Book 2 Part 9: Tak mungkin kembali

1153 Kata
“Mr. Devil – Season II” Author by Natalie Ernison Remost memohon pada Jaes agar mendengarkan ceritanya yang sedari lama ia ingin ceritakan, namun kondisi tak memungkinkan baginya untuk bicara banyak, terlebih lagi saat ini ia sudah memiliki tunangan. Jaes pun mengiyakan permohonan Remost yang ingin bicara empat mata padanya. “Jasmeen, aku... ingin kita kembali seperti dulu..” lirih Remost sambil meraih kedua tangan Jaes. "Tidak mungkin kak, aku tidak sepadan dengan kondisi keluarga kakak. Kita tidak bisa, dan kakak sudah bertunangan." Jaes menarik tangannya dari genggaman Remost. “Aku tidak mencintai Aine, aku tidak pernah sedikit pun mencintainya. Pada malam pesta dansa itu aku sangat ingin menyatakan bahwa kau kekasihku, tetapi suatu agenda mendadak pun telah tersusun rapi. Bunda memaksaku untuk bertunangan dengan Aine, jika tidak bunda akan bertindak nekat…” tukas Remost dengan wajah yang berkaca-kaca. "Iyaa.. jika sudah seperti itu, untuk apa lagi kakak menemuiku, aku tidak ingin menambah masalah." “Jasmeen, mari kita berjuang bersama…” "Stop kak Remost!! kakak jangan gegabah! pertunangan kakak itu sudah sangat sah, jadi jangan jadikan aku tameng kakak!" Jaes menggebrak meja dengan wajah kesal. “Jasmeen… aku tahu aku sudah menyakitimu, dan kata maaf pun tak akan mampu memulihkan luka hatimu, tetapi percayalah semua bukanlah keinginanku..” Remost mengusap wajahnya, dan bersandar di kursi sambil menghela napas yang seakan terasa sesak. "Maafkan aku sayang..." "Aku terlalu naïf, dan sangat naïf jika berharap kakak akan menjadi pria yang akan menerimaku." lirih Jaes dan air matanya sudah mengalir deras. “Jasmeenn! aku selalu menerimamu! aku bahkan tidak pernah memandang status sosial kita!” "Iya, tetapi keluarga kakak! orang tua kakak! apa yang bisa dilakukan lagi!" Jaes menyeka air matanya. “Jasmeen..” Remost meraih tangan Jaes. Plak… Jaes menepis tangan Remost yang ingin menyentuh dirinya. Sudah cukup, aku ingin istrahat! “Jasmeen tunggu sayang…” Remost meraih tangan Jaes paksa. "Lepaskan! dan pulanglah, lalu jadilah anak baik." Jaes bergegas pergi dari hadapan Remost. Arrgghhkk… Remost mengerang kesal, dan duduk kembali sambil memijat kepalanya yang terasa sangat pening. >> Menangis dan terus menangis dalam diam dan ketidak berdayaan Jaes saat ini. Hanya itu yang dapat ia lakukan. Ia kembali berkutat dengan naskahnya, bahkan dalam keadaan yang sedang bersedih ia masih saja menulis. Drtt…. Mr. Bastard memanggil… “Mengapa dia menelponku saat seperti ini…” gumam Jaes saat melihat layar ponsel miliknya, dan itu tak lain dari Cullen. Jaes: “Hallo, apa maumu?” Cullen:“Hei hei.. mengapa dingin begitu sayang? apakah karena terlalu rindu.. hahaha…” Jaes: “ jika tidak ada yang penting, aku akan matikan..” bip. Jaes mengakhiri panggilan dari Cullen, karena ia cukup kesal dengan segala hal yang telah Cullen perbuat padanya. “Dasar pria sadis yang kejam… ahkk…” gumam Jaes sambil mencengkram kepalanya. Rasanya sangat sesak, disaat diri tak mampu melampiaskan rasa amarah itu, pikirnya. Whusss… angin malam berhembus kencang dan juga dingin. Jaes mulai meringuk di balik selimutnya dan segera mematikan laptop miliknya, karena sepertinya akan ada hal yang tak terduga, batinnya. “Kucing kecil, mengapa bersembunyi? apakah aku tidak akan mendapatimu..” tukas Cullen yang kini sudah berada di atas kasurnya, dan sedang duduk di sampingnya. "Pergilah! jangan ganggu aku!" Tukas Jaes dari balik selimut dan masih enggan untuk keluar. “Ingin bermain sayang..” Greppp… Cullen mendekap tubuhnya, dan perlahan masuk ke dalam selimut tebal Jaes, dan kini berada di atas tubuh Jaes. “Ternyata kucing kecilku sangat nakal sekarang…” ujar Cullen sambil mengunci kedua tangan Jaes. "Pergilah.. aku sangat lelah dan tak ingin melayanimu." ujar Jaes dengan wajah sendu dan hampir menangis. “Mengapa kucing kecilku terlihat begitu sedih, apakah aku sudah keterlaluan..” batin Cullen. Perlahan Cullen melepaskan cengkramannya pada kedua tangan Jaes. “Bangunlah…” titah Cullen lalu duduk di samping Jaes. Jaes hanya terdiam sendu, dan dari raut wajahnya sangat jelas bahwa ia sedang bersedih. "Mengapa kalian para pria bertindak sesuka hati… kalian anggap apa wanita? apakah hanya pelampiasan saat kalian ingin, lalu mencampakannya saat kalian bosan." Ujar Jaes dengan berlinangan air mata pilu. "Kalian bertindak sesuka hati, tanpa peduli bagaimana perasaan wanita itu. Apakah sang wanita bahagia atau bahkan menderita, kalian tak pernah peduli, dan..---" Cullen meraih wajah Jaes dan mengecup bibir Jaes. Ia mendekap erat tubuh Jaes, sebuah pelukan yang begitu hangat dan lembut, juga kecupan Cullen yang lembut tak seperti biasanya. "Mengapa kau begitu kejam… kau sudah memiliki wanita, tetapi mengapa kau masih saja mengerjaiku.. apakah kau sangat bahagia melihatku kesusahan…" lirih Jaes, saat Cullen melepaskanj kecupannya sejenak. “Diamlah…” tukas Cullen dengan sorot matanya yang tajam, lalu mendekap erat tubuh Jaes. Jaes pun membalas pelukan Cullen padanya, ia menangis sejadi-jadinya bahkan ia sesekali berteriak kesal, juga memukul-mukul tubuh kekar Cullen. Cullen hanya diam dan tak berkata sepatah kata pun. Ia hanya terus mendekap tubuh lemah Jaes, dan membelai lembut puncak kepala Jaes, seakan memberikan ketenangan pada Jaes. "Jika kau hanya ingin melihatku menderita, lebih baik bunuh saja aku sekarang… aku tidak ingin hidup dalam tekanan begini…" Jaes terus terisak pilu. “Tidak semudah itu, masih banyak hal yang bisa kau perbuat dalam hidupmu. Kau pikir kematian akhir dari segalanya!” tukas Cullen dengan raut wajah yang terlihat kesal pada Jaes, bahkan ia meninggikan nada bicaranya. "Tidak perlu mengajariiku!! jika begitu, jangan usik-usik hidupku lagi! kau pria b******n yang pernah ketemui!" jerit Jaes dengan teriakan paraunya, sambil terus terisak. “Setidaknya aku tidak pernah menjanjikan sesuatu hal yang tak dapat aku penuhi padamu…” tukas Cullen sambil menunduk di hadapan Jaes yang sedang tersungkur menangis di lantai kamarnya. "Apa maksudmu!! b******n!" “Yah, semua kata-kata itu sudah biasa aku dengarkan, bahkan sehari saja tidak mendengar itu, telingaku terasa panas..” Cullen tersenyum pada Jaes, senyuman yang terlihat lembut nan tulus. “Aku tidak bisa menjanjikan hal yang membahagiakanmu, karena bagiku status itu bukanlah yang penting, namun hanya mengikat saja..” "Iya benar… kau memang binatang b******n yang pernah kutemui dalam hidupku…" tukas Jaes dengan bibir yang gemetar menahan rasa amarahnya yang menggebu. “Apa lagi Jasmeen Aime… apakah kau ingin mengatakanku pria kaya yang b******n! atau pria binatang rendahan! atau pria kaya banyak wanita dan sangat b******k!!” ujar Cullen sambil meraih wajah Jaes, dan perlahan menyeka air mata Jaes. “air matamu terlalu mahal hanya untuk menangisi pria yang bahkan tak berjuang untukmu…” tukas Cullen sambil membelai lembut wajah Jaes. Plakk… Jaes menampar wajah tampan Cullen. "Bukankah kau jauh lebih b******n! seorang pria yang sudah bersama wanita namun masih suka mengusik kehidupan seorang wanita yang bahkan tak mengenalmu! jadi, jangan coba-coba menyebutkan kesalahan orang lain, yang kau sendiri tak tahu permasalahannya!" “Iya aku memang pria b******n yang sudah memiliki wanita namun masih mengganggu Jasmeen Aimee. Lalu ada masalah apa dengan hal itu? yang pasti aku menginginkanmu menjadi wanitaku..” Cullen mendekap tubuh Jaes. "Lepaskan aku! kau binatang… ahhkk… hh…" Jaes menelusupkan wajahnya pada d**a bidang Cullen dan menangis pilu dalam dekapan pria misteriusnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN