2. Ada Apa Denganmu?

1669 Kata
Haidar Naratama berjalan dengan sikap angkuh khasnya ketika memasuki rumah. Penghuni rumah itu sudah menyambut kedatangannya seperti biasa. Ada beberapa pelayan yang siap melayani kebutuhannya. Kedua anak perempuannya, anak tengahnya Kaina dan anak bungsu Kanza. Serta Nyonya Lidya. Sementara itu Kaivan tidak tampak batang hidungnya. “Di mana Kaivan?” tanya Haidar pada siapapun yang sedang berbaris rapi di sebelah kanan kirinya. Suaranya yang datar dan tanpa ekspresi itu sangat menunjukkan kalau dia sedang berusaha menahan emosinya. Haidar telah membaca artikel yang membawa nama anak laki-lakinya yang digosipkan memiliki hubungan kedekatan dengan adik angkatnya. Haidar mencoba menahan emosinya untuk tidak membahas soal itu di kantor. Namun dengan ketidak beradaan Kaivan di rumah sungguh melenyapkan kesabaran yang telah coba dibangunnya sejak di kantor tadi. “Kaivan belum pulang, Pap,” jawab si anak bungsu, Kanza. “Anak manja itu pasti sedang berada di tempat perempuan itu. Perempuan yang ditulis di artikel sebagai salah satu anggota keluarga Naratama tapi nggak pernah nongol di satupun acara penting keluarga Naratama. Anggota keluarga apaan seperti itu? Harusnya dia kita tendang ke jalanan ketika Kakek wafat waktu itu,” cibirnya penuh kebencian. “Kamu harus bisa menyaring ucapanmu, Kanza! Itu tidak sopan!” ucap Kaina mengingatkan. Kanza menanggapi dengan memutar bola matanya. Menunjukan rasa jengah pada sikap kakak perempuannya yang menurutnya sok elegan itu. “Di usiaku yang seharusnya sedang menikmati masa tua di sebuah pulau pribadiku yang indah dan damai, aku justru malah harus menghadapi skandal memalukan seperti itu. Sangat menyedihkan,” ujar Haidar sambil melepas jasnya dan melemparkan ke sembarang arah. Salah satu pelayan dengan sigap menangkap jas tersebut sebelum jatuh ke lantai. “Kamu jangan terlalu emosi, Pap. Nanti tensimu naik lagi. Tenang dulu ya. Aku sudah mengatasi soal skandal itu. Dan soal artikel itu aku sudah minta pada Kaina untuk menghapus semua artikel yang menyangkut skandal yang membawa nama Kaivan dan NAKA,” ujar Lidya sembari merangkul lengan Haidar, bermaksud merayu suaminya itu. Bukannya terbujuk rayuan istrinya, Haidar justru menepis tangan wanita yang telah memberinya tiga anak itu. Bukan itu yang dia butuhkan saat ini. “Yang dikatakan oleh Mami benar, Pap,” tukas Kaina. “Aku sudah meminta orang ahli IT untuk menarik semua artikel yang sudah terlanjur di sosial media dan juga di berita televisi. Aku juga sudah meminta orang-orang untuk menuliskan komentar baik tentang NAKA. Hal itu cukup membuat saham NAKA naik hari ini. Jadi saat ini semua orang sedang membicarakan NAKA dan semua karyanya sepanjang beberapa tahun. Orang-orang jadi tahu bangunan-bangunan indah yang berdiri di beberapa kota besar di negara ini adalah hasil karya NAKA.” Haidar menarik napas pelan lalu mengempasnya cepat. “Baguslah. Itu adalah salah satu kabar menyehatkan untuk tensiku yang hampir meledak,” jawab Haidar kemudian melanjutkan kembali langkahnya yang tertahan oleh tangan istrinya. Pada saat makan malam bersama Kaivan masih tidak tampak di rumahnya. Padahal ada hal penting yang hendak dibahas oleh kedua orang tuanya menyangkut soal pernikahan yang telah diatur oleh kedua orang tuanya dengan seorang perempuan yang berasal dari keluarga yang cukup terpandang terutama dalam bidang literasi dan pendidikan. “Masih belum pulang juga anak itu?” tanya Haidar pada Lidya. “Belum, Pap. Dia bilang akan pulang terlambat karena ikut dalam meeting pembahasan proyek Distorsi Hotel milik Pak Dika,” jelas Lidya. “Nggak yakin meeting beneran. Proyek itu kan dimenangkan sama timnya Litani. Pasti perempuan itu ikut meeting juga. Setelah meeting mereka pulang bersama sekalian check ini di Distorsi Hotel. Selama ini Pak Dika pasti ikut campur dalam menutupi hubungan mereka berdua terutama di depan Papi dan Mami. Pak Dika itu kan cukup akrab sama Kaivan.” Kanza ikut ambil bicara dalam pembicaraan soal Kaivan dan Litani. Kanza memang orang kedua yang begitu membenci Litani setelah Lidya dan anggota keluarga Naratama yang lainnya. Sementara Kaina adalah gadis licik. Dia menutupi kebenciannya dengan bersikap pura-pura baik pada Litani. Ada rahasia besar yang disembunyikan Litani tentang dirinya dan Kaina tidak mau hal itu tersebar kalau dia nekat ikut merundung Litani seperti yang dilakukan oleh anggota keluarganya yang lain. “Jadi sebenarnya Litani bisa menangin tender Distorsi Hotel cabang Kalimantan bukan hal yang fantastis menurut aku. Kaivan jelas ikut campur di dalamnya. Ya politik jual beli pasti ada di dalamnya. Entah berapa yang didapatkan Kaivan dan Litani dalam proyek itu. Yakin aja nggak semuanya masuk rekening perusahaan,” tambah Kanza dalam penjelasan. “Tutup mulutmu, Kanza! Kamu jangan sembarangan membicarakan kakakmu itu.” “Aku bicara kenyataan kok, Mam.” “Kenyataan yang kamu buat-buat sendiri.” “Ya, udah kalau nggak percaya. Tinggal tunggu aja tanggal kehancuran NAKA kalau nanti salah satu anak perusahaan NAMA Group itu jatuh ke tangan Kaivan.” “Yang dikatakan Kanza benar, Mam. Kita jangan menutup mata soal kelakuan Kaivan di luar sana. Anak itu nggak semanis ketika berada di depan kita semua,” imbuh Kaina, membenarkan ucapan kakaknya. “Kaina! Biar bagaimanapun Kaivan itu kakak kamu. Sebagai adik apalagi yang dekat usianya dengan Kaivan, kamu harus membela kakakmu apa pun yang terjadi. Kaivan itu satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga Naratama. Dia yang akan menjadi penerus NAMA Group setelah Papi kalian.” “Berarti bukan cuma NAKA aja yang hancur. Tapi NAMA Group kalau sampai berada di tangan Kaivan,” sindir Kanza. Lidya hampir saja melempar kepala anak perempuan terakhirnya itu menggunakan sendoknya. Namun urung karena di sekitar meja makan ada para pelayan yang sedang berdiri tak jauh dari meja makan. “Mami bilang Kaivan adalah anak laki-laki satu-satunya? Seingatku anak laki-laki kakek itu ada dua. Kenapa yang satunya itu nggak ikut diperhitungkan sebagai pewaris NAMA Group juga?” celetuk Kaina. “Dia nggak masuk hitungan. Bahkan dia sudah didepak dari daftar ahli waris NAMA Group.” “Sudah, sudah! Jangan membicarakan soal itu lagi. Bikin selera makanku hilang saja kalian ini!” ujar Haidar menutup pembicaraan soal apa pun yang sedang dibicarakan di meja makan. Haidar memundurkan kursinya kemudian bangkit berdiri dan melempar kain lap di atas. Tanpa memedulikan anggota keluarganya yang lain, Haidar meninggalkan ruang makan. Beberapa minggu telah berlalu sejak rumor kedekatan antara Litani dan Kaivan terendus media. Kaivan benar-benar menjaga jarak dari Litani. Baik di kantor maupun di luar kantor. Bahkan Litani dilibatkan dalam proyek pembangunan hotel yang berhasil dimenangkan oleh timnya saat tender. Tentu saja hal itu membuat Litani curiga. Ketika Litani mempertanyakan alasan Kaivan memintanya ikut serta dalam proyek besar yang akan dilangsungkan di Kalimantan, laki-laki itu menganggap Litani memang perlu ikut serta di lapangan. Tugas Litani belum dikatakan selesai saat tender. Dia harus ikut dalam pengerjaan proyek selanjutnya dan bergabung dengan tim yang telah ditetapkan. “Jadi aku akan berada di Kalimantan selama satu bulan ke depan?” tanya Litani ketika Kaivan menjelaskan soal keterlibatannya dalam proyek pembangunan hotel bintang lima milik pebisnis perhotelan yang telah bekerja sama dengan NAKA dalam proyek pembangunan hotel sebelumnya. “Iya, Pak Dika sendiri yang memintamu untuk mengawasi proyek pembangunan hotelnya. Minimal sampai setengah proyek,” ujar Kaivan menyebutkan nama pemilik hotel yang akan dibangun di bawah proyek konstruksi milik NAKA. “Biasanya juga nggak gitu?” tanya Litani penuh kecurigaan. “Tim arsitek nggak harus ikut ambil andil di lapangan Van.” “Nanti discuss sama bagian proyek.” Kaivan seperti enggan memberi penjelasan dalam bentuk apa pun pada Litani. Sementara Litani merasa ada yang tidak beres sedang disembunyikan Kaivan di balik proyek besar ini. Belum pukul sebelas malam Kaivan memutuskan untuk meninggalkan kediaman kakeknya yang ditempati oleh Litani selama ini. Ketika Litani menahan tangan laki-laki yang hendak memasuki mobilnya itu, jantungnya bergemuruh hebat tanpa permisi. “Katakan padaku! Hal apa yang sedang coba kamu sembunyikan dari aku, Van?” tanya Litani dengan nada bicara tegas. “Maksud kamu apa, Lita? Aku nggak sedang nyoba nyembunyiin apa pun dari kamu,” sanggal Kaivan tidak terima. “Tapi kamu menunjukkan sebaliknya, Van. Kamu meminta pada kita untuk menjaga jarak saja kan? Bukannya menjauhkan aku dari kamu seperti ini.” “Kamu terlalu berlebihan, Litani.” “Nggak akan berlebihan kalau sikap kamu juga biasa saja saat bersama aku.” “Memangnya kenapa dengan sikap aku, sih? Udahlah, kita bahas besok-besok aja. Sekarang aku mau pulang. Aku ngantuk banget,” balas Kaivan sembari menepis tangan Litani dari tangannya. Litani hendak menahan Kaivan. Namun laki-laki itu sudah terlanjur memasuki mobilnya dan dia tidak ingin kelihatan seperti seorang pengemis kalau harus mengejar sampai mobil. Akhirnya Litani membiarkan Kaivan pergi tanpa kebiasaan mengecup pipinya sebelum berpisah. Hati Litani terasa sakit diperlakukan seperti ini oleh Kaivan. Sayangnya dia tidak bisa berbuat apa-apa selain bertahan. Dua hari kemudian Litani berangkat dengan timnya ke lokasi proyek Distorsi Hotel di Samarinda, Kalimantan Timur. Kaivan bahkan tidak mengantarnya ke bandara dengan alasan dia sedang menghindar berada di tempat ramai bersama Litani. Padahal Litani tidak hanya sendiri. Dia di bandara itu bersama rombongan tim proyek yang berjumlah lima orang termasuk Litani. Selama perjalanan perasaan Litani tidak nyaman. Dia merasa akan menangis penuh kesedihan dalam waktu dekat. Dia merasa kesepian di tengah keramaian. Padahal pekerjaan di lapangan tidak terlalu buruk. Proyek di luar Jakarta seperti ini juga pernah diikuti oleh Litani. Tapi tidak sampai selama ini. Maksimal dia mengawasi proyek itu selama satu minggu maksimal dua minggu selama masa pembangunan. Namun kali ini dia harus mengawasi proyek selama pembangunan hotel yang memakan biaya milyaran rupiah itu. Kaivan tidak mengizinkan Litani kembali ke Jakarta sebelum proyek setengah berjalan. Jika Litani melanggar maka ada hukuman yang harus diterima gadis itu, dan itu menyangkut hubungannya dengan Kaivan. Ketika Litani sudah sampai di lokasi proyek, drama Kaivan sulit dihubungi pun dimulai. Awalnya Kaivan selalu beralasan sibuk ketika Litani mencoba menghubungi kekasihnya itu di sela kesibukannya mengawasi proyek pembangunan Distorsi hotel yang mulai berjalan sehari setelah kedatangannya di Samarinda. Alasan berikutnya adalah istirahat karena kelelahan, jadi tidak sempat membalas komunikasi dalam bentuk apa pun yang ditinggalkan oleh Litani. Puncaknya Litani tidak diizinkan kembali ke Jakarta saat pembangunan hotel telah mencapai progres 50%. Melainkan boleh kembali setelah peresmian hotel tersebut. Hal itu tentu saja membuat Litani jadi tidak tenang dan ingin buru-buru kembali ke Jakarta untuk mencari tahu hal sebenarnya yang sedang coba disembunyikan oleh Kaivan darinya. ~~~ ^vee^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN