"Mas tunggu sebentar ya? Aku enggak lama kok," kata Rei meminta ijin. Kemudian turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah Indah.
Dari dalam Indah sudah menunggu. Ia juga melihat Rei yang datang bersama seseorang. Ia segera berjalan ke luar untuk menghampiri, dan membukakan pintu untuk sahabatnya itu.
Rei cukup terkejut karena tumben sahabatnya ini gerak cepat membukakan pintu untuknya. "Wih tumben gercep banget bukain pintunya?"
"Sama siapa lo?" tanya Indah mengintrogasi.
"Pak Tedi," jawab Rei sambil menyerahkan empat kantong ASI hasil memerah semalam.
"Yang bobo can-" belum selesain Indah bicara, Rei membekap mulut sahabatnya itu.
"Diam ya anda. Bukan dia orangnya," jawab Rei. "Ya udah, gue jalan dulu. ASI gue lagi melimpah, kemarin gue minum ASI booster itu. Jadi jangan khawatir stok s**u buat kesayangan."
"Makasih ya bep," ucap Indah.
"Sama-sama bep, yaudah gue jalan ya. Enggak enak ditungguin.
"Iya, yaudah hati-hati lo." Indah berpesan kemudian mencium kedua pipi sahabatnya itu.
Rei segera kembali ke mobil. "Maaf nunggu lama ya Mas?" tanya Rei.
"Enggak apa-apa kok. Kita langsung ke klub?" tanya Tedi.
Rei menatap Tedi, kemudian segera anggukan kepala. Mobil itu segera melaju ke tujuan selanjutnya. Rei menatap ke arah jalan karena tak tau apa yang ingin ia bicarakan. Biasanya juga hanya membahas masalah pekerjaan dan tentang bisnis. Sekarang ia bingung sendiri. Padahal dalam hati ingin mengobrol dengan Tedi untuk menghilangkan canggung.
"Kamu nanti makan siang jam, mau makan siang bareng?" tanya Tedi menawarkan.
"Boleh Mas, tapi aku nanti mau jemput Bebe dulu. Karena hari ini dia pulang cepat"
"Its okay, aku bisa antar kamu jemput Bebe."
Rei baru saja akan mengangguk, sebelum dia ingat kalau Yogi tadi juga akan mengatakan akan menjemput Bebe. Jadi bingung, sementara ia juga tak mau mengecewakan Tedi.
"Enggak usah. Nanti aku malah repotin kamu Mas."
"Enggak kok, sama sekali enggak repot" ucap Tedi.
"Hmm, nanti aku kabarin lagi ya.' Rei hanya bisa mengatakan itu ia tak bisa menolak Tedi.
"Oke kalau gitu, nanti kamu kabarin aku ya?"
Wanita itu bernapas lega karena dia terlepas dari masalah ini. kemudian mobil itu terus melaju menuju klub. Ketika sudah sampai, Tedi tak ikut turun karena ia harus segera berangkat ke kantor.
"Makasih ya Mas."
"Maaf aku enggak turun ya?"
"Enggak apa-apa aku makasih banget."
Wanita itu lalu berjalan turun, menuju ruangan kerja yang berada di belakang. Saat sedang berjalan ia berpapasan dengan Wiji yang berniat untuk mengecek beberapa ruangan. Wiji tadi melihat Rei datang bersama Tedi.
"Ciee, sah nih."
"Aih, udah lah kak. Aku mau ke ruangan dulu."
"Udahlah Kak, terima aja. Udah ganteng, kaya lagi. Biar hidup kamu sama Strawberry terjamin."
"Kak, udah deh. Aku mau ke ruangan ah, Masih banyak kerjaan yang belum aku kerjain."
***
Sementara itu di perusahaannya, Yogi Tengah kesal setengah mati. Poster yang telah dicetak tak sesuai dengan ekspektasinya. Warna lipstik yang dia minta berubah akibat pengeditan.
"Memangnya nggak bisa ya kalau ngedit tanpa merubah warna aslinya?'
"Perbedaan warnanya sedikit Pak, karena kan memang ada faktor dari pencahayaan."
"Ya itu, tugas saya bayar kamu sebagai fotografer dan juga rekan kamu sebagai editor supaya bisa membuat gambar se-real mungkin. Saya nggak mau ada poster yang terlihat berbeda. Kenapa? Saya nggak mau customer jadi merasa tertipu. Ketika mereka beli warna A, tapi kemudian warna yang datang malah lebih tua atau lebih muda. Kalau bentuknya kayak gitu penipuan atau enggak?"
Yogi memang sangat detailkan akan terutama dalam masalah seperti ini. Dia benar-benar mengkoreksi semua secara detail.
"Saya rasa customer sudah terbiasa sama itu kok pak. Kan selama ini banyak foto-foto produk seperti ini. Ya memang perbedaan gambarnya itu sedikit lebih gelap atau sedikit lebih cerah karena pencahayaan." Deff mencoba membela timnya. Memang sih ini sudah menjadi kebiasaan dari Yogi untuk memprotes ini dan itu juga mengulang banyak hal. Namun rasanya benar-benar melelahkan.
"Ya Jangan jadi kebiasaan dong. Jangan samakan perusahaan saya sama perusahaan lain. Sekarang mendingan kamu panggil orang yang edit suruh dia ke sini, dan saya mau lihat warnanya."
Deff anggukan kepala kemudian dia menghubungi orang yang mengedit poster untuk datang ke ruang rapat.
"Sebelumnya, bapak bilang mau ada produk skin Care baru kan?" Deff bertanya mengingat planning Yogi saat ia menghadiri rapat beberapa bulan yang lalu.
"Iya, kenapa?" tanya Yogi.
"Bapak bilang berencana mau jadiin Clarissa untuk jadi brand ambassadornya?" Deff mencoba menanyakan kembali mengingat apa yang dikatakan oleh Yogi beberapa waktu lalu.
"Ah, Iya tapi itu belum pasti. Karena saya mau survei lagi untuk itu." Yogi saat Itu memang yakin sekali untuk menjadikan Clarissa sebagai brand ambassador skin Care terbarunya. Namun, setelah rasa sukanya terkikis, ia menjadi ragu untuk itu. Apalagi mengingat beberapa desas-desus tentang Clarissa yang hanya mengandalkan kekayaan sang ayah saja.
Deff anggukan kepalanya. Dia akan membicarakan itu lagi nanti ketika sudah dekat dengan waktu launching brand skin Care terbaru Yogi. Berharap juga keputusan Yogi tak berubah.
Setelah menunggu beberapa waktu, Satrio yang bertugas di bagian editing sudah berada di ruangan bersama dengan Yogi dan deff yang duduk di seberang meja. Sang CEO memperhatikan desain yang dibuat oleh Satrio.
"Kalau saya pribadi sama sekali nggak ada masalah sama desainnya di laptop ini. Cuman ada sedikit masalah sama warnanya nggak sesuai sama aslinya ketika di cetak. Jadi ini desainnya kan?" Yogi bertanya sambil menatap fokus pada gambar yang terlihat di laptop milik Satrio.
"Ya, itu desain yang saya pakai untuk hasil cetak poster yang Bapak bilang nggak sesuai itu."
"Waktu dicetak, warnanya kelihatan lebih gelap." Yogi kemudian menepuk bahu Satrio meminta orang itu untuk berdiri dan ia menggantikan di tempat duduknya.
Tentu saja Satrio menuruti apa yang dikatakan oleh atasannya. Dia berdiri dan Yogi kini duduk di tempatnya.
"Tolong kamu kasih tahu saya gimana caranya untuk buat warnanya sedikit lebih cerah lagi." Yogi meminta.
Satrio kemudian mengajarkan Yogi untuk mengubah pencerahan di laptop miliknya. Setelahnya Yogi mencoba untuk mengatur pencahayaan agar ketika dicetak poster bisa sesuai dengan keinginannya. Setelah mengutak atik selama beberapa menit Yogi telah menyelesaikan.
"Tolong kamu cetak. hasil cetaknya besok segera kamu bawa ke ruangan saya." Yogi menatap pada jam di tangannya. "Kalian boleh kembali ke ruangan masing-masing."
Deff yang sejak tadi hanya diam dan juga Satrio segera kembali menuju ruangan kerja mereka. Kelakuan Yogi memang seringkali membuat para karyawannya kesal. Semua lantaran sifat perfeksionisnya yang keterlaluan.
Sang CEO tak segera keluar dari ruangan. Dia sibuk mengirimkan pesan kepada Rei karena tadi berjanji akan menjemput Bebe.
Yogi:
Bebe pulang jam berapa?
Rei:
Kalau Sibuk enggak usah jemput enggak apa-apa kok Pak.
Yogi:
Strawberry pulang jam berapa?
Rei:
Bener pak, kalau sibuk enggak apa-apa enggak jemput.
Yogi:
Baca pertanyaan aku.
Bebe pulang jam berapa sayang?
Rei:
Jam setengah satu.
Yogi:
Aku jemput Bebe sekarang. Sekalian makan siang, nanti aku bawa dia ke klub. Kamu stay di kantor
Aku bawain makan siang nanti.
Yogi bergerak untuk segera menjemput Bebe. Ya dia memang begitu sesuka hatinya. Tak mau ada yang mengatur, kalau sudah A jangan coba untuk memintanya memilih yang lain.