Chapter 2 - Anak Kesayangan Baru Tante

2209 Kata
Tristan Palmer tidak mampu menjawab pertanyaan Tante Sherly. Dia merasa tertampar. Mungkinkah perasaan yang dia alami pada Olivia selama ini adalah rasa suka? Ataukah mungkin cuma sebatas rasa ingin melindungi saja? Karena ucapannya tak kunjung digubris oleh Tristan, akhirnya Tante Sherly angkat bicara kembali. Dia tersenyum nakal. “Tante maklum kok, sayang. Siapa juga yang tidak akan jatuh hati dengan Olivia?” rayunya. Dicubitnya pipi kiri Tristan dengan gemas. “Dari awal saja tante sudah bisa menebak kalau Olivia akan digandrungi oleh banyak lelaki. Eh, ternyata benar. Tebakan tante hebat, kan?” imbuhnya. Dengan raut wajah masam Tristan membuang muka sambil mengusap-usap bekas cubitan Tante Sherly di pipinya. Dia kelihatan tambah jengkel, sementara Tante Sherly malah tersenyum lebar. “Makanya, kamu harus mengajari Olivia bagaimana caranya ‘melayani’ tamu-tamu kita dengan baik, ya?” pintanya. Dia terdiam sejenak sebelum kembali bicara. “Oh, dan jangan lupa ajari Olivia untuk jaga diri. Kalau bisa, kamu buatkanlah dia semprotan merica untuk antisipasi. ‘Pelanggan’ macam Jamal itu memang meresahkan, sayang,” timpalnya. Ditatapnya manik Tante Sherly dengan sorot tajam. Tristan sedang malas bicara dengan wanita yang sudah tiga tahun berprofesi sebagai seorang m*******i tersebut. “Aku mau minum dulu,” pamitnya, yang langsung buru-buru melangkahkan kakinya keluar dari kamar untuk ‘melayani’ tamu diskotek tersebut. “Heh! Jangan lupa bayar!” perintah Tante Sherly yang masih berdiri sendirian di dalam kamar. “Aku tidak sedang memberikanmu vodka dan jagermeister secara cuma-cuma, Tristan!” timpalnya separo berteriak. Setelah kejadian rusuh dengan ‘pelanggan’ pertamanya itu, Tante Sherly meminta Olivia untuk rehat sekaligus istirahat di asrama yang dia bangun khusus sebagai tempat tinggal seluruh kupu-kupu malam asuhannya. Di sana, Olivia dirawat dan diobati oleh Lilian Ayudia. Lilian yang baru berusia dua puluh empat tahun itu sudah menjajal praktik dewasa sejak usianya masih delapan belas tahun. Masalahnya karena tuntutan ekonomi. Dan keduanya sama-sama berasal dari keluarga yang berantakan alias broken home. “Kamu beruntung,” puji Lilian sembari mengusap perlahan sebuah kapas berbalut obat merah ke atas lengan Olivia yang lecet. “Baru pertama kali masuk, tapi sudah jadi anak kesayangan Tante Sherly.” “Tahu dari mana?” tanya Olivia skeptis seraya mengernyitkan dahi mulusnya. “Aku rasa Tante Sherly memperlakukan semua ‘anaknya’ dengan adil,” pikirnya. Lilian menggeleng sambil tersenyum tipis, “Tidak juga.” Diletakkannya kapasnya ke atas nampan baja yang tergeletak di sampingnya lalu ditatapnya wajah Olivia kembali. “Aku contohnya,” katanya. “Masa sih?” tanya Olivia tak percaya. Disibaknya ke atas kaos biru tua ketat yang sedang dikenakannya. Diperlihatkannya perutnya yang nyaris rata itu pada Olivia. “Karena luka ini,” jawab Lilian. Ada selulit dan sebuah luka bekas jahitan yang terbentang di sana—saksi bisu kalau Lilian pernah dengan sengaja menggugurkan kandungannya. Dia tidak menginginkan bayi itu dan dengan amat terpaksa mengakhiri hidupnya saat usianya masih empat bulan. Lilian lanjut bicara. “Banyak ‘pelanggan’ yang merasa jijik dengan luka bekas sayatan ini,” ungkapnya. Dia tersenyum getir. “Dan lagi, aku sudah cukup lama jadi ‘anak asuh’ Tante Sherly. Mayoritas ‘pelanggan’ sudah merasa bosan denganku. Kebanyakan dari mereka akan cari ‘anak-anak’ baru yang masih fresh dan usianya lebih muda dariku,” jelasnya. “Tapi usia kita ‘kan cuma beda dua tahun? Kamu juga masih muda kok?” debat Olivia dengan raut wajah iba. “Kita memang sama-sama masih muda, tapi kamu baru gabung dan masih ‘segar’. Aku sudah layu.” Olivia langsung menggeleng. “Jangan bicara begitu. Memangnya kamu bunga?” ujarnya sebal. “Tapi memang itu kenyataannya,” kata Lilian pasrah. “Belakangan hari ini aku kepikiran mau pindah kerjaan saja. Kamu bukan orang pertama yang dapat tamu seperti Jamal. Aku sudah sering dapat ‘pelanggan’ yang kelakuannya lebih buruk daripada cecunguk itu,” timpalnya. “Pindah … kerjaan?” Lilian mengangguk seraya tersenyum. “Iya,” jawabnya. “Jadi sugar baby.” “Sugar baby?” tanya Olivia bingung. “Ya, wanita muda yang jadi ‘pacar berbayar’ sugar daddy. Masa kamu tidak tahu?” Olivia menggeleng. “Bedanya, biasanya hubungan antara sugar daddy dan sugar baby itu lebih intim. Ada kesepakatan di awal, dan tidak melulu soal s*x,” jelas Lilian. Dia tersenyum kecut. “Ck, tidak seperti kita. Coba lihat para lelaki hidung belang itu. Habis ‘memakai jasa’ kita, mereka pasti akan meninggalkan kita, bukan?” sungutnya. Olivia hanya mengangguk setuju kali ini. Lilian lanjut bicara usai mengobati luka lecet di lengan dan paha Olivia. “Aku akan membicarakannya pada Tante Sherly nanti,” ucapnya seraya mengambil sebotol obat merah dan beberapa gumpal kapas, lalu meletakkannya ke atas nampan besi. Dia tersenyum pada Olivia. “Kalau kamu mau daftar, bilang-bilang padaku, ya, cantik?” tutupnya sambil bercanda. Malamnya, waktu menunjukkan pukul setengah sebelas saat Olivia mendengar pintu kamarnya diketuk. Dia membuka pintu kamarnya dengan mata yang masih dirundung kantuk. Awalnya dia kira Lilian yang mengetuk pintu kamarnya, tapi ternyata bukan. “Tristan?” panggilnya kaget. “Aku boleh mampir sebentar?” pinta Tristan seraya bisik-bisik. Kelar memperhatikan sekelilingnya, Olivia langsung mengajak Tristan masuk lalu mengunci pintu kamar tidurnya rapat-rapat. Dia bicara empat mata dengan Tristan di tepi ranjangnya. “Mau apa ke sini malam-malam begini?” tanyanya dengan suara pelan. Tristan tersenyum. “Aku cuma mau memastikan kalau kamu baik-baik saja,” jawabnya sembari menangkupkan wajah cantik Olivia dengan kedua tangannya. Dia memandangi wajah Olivia sejenak, lalu beralih menatapi lengan serta paha Olivia. Bekas obat merah yang sudah mengering itu masih ada di sana. “Siapa yang mengobatimu?” tanyanya. “Lilian,” jawab Olivia. “Apa dulu kamu juga yang mengajari Lilian soal s*x?” tanyanya penasaran. “Bukan,” jawab Tristan seraya menggeleng. Dia menghela nafas pendek. “Lilian pertama kali datang ke sini dalam keadaan hamil di luar nikah. Kekasihnya menolak untuk tanggungjawab. Dia ‘diadopsi’ oleh Tante Sherly tak lama setelah menggugurkan bayinya,” jelasnya. Olivia tidak bergumam. ‘Ternyata itu penyebab luka sayatan di perut Lilian,’ pikirnya. Tristan memandang Olivia serius. “Apa Jamal sempat menyentuhmu?” tanyanya. “Tidak,” jawab Olivia. “Kami tidak melakukan apapun.” Mimik muka Tristan berubah resah sekaligus kasihan. Dia mengusap-usap pipi Olivia dengan ibu jarinya. “Bagaimana bisa ada laki-laki yang tega melukai wanita secantik dirimu, Olivia? Sudah sepantasnya kamu dilindungi, bukannya disakiti seperti ini,” lirihnya. “Jamal mabuk berat,” sahut Olivia sambil tersenyum tipis. “Jangan salahkan alkohol. Sekali b******n, tetaplah b******n,” cetus Tristan. Olivia menundukkan kepalanya. Tadinya dia bermaksud untuk menghindari tatapan Tristan, tapi pandangannya malah bertemu dengan sebuah gundukan yang nampak menonjol di daerah s**********n Tristan. Dia sedikit bergerak menjauh. “Eh … ’Anu’-mu …,” gumamnya kikuk. Diikutinya arah pandang Olivia. Tristan menyeringai. “Oh,” gumamnya. “’Dia’ akan berdiri kalau sedang merasa bergairah.” Dipandanginya manik milik Tristan kembali. “Itu artinya, sekarang kamu sedang merasa b*******h?” tanya Olivia. Seringai di wajah tampan Tristan melebar. Dia bergerak mendekati Olivia lalu menindih tubuhnya ke atas ranjang. “Yeah …,” bisiknya sambil meremas satu gundukan ranum milik Olivia. Dia menanggalkan baju tidur Olivia lalu menciumi kedua gundukan kembarnya yang masih terbungkus bra warna hitam itu bergantian. “… karena kamu,” sambungnya. “Ahhh Tristan …,” desah Olivia. Lipatan kenikmatannya beradu dan terus ditekan oleh batang keperkasaan milik Tristan yang makin tegang. Dikecupnya bibir Olivia selama dua detik. “Bolehkah aku menyentuhmu lagi? Aku janji akan membayarmu dan melakukannya dengan pelan,” pinta Tristan seraya menyisiri rambut Olivia dengan kelima jari tangan kanannya. Olivia menggeleng. “Tidak usah membayarku,” katanya. Dia mengalungkan kedua tangannya di leher Tristan lalu mengecup balik bibirnya. “Lakukan saja dengan pelan dan hati-hati,” imbuhnya. **Sementara itu, di kediaman Dominic** Kepulangan Dominic Arya Genio disambut dengan hangat oleh putra sematawayangnya, Calix Arya Genio. Usia Calix baru enam tahun. Tapi tidak ada yang tahu siapa gerangan wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Sebagai mantan aktor terkenal sekaligus direktur utama Maggiorato Otomotive, sebenarnya banyak yang mencoba untuk mengusik sekaligus mencari tahu soal kehidupan pribadi Dominic. Namun semuanya nyaris selalu gagal. Dominic begitu lihai menutupi privasinya dari awak media—termasuk soal keberadaan ibu kandung Calix. Usai perpisahan dan masa lalu buruk yang dia lalui bersama dengan ibu kandung Calix, sampai kini Dominic memilih untuk tidak menikah lagi. Sebagai gantinya, dia sering main perempuan. Tak sedikit kupu-kupu malam yang dengan senang hati dia undang ke rumahnya untuk memuaskan nafsu birahinya. “Papa!” panggil Calix dengan senyum lebarnya. Dia berlari ke arah Dominic lalu membenamkan tubuh mungilnya ke dalam gendongan ayahnya. Diciumnya pucuk kepala putra sematawayangnya. “Hey, sayang,” sapa Dominic seraya tersenyum manis. Dia lalu mencubit pelan pipi Calix yang agak tembem itu. “Kok belum tidur? Besok ‘kan harus sekolah?” tanyanya. “Aku menunggu papa,” jawab Calix. “Katanya papa mau membelikanku mainan baru?” “Oh, iya, papa lupa,” kata Dominic yang senyumnya tampak melebar. Dia menurunkan Calix dari gendongannya lalu beralih mengeluarkan sebuah kotak berisi mainan helikopter lengkap dengan remote kontrolnya dari dalam tas ranselnya. Diberikannya kotak itu pada Calix. “Tada! Mainan baru untukmu,” ujarnya. Calix melompat kegirangan. Diambilnya mainan pemberian papanya lalu diciumnya pipi kiri papanya. “Yeay! Terima kasih, papa!” tuturnya. Dengan semangat dia membuka kotak itu di hadapan papanya. Calix nampak sedikit kesusahan saat dirinya hendak memasangkan remote kontrol helikopternya dua buah baterai. Dominic tak kuasa melihat tingkah laku putranya yang begitu menggemaskan. Dengan sigap dia membantu Calix memasangkan baterainya. “Cara pasangnya seperti ini, sayang,” gumamnya sembari memperlihatkan pada Calix cara memasang baterai yang benar. “Kalau baterainya habis langsung bilang ke bibi, oke? Biar nanti dibelikan baterai yang baru,” perintahnya. “Oke!” Si kecil Calix terlihat begitu asik dengan mainan helikopter barunya, sampai-sampai dia tidak sadar kalau sejak tadi ada seorang perempuan muda berpakaian ketat nan mengundang gairah yang berdiri di samping papanya. “Masih kecil sudah main helikopter, nanti kalau sudah besar jangan lupa minta dibelikan helikopter yang asli sama papa, ya? Kalau bisa sekalian sama kapal pesiar,” canda perempuan itu—Izora namanya. Perempuan panggilan langganan baru Dominic. Calix memandang Izora heran. “Tante siapa?” tanyanya. Izora tersenyum. Dia berlutut di hadapan Calix lalu memperkenalkan dirinya, “Namaku Izora. Kamu pasti Calix, kan?” Calix mengangguk. Pandangannya masih belum lepas dari wajah perempuan yang usianya enam tahun lebih muda dari papanya itu. “Muka tante mirip sama tante yang kemarin dibawa sama papa. Bedanya tante yang kemarin rambutnya pendek,” komentarnya dengan raut polos. “Papaku punya banyak teman, tante.” “Ah …,” gumam Izora seraya menyeringai. “Calix juga pasti punya banyak teman ‘kan di sekolah?” “Iya! Tapi Calix jarang tuh bawa teman Calix main ke rumah. Soalnya papa melarang sih!” gerutu Calix kesal. Dominic langsung mengalihkan topik pembicaraan. Diambilnya mainan helikopter beserta remote kontrolnya itu dari tangan mungil putranya. “Main helikopternya besok lagi, oke? Sekarang waktunya Calix tidur,” perintahnya. “Yah, papa …,” rengek Calix. Dominic lanjut memanggil Nurasmi, kepala asisten rumah tangganya. “Nur?” “Iya, Tuan?” jawab Nurasmi yang dengan tergesa-gesa datang menghampiri Dominic. “Tolong bawa Calix ke kamarnya.” Nurasmi mengangguk, “Baik, Tuan.” Dikecupnya dahi si kecil Calix sebelum membiarkannya menjelajah alam mimpinya. “Selamat malam, sayang,” ucap Dominic. “Dadah, papa!” sahut Calix sambil melambaikan tangan kanannya. Tidak lupa dia berpamitan pada ‘teman ranjang’ papanya. “Dadah, tante!” ***** Percumbuan itu dimulai bahkan sejak Dominic membawa Izora masuk ke dalam kamar tidurnya. Dia melucuti seluruh pakaian Izora dengan liar, lalu mendorong tubuhnya ke atas ranjang. Tangan Izora pun ikut menggerayangi tubuh Dominic. Selesai membantu Dominic menanggalkan seluruh pakaiannya, gantian dirinya yang menindih tubuh laki-laki setinggi 185 sentimeter itu. Dia menyirami tubuh mulus nan berotot Dominic dengan kecupan-kecupannya sembari menggesekkan daerah kewanitaannya dengan batang keperkasaan milik Dominic. Dia menjilati dadaa dan perut berotot Dominic, lalu beralih duduk mengangkang di atas paha Dominic. “Hmm … Ternyata kamu suka mengajak ‘teman perempuan’-mu menginap ya, sayang? Semoga anakmu tidak menyadari kelakuan nakal papanya, ya?” rayu Izora sambil meremas batang berurat milik Dominic. Dia beranjak mengecup ujungnya lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. “Damn,” erang Dominic sambil menjambak rambut Izora. “Jangan mendesah terlalu kencang. Aku tidak mau kalau sampai Calix mendengar desahanmu.” Begitu memperoleh kesadarannya kembali, keduanya terkapar di atas ranjang dengan tubuh lengket karena peluh yang bercampur dengan sedikit cairan 0rgasme. “Biar kusuruh sopirku untuk mengantarmu pulang setelah ini,” gumam Dominic. Tubuhnya tertutup selimut putih sampai batas pinggang. “Ah, nanti dulu dong, sayang,” tolak Izora. “Lagipula sudah malam. Masa kamu tega mengusirku?” “Bukannya aku mau mengusirmu,” sanggah Dominic. “Tapi kamu harus sudah pergi sebelum Calix bangun untuk berangkat sekolah besok. Oke?” “Okay, baby,” ucap Izora. Dia terdiam sejenak sambil menatapi langit-langit kamar tidur Dominic. “Aku sedang galau, sayang,” akunya. “Kenapa?” “Aku takut kehilangan pamorku,” jawab Izora. Dia beralih menatap wajah rupawan teman adu desahannya kembali. “Diskotek tempatku kerja kedatangan ‘anak’ baru. Tante Sherly juga sepertinya sangat menyayangi ‘anak’ baru itu, sayang,” sesalnya. Dominic tersenyum, “Memang siapa namanya?” “Olivia Munia Hayden.” ♥♥TO BE CONTINUED♥♥

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN