Bab 3: Kekuatan Super

1054 Kata
*** Perselingkuhan bukanlah sesuatu yang mudah dimaafkan. Bagi seorang istri, itu adalah bagian paling menyakitkan. Daisy sudah memantapkan hati berpisah dari suaminya. Saat ia berbagi cerita dengan sahabatnya, Fattah. Daisy semakin yakin. Fattah membuatnya percaya bahwa dirinya bisa dapatkan yang lebih baik. Daisy pulang ke rumah mewah milk suaminya. Bukan untuk tinggal melainkan untuk mengambil barang-barang miliknya yang tertinggal. Ada beberapa pakaian yang harus ia bawa pergi. Daisy bertekad akan hidup mandiri. Koper milik Daisy sudah penuh dengan pakaian. Wanita itu sudah melangkah keluar dari kamar ketika Anton Pramoedya pulang. "Mau kemana kamu?" Sebelah alis Anton terangkat. "Aku mau pergi dari sini. Aku mau pisah sama kamu, Mas." Saat Daisy menarik kopernya, Anton berusaha menghalangi. Dia memohon agar Daisy memberikan kesempatan. Seperti hati kemarin, Anton mengatakan dirinya khilaf. Dia tidak sengaja menduakan istrinya. Pernyataan Anton itu membuat Daisy tersenyum miring. "Aku dan wanita itu hanya teman. Dia adalah One Night Stand. Apakah hal seperti ini saja kamu tidak bisa terima?" Anton mencoba mencari pembenaran atas dosa yang telah ia lakukan. "Oh. Maksud kamu. Aku juga bisa memesan 'One Night Stand' begitu?" "Kau!" Anton mengeraskan rahangnya. Dia ingin memukuli istrinya tetapi diurungkan. Daisy tidak terima. Walau ia tidak jadi terkena pukulan suaminya, Daisy memilih untuk berjuang akan hak miliknya. Wanita itu dengan tegas memberikan tamparan kepada Anton, tak peduli suaminya merupakan salah satu pria terkaya di Indonesia. Rasa hormat Daisy terhadap pria itu sudah hilang setelah dikhianati. Dia memang mencintai Anton. Ya, itu benar. Hanya saja, Daisy tak mau harga dirinya diinjak-injak. Sebagai wanita, ia tidak boleh lemah. Pasrah akan keadaan, atau bahkan memberikan kesempatan. Tidak, kalau Anton saja bisa khilaf maka Daisy pun berhak untuk tidak memberikan maaf. Sebab waktu terlalu singkat jika harus merenungkan orang-orang yang berbuat khilaf. "Apa? Kamu mau marah aku menamparmu?" tantang Daisy. Anton tidak merespon pertanyaan itu. Dia tampaknya menyesal. Dia menunjukkan mimik memelas. Hampir saja, Daisy luluh. Beruntung lelaki itu langsung berkata, "Aku ingin punya anak, Daisy. Itu sebabnya aku berselingkuh. Aku hanya menginginkan anak dari wanita itu. Setelahnya kita bisa bersama." Kalimat itu seperti komedi yang sangat lucu. Daisy tersenyum kering. Jauh-jauh hari Daisy sering mendorong suaminya untuk melakukan program anak seperti program bayi tabung. Tetapi, Anton selalu menolak. Kemudian, malam ini lelaki itu menjadikan itu semua alasan berselingkuh? Daisy cukup waras untuk tidak memaafkan pria ini. Sakit? Iya. Bagaimana bisa Anton memberikan alasan konyol? Kenyataan ini semakin menyakiti hati Daisy. Ini artinya Anton sejak dulu hanya mempermainkannya. Pria itu tak pernah serius. Perkataannya soal cinta hanyalah omong kosong belaka. Tidak ada yang bisa dipercayai dari apa yang keluar dari mulutnya. "Oh begitu? Silakan lakukan. Aku sudah muak dengan kamu, Mas." Daisy melanjutkan dua langkahnya ketika Anton berseru, "Jangan sok tegar kamu, Daisy. Kamu menangis. Aku tahu kamu sangat mencintaiku. Aku sarankan lebih baik kamu tidak pergi jika tujuanmu hanya untuk dikejar!" Anton berteriak dengan sombongnya. Jujur saja, Daisy merasa Anton semakin mempermainkan hatinya. Lelaki itu telah mengolok-olok cintanya dahulu. Berbekal perasaan marah itulah, Daisy mencopot sepatu hak tinggi miliknya. Wanita itu melemparnya keras ke arah wajah Anton sampai hidung pria itu mengeluarkan darah. Daisy sangat puas melihat kesakitan yang tak seberapa dari pria itu. Daisy pergi. Anton merutuk. Kasar, ia membanting seluruh isi kamarnya. Dia benar-benar murka dikarenakan istrinya tak mau memberikan kesempatan. Dia meremas kasar rambutnya. Dalam hati ia bersumpah akan membawa Daisy kembali kepadanya. *** Daisy belum menemukan rumah. Sehingga ia tinggal di rumah milik Fattah untuk sementara. Kebetulan di rumah itu hanya ada Fattah dan adiknya, Imran. Rencananya Daisy akan mencari apartemen murah keesokan harinya. "Kau bisa tinggal lebih lama di sini kalau kau mau," ujar Fattah sembari mengukir senyum andalannya. "Tidak. Aku akan mencari apartemen murah besok," kata Daisy. Beruntungnya karena Fattah adalah lelaki yang bisa diandalkan. "Terima kasih untuk semuanya, Fattah. Aku akan ke pengadilan besok. Lalu, setelah itu mencari apartemen." "Aku akan bantu cari." Fattah mengusulkan. Daisy tidak protes sebab ia tahu kalau Fattah tak akan biarkan Daisy melakukan apapun sendirian. Suasana tegang terjadi di antara mereka. Fattah tidak mau keheningan melanda mereka. Sehingga pria itu menyalakan TV. Sama seperti hari sebelumnya, berita tentang permainan "Pulau Terkutuk" sedang mencari sukarelawan yang mau berpartisipasi. Berita itu membuat Fattah malas. Dia akan mematikan TV ketika Daisy menghalanginya. "Jangan. Aku suka berita ini." Daisy berseru. "Serius?" Fattah menyipitkan mata. "Maksudku permainan ini berencana membunuh pesertanya. Tayangan itu tidak layak dilihat," sela Fattah. Bagaimana bisa sebuah permainan itu tak mau bertanggung jawab jika terjadi sesuatu dengan pesertanya. Mereka angkat tangan seakan-akan, tidak ikut andil dalam sebuah pembunuhan. "Mereka hanya akan memilih satu pemenang. Itu artinya, peserta lainnya akan mati. Siapa yang mau mengorbankan nyawanya untuk acara TV tak berkualitas seperti itu? Itu permainan paling keji." Fattah menambahkan sambil menggeleng. Ah, dia sudah banyak menghabiskan waktunya hanya untuk mengetahui seperti apa permainan "Pulau Terkutuk" itu. Pandangan Daisy fokus pada lokasi yang ditunjukkan dalam TV. Tempat itu terlihat sangat familiar di kepala Daisy. Seolah ia pernah ke "Pulau Terkutuk". Dia memperhatikan dengan sangat intens. "Aku merasa pulau itu dekat denganku." Tatapan Daisy tak berhenti ke layar TV. Fattah berhenti tersenyum. Wah, apakah mungkin Daisy yang nyaris sempurna itu merasa familiar dengan tempat mengerikan? Fattah mengalihkan perhatian ke arah layar TV. Tak lama, ia juga merasakan hal yang sama. "Pulau itu seperti memanggilku, Fattah." Daisy berbicara lagi. Fattah memperhatikan raut muka wanita itu. Dia mencoba tertawa, mengetes apakah temannya sedang bercanda atau tidak. Tetapi Daisy sepertinya tak bercanda. "Kurasa pulau itu memanggil semua orang. Pulau itu ingin membunuh semua orang yang ke sana." Konon "Pulau Terkutuk" itu sesuai dengan namanya. Siapa pun yang akan ke sana tidak akan pernah kembali dengan selamat. Hanya saja, pulau itu sudah diperkaya dengan bantuan teknologi, bahkan kini menjadi tempat pertarungan sebuah permainan aksi yang berbahaya. Fattah mendadak teringat saat kejadian ia melakukan wawancara. Dia cukup sebal dengan berita soal permainan berbahaya tersebut. Oleh karena itu, Fattah memandangi layar TV menggunakan mata kanannya yang berwarna biru. Fattah ingin memastikan apakah mata tersebut punya kekuatan atau tidak? Fattah memandang serius ke arah layar kaca tersebut. Fokus lalu semakin lama semakin dalam. Lalu, tiba-tiba petir besar menyambar. TV yang menyala meledak secara misterius. Fattah dan Daisy kaget. Itu seperti kekuatan super. Fattah berusaha memahami apa yang terjadi. Dia ragu apakah ledakan itu disebabkan oleh matanya atau justru karena memang adanya petir dadakan. Fattah ingin mengetahui apa yang sebetulnya terjadi malam ini. . Instagram: Sastrabisu
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN