Bab 3.2 : Lingkungan Pertemanan Ala Sinetron

1176 Kata
enggak ada yang melarang lo temenan sama siapa aja. masalahnya adalah enggak semua teman itu bagus buat kesehatan, saran gue ... mulai bedakan mana emas mana ampas. sip, paham ya? - kevriawan 2020 = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =  Intinya, ada tiga jenis pertemanan. Pertama ada yang namanya pertemanan kegunaan, ini contohnya seperti teman - teman kerja yang ramah. Sesuai namanya, teman jenis ini emang harus ada gunanya. Biasanya doi membantu kita di bidang pekerjaan. Lalu yang kedua ada teman antar anggota, ini gambaran kasarnya adalah sekumpulan teman yang kita miliki karena mempunyai hobi atau aktivitas grup yang sama. Misalnya seseorang yang bergabung dengan klub sepeda gunung dan anggotanya. Sesuai dengan namanya juga, teman antar anggota, maka sifat dari pertemanan ini cenderung ke arah yang senang - senang saja, dalam kata lain hobi atau aktivitas grupnya. Nah, sedangkan yang terakhir ini baru agak spesial, namanya pertemanan kebajikan. Di mana sesuai juga dengan namanya, pertemanan jenis ini secara simpel bisa gue jelaskan sebagai sahabat. Pokoknya sohib banget, deh, lengket macam perangko dan surat. Saling melengkapi gitu.   Dan yang ketiga ini adalah bentuk pertemanan paling sempurna.   Dalam teori ini Aristoteles sayangnya memberikan satu kata kunci yang sangat klise, dan sebenarnya enggak bisa dijadikan patokan karena kita enggak bisa menilai secara langsung. Apakah itu? Jawabannya adalah kebaikan. Yap, berteman memang butuh kebaikan, pengorbanan, pengertian, pemahaman, rasa toleransi yang tinggi, serta dukungan. Kadang kala sebagai teman kita dituntut banget untuk memanjakan teman kita. Contohnya seperti kasus drama pertemanan ampas yang gue share di atas. Pertemanan mengajarkan kita arti saling berbagi, toleransi, sabar, dan berbuat baik. Lebih jauh lagi, mungkin kita bisa mengakui karakter satu sama lain. Menganggap bahwa mereka berharga. Mungkin di sini segala pemikiran sudah berada dalam satu frekuensi yang sama.   Tapi, memang enggak bisa dipungkiri, bahwa kadang kita terlalu cemas. Takut dan mengira bahwa pertemanan yang berkualitas itu akan menciptakan standar yang ketinggian begitu sekiranya. Apalagi, terkadang banyak hal yang mempengaruhi satu sama lain. Tapi, kalau dipikir - pikir, sebenarnya berteman itu sama kayak berjodoh. Lo pasti akan dapat teman yang merupakan cerminan diri lo sendiri. Atau, kalau misalkan apes, yang ada malah lo bisa terseret dalam lingkaran setan pertemanan itu sendiri. Bukan enggak mungkin lo jadi berkelakukan lebih iblis daripada sebelumnya. Gara - gara siapa? Ya jelas, karena teman lo itu.   Lingkungan memang menentukan bagaimana dan seperti apa kita akan bersikap. kalau lo bertemu orang yang hobi drama, coba perhatikan. Pasti hidupnya sudah sebelas dua belas sama cinta fitri season tujuh. Kalau lo ketemu sama orang yang biasa - biasa saja, pasti lingkungan dia juga biasa dan sewajarnya. Pun kalau lo bertemu orang borjuis, sudah pasti kawanannya anak emak yang hobi menghabiskan uang demi gaya. Sebenarnya bukan cuma jodoh yang kayak ngaca. Tapi teman juga bagai bayangan cermin dari sikap lo sendiri.   Misalnya kayak gue yang memang magernya sudah mendarah daging, ya kebetulan. Ketemunya si Juki dan Jimmy yang sama - sama mager. Pokoknya tiap hari mager, tapi pagernya enggak jadi -jadi. kaum rebahan dan milenial sejati.     “Jon, kenapa lo mau temenan sama gue?”   Suatu hari Juki bertanya ke gue kayak begitu. Ya, gue juga enggak tahu kenapa, sih. Tapi percaya enggak percaya namanya nyari temen itu mirip kayak lebah nyari ratunya. Cukup pake insting aja. Pas ketemu, cocok, habis itu coba ngobrol dan nyambung. Lalu diajak mikir bareng dan kebetulan klop. Ya sudah, enggak perlu pake lama. Langsung aja ke KUA, eh, maksudnya di masukin daftar kawan.    “Temen itu seleksi alam Juk. Lo enggak bisa lihat dia sekarang, tapi kualitasnya bakalan ketahuan nanti. Ketika lo lagi down banget. Saat lo lagi butuh - butuhnya seseorang di sisi lo. Waktu seisi dunia seolah menjauh. Kemudian dia datang ke lo, cuma dengan pertanyaan sederhana, tapi bisa membangkitkan semangat hidup lo lagi.”   Juki tertawa, “Bahasa lo, Jon!”   “Yah, gue serius.” Duh, emang ini anak kadang suka minta ditabok. “Berteman itu sama kayak lo nyimpen Wine. Mana minuman mahal yang punya kualitas terbaik, semakin lama disimpan akan semakin enak, semakin yahud, semakin enggak rela juga lo melepasnya sembarangan. Perlakuan lo akan berbeda, dan pastinya lo tau dia spesial. Sementara yang kualitasnya buruk dan membusuk di tengah masa penyimpanan? Ya udah, sih, jangan banyak mikir. Buang aja ke tempat sampah.”   “Terus, gue ini wine mahal apa wine busuk?”   “Kasih tau kagak ya ….”   “Ah, syaland, Jon!”   Juki merajuk, dan gue cuma ngakak melihatnya. Yah, kalau dipikir - pikir, hidup ini unik. Kadang gue minta temen tajir, dikasihnya yang kantong kering juga sama kayak gue. Gue pengen yang pintar, jenius gitu … malah dapatnya yang ambyar begini. Sudah gue bilang, teman itu sama kayak jodoh, rahasia ilahi!   Di dunia yang fana ini, pada intinya kita membutuhkan teman dalam proses saling membantu dan bergantung satu sama lain. Karena seperti yang sudah gue singgung sebelumnya bahwa manusia adalah makhluk sosial,atau dengan kata lain manja. Enggak bisa benar - benar melakukan semuanya sendiri. Anggaplah sesuai teorinya Aristoteles tadi pertemanan itu seperti membuka karakter dan hubungan antara mereka untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Tapi, memang faktanya enggak semua pertemanan ada untuk tujuan yang baik.   Walau pun gue baru tahu ternyata Aristoteles punya teori pertemanan --- enggak cuma matematika,  tapi ini adalah hal baru. Untuk yang satu ini gue cuma mau cuap - cuap, belum masuk ke bagian patah hati.  Tapi, ada satu fakta yang mengejutkan.   Ternyata pertemanan yang baik tidak mungkin terjadi, kecuali keduanya adalah orang baik.   Mohon buat yang satu ini diingat, dan dicatat, ya genks! Mungkin kalau teman kalian enggak baik, itu artinya kalian bukan orang baik. Silakan introspeksi diri.    Last, gue mau bagi - bagi wejangan dari Om Aristoteles:   “Pertemanan orang jahat nyatanya menciptakan hal yang jahat (karena mereka tidak tenang, mereka bersatu untuk tujuan yang buruk, dan selain itu mereka menjadi jahat dengan menjadi semakin serupa satu sama lain). Sedangkan pertemanan antara orang baik adalah baik, dan digandakan dengan pertemanan mereka; dan mereka pun dianggap menjadi lebih baik pula dengan kegiatan mereka dan dengan mengembangkan diri satu sama lain; dan dari satu sama lain, mereka mengambil cetakan karakteristik yang mereka ikuti.”   Hari ini gue enggak patah hati. Mungkin itu karena gue memiliki teman - teman yang sangat bisa gue banggakan. Thanks for everything, my friends!   Lalu, untuk kalian, yang kebetulan patah hati karena teman kalian, sahabat kalian, atau orang yang pernah dekat sekali dan kalian anggap sebagai teman. Ketahui lah, sesungguhnya itu bukan berarti kalian ampas, atau kalian adalah orang jahat. Terkadang Tuhan hanya mau kalian tahu, bahwa masih ada orang - orang baik yang akan menjaga kalian. Mereka akan mendengarkan kalian, dan akan menyembuhkan luka itu bersama kenangan indah yang baru. Bersama kekuatan baru yang muncul, dengan cinta kasih yang baru.   Karena terkadang, mereka datang bukan untuk menetap, akan tetapi untuk mengajari lo sesuatu yang baru.   * * * * *  to be continued * * * * *  By the way, kalau kalian merasakan sama seperti apa yang Jono rasakan, boleh banget langsung di tap LOVE nya gaes. Atau bisa juga kalau kalian mau add cerita ini ke library atau perpustakaan. Supaya kalau next time saya update, kalian enggak ketinggalan beritanya, hihiw~ Oke deh, kalau gitu see you in the next chapter ya!   Bye ....   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN