tipe gue banget. Mungkin bakalan cocok sama seseorang cuek kaya Lo." Sambung Nandan menaik-turunkan alisnya. Albi hanya memasang wajah tidak suka, "gue? Cocok sama cewek itu? Enggak akan! Gue enggak akan suka atau naksir sama itu cewek apapun yang terjadi." "Udah biasa," "Apanya yang udah biasa?" Ketus Albi menanggapi ucapan Nandan. Nandan tertawa, "Sofya sering cerita tentang novel yang sering dia baca. Tentang dua orang yang awalnya saling benci, tapi lama-lama jadi suka. Kita enggak bisa memprediksi masa depan dan perasaan." "Terserah!" Putus Albi akhirnya. Nandan menyembunyikan senyum di wajahnya. Cowok itu mengabaikan kekesalan Albi dan memilih untuk masuk ke ruangan UKS cewek, di mana Shena tengah terbaring di ranjang. Albi tidak mau peduli dengan apa yang dilakukan Nandan di sana atau seberapa dekatnya hubungan keduanya. Albi memilih untuk menikmati waktunya sendirian sebelum harus masuk ke kelas dan memulai paginya dengan pelajaran. Teman-temannya yang lain sangat merindukan suasana sekolah, sedangkan dirinya sama sekali tidak. Bahkan masa liburannya harus dihabiskan dengan bimbel sialan itu! Ibunya tidak berubah, masih memaksanya untuk melakukan ini dan itu. Percayalah, Albi sudah berusaha untuk tetap sabar walaupun hatinya panas. "Cewek itu, kenapa bisa sekolah di sini, sih!" Gerutu Albi kesal. Dia kesal setengah mati kepada Shena, cewek yang hampir berhasil menghancurkan bisnisnya. Albi pastikan, hidup cewek itu tidak akan tenang. Karena Albi punya dendam padanya. •••••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN