Ketika Jean selesai menutup laci penyimpanan sertifikatnya. Maka muncullah Hans. Kehadirannya secara tiba-tiba. Hans sudah berdiri dibelakang tubuh Jean.
"Ma,"tepuknya ke bahu ibunya
"Ih, ngagetin aja kirain mama siapa,"ceplosnya sontak
"Mama lagi ngapain?"katanya memperhatikan gerak-gerik ibunya
Jean langsung memutar otaknya dengan cepat seperti alat stopwatch.
"Hmmmm,, ini mama lagi nyari cat rambut ini,"alihnya sekaligus menutupi sesuatu yang paling berharga dan mengambil kotak cat warna hitam ungu diatas lemari lacinya.
"Oh, mama mau dicat rambut?"
"Iya, kamu udah makan belom?"bohongnya
"Belom sih, ma,"
"Ayo, kita ke dapur. Mama mau masakkin nasi goreng kesukaanmu,"ajaknya kepada Hans
"Asyik,"balasnya girang
Hans dan Jean pun berjalan keluar dari kamar dan menuju ke arah dapurnya. Sementara Claire sedang memakan setangkup roti tawar yang berisi telor ceplok, daging ham yang diberikan saus tomat, mayonaise dan juga saus spaghetti kesukaannya.
Hans duduk disofa samping Jean berada.
"Kamu makan apa kak?"
"Roti isi,"
"Kayaknya enak ya,"
"Begitulah,"
"Mama bikin nasgor dulu ya buat kalian,"cetus Jean yang sedang mempersiapkan bahan untuk memasak nasi goreng
Hans mengambil remote tivi dan menyalakan televisi yang tak jauh dari sofa.
Kemudian Hans duduk kembali sambil memindahkan channel tivi yang ada. Setelah Claire menyelesaikan makanan yang dibuatnya maka ia mencuci tangan lalu ia menulis bab untuk novelnya kembali. Sekitar dua jam bab yang ditulisnya selesai. Saat Claire berjalan ke arah depan dimana ayahnya berada. Datanglah teman ayahnya untuk menemuinya.
"Hai, Mark,"
"Tumben mampir ke sini, Robin,"
"Iya, saya sekalian lewat dan saya mau bayar utang saya ke kamu,"
"Mau bayar berapa?"
"Lima juta dulu ya,"
"Oke boleh,"
Claire yang melihat kejadian didepan matanya langsung melotot sekaligus terpana dengan apa yang ada dihadapannya. Claire merasa terkejut sekaligus tak percaya dengan kejadian didepannya. Dua bab sudah berlalu di tulisnya belum lama ini. Ada senyum bahagia sekaligus senang karena ayah dan ibunya mendapatkan rejeki. Claire kembali berjalan ke dapur dan menemui ibunya lalu berbisik.
"Ma, itu didepan ada yang bayar hutang kepada ayah,"
"Yang bener?"
"Iya, serius aku,"
"Bayar berapa?"
"Lima juta ma,"
"Oh, yaudah mama selesein acara memasaknya dulu ya,"
"Oke, nanti mami ke depan ya,"
"Iya, sayang,"
Jean membagi setiap piring dengan porsi makan wajar untuk setiap anggota keluarganya. Lalu ia membawa piring yang berisi nasi goreng berwarna hitam manis dilengkapi dengan satu telor mata sapi disisinya dan meletakkannya dimeja makannya.
"Hans, piringmu disini ya,"cetusnya memberi tahu
"Nanti aku ambil ya, ma,"
"Mama ke depan dulu ya,"
"Ok,"
Jean dan Claire segera berjalan menuju ke depan dimana Mark berada. Jean mendatangi Mark yang masih mengobrol dengan Robin.
"Eh, ada pak Robin, udah lama?"katanya berbasa-basi
"Belum, bu. Baru saja,"
"Mau minum apa?"
"Udah selesai kok, bu. Makasih ya atas tawarannya. Saya pulang dulu ya, bu,"
"Oh, silahkan. Makasih ya pak sudah mengunjungi kami disini,"
"Sama-sama,"
Seketika Robin langsung beranjak dari kediaman Mark. Ia berjalan menuju ke kendaraan roda duanya. Dalam waktu sepuluh menit, dia sudah berada dijalan raya.
Sementara dirumah Mark.
"Pi, tadi Robin ada apa? Tumben dia main ke rumah kita?"
"Iya, dia itu gak sengaja lagi jalan lewat rumah kita terus dia mampir dan bilang ke saya katanya mau bayar hutangnya,"
"Bagus dong, bayar berapa?"
"Lima juta,"
"Wah, bisa tuh buat bayar pajak ke Ibu RT kita,"
"Kemarin Ibu Inah nagih berapa untuk bayar pajak?"
"Kalau gak salah pajak rumah sekitar 2 juta pas,"
"Gede juga ya,"
"Ya kan rumah kita ini besarnya tak terkira jadi otomatis ngaruh juga,"
"Hmmm,,,"
"Mana uangnya,"todong Jean
Mark menyerahkan beberapa kumpulan uang yang terdiri dari pecahan receh kepada istrinya.
"Bujug, diplastikin gini? Gak salah ini?"nyinyirnya sambil menunjuk ke plastik yang berisi campuran bentuk uang didalamya.
"Bu, kita harus bersyukur lho. Dia udah bayar aja bagus banget lho,"
"Iya sih, aku hitung dulu ya uangnya,"
"Sip,"
Jean cukup kerepotan dalam menghitung receh didalam plastik bening yang juga terdapat beberapa lembar uang ribuan, puluh ribuan serta ratusan. Jean menghitung uang secara cepat dan merapikannya.
"Bener kan udah lima juta?"
"Ya, pih,"
"Itu nanti kamu atur aja ya sisa uangnya bisa untuk bayar utang ke bank,"
"Oh, iya sampe lupa,"
"Pisahkan aja dulu uang untuk bayar ke bank, dan bayar pajak. Jangan disatuin, biar nanti kita gak pusing,"perintahnya
"Iya, pah,"
Jean baru saja membagi uang untuk p********n ke dalam dua amplop. Yang satu bertulis hutang bank perbulan. Yang satu lagi bertuliskan hutang pajak bu Inah/Bu RT.
Baru saja Jean menutup amplop yang sudah berisi uang. Datanglah Bu Inah ke dalam rumahnya. Jean terkejut dengan kedatangan Ibu RT yang tiba-tiba muncul dirumahnya.
"Eh, bu Inah,"sapa Jean
"Jadi ngaganggu atuh ya,"balasnya dengan logat daerah sambil berbasa basi dan duduk dikursi kosong depan meja dimana Jean berada.
"Enggak kok bu,"kata Jean sambil merapikan amplop berisi uang itu dan memasukkannya ke dalam laci uang dimeja tersebut.
"Saya tuh lagi jalan-jalan. Kebetulan mampir ke sini sekalian. Gimana udah ada uangnya? Saya mau nagih untuk p********n pajak kan udah lama ya belum bayar?"jujur Bu Inah selaku
"Hmmmm, ada sih bu tapi lagi sepi omset,"keluh Jean
"Syukur kalau udah ada mah jadi bisa bayar sekarang ya,"
"Iya, bu,"
Jean mengambil kembali amplop yang sudah disediakan uang didalamnya. Dan ia mengecek serta menghitung kembali lembaran uang didalam amplop untuk diberikan kepada Bu Inah. Jean sudah selesai menghitung uang dan memberikan kepada Bu Inah.
"Ini uangnya, bu,"
"Saya terima dan hitung dulu ya,"
"Siap,"
Tangan bu Inah sebelah kanan menghitung lembaran uang sementara tangan kirinya menjepit uang yang diletakkan dimeja tersebut.
"Sudah pas ya ini untuk bayar pajak. Saya bikin kwitansi tanda terimanya dulu ya,"
"Mangga bu,"sahut Jean memperbolehkan
Ibu Inah mengeluarkan buku kwitansi dari dalam tas hitam yang dibawanya. Dia menulis tanda terima diatas selembar kertas kwitansi serta membubuhkan materai 6000 rupiah dibawahnya. Lalu ia menandatanginya dan menyuruh Jean untuk melakukan hal yang sama.
"Tolong tandatangan disebelah sini ya,"
"Oh, iya, bu. Makasih,"
Kemudian Bu Inah menyobek pinggir selembar kwitansi tersebut dan memberikannya kepada Jean.
"Sudah lunas ya bu, saya sudah berikan cap lunas juga ya disini,"tunjuknya ke kwitansi yang diberikannya
"Makasih ya bu,"
"Sama-sama,"
Bu Inah pun berpamitan kepada Jean dan Mark.
"Makasih ya, saya pulang dulu ya, Sakali deui, nuhun nya,"pamitnya sambil menyalami kedua orang yang berada didepannya
"Iya,"jawab Jean dan Mark kompak.
Setelah Bu Inah berlalu. Mark jadi teringat mengenai hutang bank yang harus dibayarnya bulan ini.
"Mi, ini kan mumpung masih pagi, gimana kalau papi bayar hutang ke banknya sekarang,"
"Yaudah,"
"Mana uangnya, mi,"
"Bentar aku ambil dulu,"tahan Jean
Jean segera mengambil amplop yang berisi uang yang sudah ditatanya. Lalu ia memberikan amplop putih dan panjang kepada Mark.
"Ini ya pi, disimpen yang bener,"pesannya
"Pasti papi simpen dengan baik kok,"
"Papi mau pergi kapan?"
"Sekarang saja,"
"Hati-hati,"
Mark langsung mengambil jaket dan memakai masker serta jaket parasut lalu memakai helm dan menaiki sepeda motor beroda dua.