enam

1328 Kata
Rei berada di ruang kerjanya. hari ini Sinta sudah kembali ke kampung dan ia mau tau mau akan membawa Bebe ke kantor. Rasanya gelisah sekali sejak tadi karena jam makan siang nanti ia harus menjemput putri semata wayangnya itu. Menjelang pukul dua belas, ia melangkahkan kakinya ke dapur. Tadi memang sudah mengatakan akan meminta tolong Pras yang memang sudah datang siang tadi. Karena hari ini tak ada pekerjaan lain, Pras memang sengaja datang lebih pagi dan sibuk dengan pekerjaan dapur, membantu koki menyiapkan bahan makanan. "Pras," panggil Rei pada Pras yang kini tengah sibuk duduk di sudut dapur seraya memainkan ponsel miliknya. "iya Mbak?" Pras segera berdiri dan berjalan mendekati Rei. "Tolongin aku jemput Bebe ya?" pinta Rei seraya menyerahkan kunci motor miliknya, dan sebuah paper bag berisi jaket milik Strawberry. "Sama ini jaketnya, minta dia pakai jaket dulu ya." Bebe sejak kecil sering terkena sakit flu dan juga memiliki riwayat atsma. Hal itu yang membuat Rei cukup memperhatikan kebutuhan putrinya itu. Andai saja ia memiliki uang lebih, mungkin lebih baik jika ia membeli mobil. Hanya saja, saat ini itu belum bisa ia lakukan. "Oke Mbak," sahut Pras sambil menerima kunci dan paper bag yang diberikan oleh Rei. "Thanks ya," ucap Rei. Setelah kepergian Pras, Rei kembali ke ruangnya mengerjakan pekerjaan. Data-data keuangan yang sudah menunggunya. Berada di ruangan bersama Milo rekan kerjanya selama beberapa tahun belakangan. "Mending kredit mobil kalau was-was." Milo berkata lagi. Rei menoleh pada Milo. "Lo tau kan hutang gue masih banyak. Waktu gue balik ke Indo itu tanpa sepeser uangpun, Ngutang sana -sini biar bisa hidup sama Bebe." "Nyokap bokap lo kan kaya," kata Millo lagi. Rei memukul bahu rekan kerjanya itu. "Gue masih punya malu deh buat minta ke nyokap. Dia aja belum tau gimana gue hidup sekarang. Bisa ngamuk kalau tau." "Bagus lah, siapa tau mantan suami lo itu di bales sama bokap tiri lo. Orang penting kan dia?" "Lo tau dari mana?" tanya Rei karena merasa tak pernah memberitahu Milo mengenai hal ini. "Mbak Wiji, keceplosan ngomong tempo hari." Milo kini memilih untuk sedikit menjauh karena takut dipukul lagi oleh Rei. "Kalau enggak kan ada Pak Tedi." "Jangan aneh-aneh deh." "Dia nge-room cuma buat ketemu Lo tau. Gue tuh laki-laki. Ngerti lagi cowok yang emang lagi ngejar cintanya. Terima aja lumayan buat masa depan yang lebih baik. Enggak salah kan? Dia kan udah cukup umur juga." Milo mengatakan itu sambil terkekeh geli meledek sahabatnya yang selalu mengacuhkan Tedi. Dan menganggap pria itu memesan hanya untuk bertemu dengan koleganya. Rei berdecih saja karena kelakuan sahabatnya itu. Ia memilih kembali melakukan pekerjaan seraya menunggu kedatangan putrinya. Tak lama setelah itu ponsel Rei berdering, Milo melirik, wanita itu segera menerima panggilan tersebut. "Ya Pak Tedi?" sapa Rei kemudian terdengar suara Milo yang berdecak. Buat Rei memutar bola matanya. "Seperti biasa ya, "Tedi mengatakan itu kepada Rei. "Oke pak, tapi untuk hari ini saya nggak stay di sini sampai malam." "Lho memang kenapa?"pria itu bertanya karena sedikit ada rasa kecewa ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Rei tadi. "Kebetulan hari ini anak saya ikut ke kantor Pak. Jadi kalau dia stay di sini sampai malam kasihan." "Ah, ada strawberry di sana? Oke nggak apa-apa. Kalau gitu saya bisa datang ke sana lebih sore?" "Boleh Pak silahkan," sahut Rei. "Karena kan kemarin saya memang ingin ketemu sama anak kamu." "Iya pak, kalau gitu saya tunggu Bapak di sini." "Oke, terima kasih." Tedi kemudian mematikan panggilannya. Setelah menerima panggilan kembali melakukan pekerjaan diiringi tatapan julid dari Milo. Sebenarnya bukan hanya Milo tetapi juga beberapa rekan yang lain mengatakan kalau Tedi menyukai Rei. Hanya saja wanita itu tak ingin memikirkan hal itu apalagi mengenai laki-laki. Masih cukup trauma dan takut salah lagi. "Mami!" suara nyaring terdengar dari arah pintu. Anak itu berlari menghampiri sang mami dan memeluk Rei erat. Terlihat juga di sana Pras yang membawakan tas milik Strawberry. "Anak mami!" Rei juga berseru sambil menciumi wajah putri kesayangannya. Pras meletakkan tas milik Strawberry di meja sang ibu. "Ini tas Dia berat banget lo Mbak." "Iya, makanya gue minta tolong jemput. kasihan kalau pulang naik ojek harus bawa tas seberat itu. Makasih ya Pras." Rei berkata kemudian Pras meninggalkan tempat itu. "Gimana sekolahnya? Ada pr?" Gadis kecil itu menggelengkan kepala karena hari ini tak ada tugas rumah yang diberikan oleh gurunya. "Mami Bebe laper." Rei mengambil tas miliknya dan ia sudah menyiapkan makan siang untuk putrinya tadi. "Ganti baju dan cuci tangan dulu di toilet nanti habis itu baru makan." Strawberry mengganggukan kepalanya kemudian mengikuti langkah sang Ibu menuju toilet untuk mencuci wajah dan membersihkan tubuhnya dengan tisu basah. Setelah selesai membersihkan tubuh dan juga berganti pakaian kembali ke ruangan. Rei mengambil kursi lain kemudian membiarkan putrinya duduk di sebelahnya sambil menyantap makan siang yang sudah ia beli tadi. Hanya nasi, ayam goreng, juga cream soup kesukaan Bebe Tak ada yang dilakukan anak itu selain bermain di kursi atau berlarian hingga akhirnya tertidur di sofa. Bebe memang bukan anak yang banyak maunya. Bersyukur sekali Rei memiliki anak perempuan seperti Bebe. Setelah menjelang sore ia keluar menuju meja kasir untuk menunggu Tedi sebelum akhirnya ia di hampir oleh Yogi yang mengatakan ingin berbicara dengannya. Kini keduanya berada di ruangan yang dipesan oleh Yogi. Sejak masuk dan setelah tiga menit keduanya duduk, tak ada pembicaraan diantara keduanya. Yogi dan Rei hanya saling diam. Wanita itu menatap jam pada ponsel miiknya, kemudian memutuskan untuk segera bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan Yogi. "Kamu harus tanggung jawab," kata Yogi tiba-tiba. Langkah rei terhenti, jelas ia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Yogi. Tanggung jawab apa? Tanggung jawab yang bagaimana? Karena apa yang dilakukan keduanya adalah sebuah kecelakaan yang tak bisa dielakkan. Rei membalik tubuhnya kemudian berjalan kembali mendekat pada Yogi. "Tanggung jawab gimana maksud Bapak?" tanya Rei bingung. Yogi berdiri, kini ia bertatapan dengan Rei. Pria itu memerhatikan setiap sisi wajah Rei yang bisa dibilang tak terlalu buruk. Hanya tubuhnya saja yang gendut. Rei juga menggunakan parfum yang unik dan buat Yogi tertarik, suka. Wangi woody spicy dipadu dengan kopi membuat kesan sensual. Yogui gelengkan kepalanya beberapa kali, katakanlah ia gila. Dan memang seperti itu, dia sama sekali tak mengerti mengapa mulutnya dengan licinnya malah meminta Rei untuk bertanggung jawab. "Ya tanggung jawab," jawabnya yang sedetik kemudian malah jadi gugup. Rei mengerenyitkan kening. Menatap dengan heran pada pria du hadapannya. mencoba memikirkan apa maksudnya dengan tanggung jawab? Tunggu .... Wanita itu tesenyum di sudut bibirnya. Berjalen mendekati Yogi dengan perlahan, membuat pria itu mundur.Langkah Rei semakin maju dan Yogi jatuh terduduk di sofa. Rei dekatkan diri, menahan tubuhnya dengan berpegangan pada kepala sofa. Kini mereka berdua berhadapan sangat dekat hingga Yogi bisa merasakan embus napas Rei. "Hmm, seperti hal yang ganggu pikiran ya? Hmm, adiksinya kuat ya? Candu?" Rei sengaja menggoda. Wanita itu segera berdiri tegak, kemudian merapikan jasnya. "Atau karena takut kalau diminta bertanggung jawab?" Yogi masih dalam posisinya yang sedikit mengkerut akibat diintimidasi. Padaha dia itu Alfa, dan kini kalah oleh pesona janda gendut seperti Rei. Tapin ada sensasi aneh, ia suka dengan tantangan seperti ini. Ada sensasi berbeda yang menggelitik, membuat ia penasaran dan ingin merengkuh wanita itu. Menyebalkan memang tapi Yogi suka, masa bodoh dengan pemikirannya saat ini. Debaran jantungnya lebih dari cukup untuk membuat dirinya menginginkan sensasi ini lagi. Dan hanya Rei yang memberikan itu. Kini tatapannya menatap pada Rei yang berjalan hendak meinggalkannya. Yogi berjalan cepat menghampiri sebelum Rei keluar dari pintu. tangan pria itu genggam tangan Rei yang buat langkah kaki sang janda terhenti. Yogi menatap, lekat, sambil tersenyum kecil, hatinya yang bersorak-sorai atas kenakalan dan keberanian kecil yang Rei lakukan tadi. Ia ingin membalas memberi kejutan. "Nama kamu siapa?" "Rei," jawab Rei. "Sekarang tanggal berapa?" tanya Yogi lagi. "Tanggal 28 april tahun 2023," jawab rei semakin bingung. Yogi menatap pada Rei, "Rei?" "Y-ya?" Rei tergagap tatapan Yogi terlalu mengintimidasi. Nyatanya ia salah melangkah harusnya tak cari gara-gara. "Mulai hari ini, 28 April, tahun 2023--" ucapan pria itu terhenti kemudian menatap pada jam di tangannya. "Jam enam lewat delapan menit. Mulai detik ini Kamu--punya-saya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN