Rei berjalan keluar setelah berhasil memadamkan api. Di sana ia melihat putrinya tengah menyantap makanan yang tadi dibeli oleh Yogi. Wanita itu berjalan mendekati mobil, Yogi kemudian keluar dari dalam mobil berjalan menghampiri Rei, ia merasa cemas.
"Udah? Semua Oke? Butuh panggil tukang atau apa gitu?" Pria itu bertanya sebagai bentuk kekhawatiran yang ia rasakan sejak tadi.
"Oke kok pak. Cuma korban panci aja yang gosong, tapi selain itu semua Oke kok. Makasih karena udah mau bantuin jagain Bebe." Rei ucapkan itu.
Jujur saja Yogi masih tak percaya pada dirinya sendiri. Tadi dia berjalan ke rumah Rei untuk membuktikan perasaannya sendiri. Tak ada niat untuk mendekatkan diri atau bertingkah seolah ingin PDKT seperti ini. Tapi kini ia malah bersikap seolah benar-benar menyukai Rei. Sementara nalarnya masih tak bisa menerima Kalau ia jatuh cinta pada wanita gemuk seperti sosok yang berdiri di hadapannya kini. Yogi dalam dilema karena merasa benar-benar ada yang salah dalam otaknya.
Biasanya sikapnya dingin, kaku dan keras dalam masalah pekerjaan. Hanya saja cukup pandai memang jika berhadapan dengan perempuan, karena ia punya tiga kakak tiri perempuan. Anak-anak dari istri pertama sang ayah.
"Oke kalau memang enggak butuh," kata Yogi lagi.
Rei kemudian berniat untuk berjalan masuk ke dalam rumah untuk mengambil motor. Karena ia harus mengantarkan putrinya sekolah.
"Mau ke mana?" tanya Yogi.
Rei terhenti kemudian menoleh ke arah Yogi. "Mau ambil motor pak. Bebe harus sekolah."
"Saya antar, kamu masuk. Duduk di belakang ya? Bebe masih makan." Yogi tak tega kalau harus meminta Bebe pindah duduk ke kursi belakang saat ia tengah sibuk menyantap sarapan paginya.
Rei terdiam sejenak sebelum akhirnya setuju. Hal yang ia lakukan kemudian adalah mengunci pintu sebelum akhinya kini berada dalam perjalanan menuju sekolah Bebe. Bebe bersekolah di sekolah swasta yang cukup ternama. Rei memang menyekolahkan putrinya di sana dengan berbagai alasan.
Selain karena sekolah itu adalah sekolah internasional yang akan membantu pengembangan bahasa inggris, alasan lainnya adalah sekolah negeri yang jaraknya terlalu jauh.
"Udah selesai belum sarapannya Be?" tanya Rei.
"Sudah Mi," jawab anak itu.
"Di rapikan sayang, jangan sampai mobil Om-nya kotor."Rei memerintahkan dan Bebe dengan segera melakukan apa yang telah dikatakan sang ibu.
"Makasih papi sarapannya," ucap Bebe.
Apa yang dikatakan Bebe membuat Rei melotot. Terkejut, karena tiba-tiba saja putrinya memanggil pria yang baru saja ia kenal dengan sebutan papi. "Kok kamu manggil Papi?"
Bebe menatap ke arah Yogi dengan tatapan bingung. Kenapa sang Mami malah terlihat marah dan tidak suka? Itu yang ada di pikirannya. Bebe lalu melirik ke arah Rei. "Tadi Papi Yogi yang minta Strawberry buat manggil dia Papi. Iya kan papi?"
Yogi mengganggukan kepalanya dengan antusias. Melihat gadis kecil itu bicara kepada sang Ibu membuatnya merasa gemas. Sementara di sisi lain Rei tak ingin merusak kebahagiaan putrinya saat ini. Terlihat senang sekali ketika ada seseorang yang bisa dipanggil Papi.
"Tapi kan—"
"Saya sendiri kok yang minta. Itu bukan salahnya Bebe," kata Yogi membela.
Rei terdiam dan kali ini nampaknya ia harus mengalah. Harusnya ini tak masalah kan? Karena bukan dirinya yang meminta Yogi, tetapi Yogi sendiri yang meminta putrinya untuk memanggil Papi.
"Yaudah," kata Rei.
Bebe tersenyum pada Yogi, menunjukkan salah satu giginya yang terlihat ompong, tapi menggemaskan. Yogi segera mencubit pipi gadis kecil itu. "Belajar yang bener ya cantik. Besok papi antar lagi kalau sempat."
Anggukan kepala dari Strawberry diikuti senyuman manis menunjukkan betapa anak itu bahagia karena kini ada sosok seorang ayah tepat di hadapannya. Sementara perasaan Rei jadi tak karuan merasa bersalah, dan juga ada sedikit bahagia. Andai dulu sang suami tak selingkuh dan memilih untuk meninggalkan dirinya, mungkin saat ini putrinya masih memiliki seorang ayah.
Bebe kemudian mencium tangan Yogi, lalu anak itu mencium pipi Yogi. "Bye papi."
Rei keluar dari dalam mobil, kemudian mengantarkan putrinya masuk ke dalam sekolah. Langkah mereka terhenti tanpa di depan pagar. Rei menciumi wajah Bebe, lalu Putri kecilnya mencium tangan sang ibu.
"Nurut sama bu guru ya. Belajarnya yang benar, nanti kalau Mami jemputnya agak telat kamu di dalam aja jangan keluar pagar. Kalau Mami nggak jemput—"
"Berarti nanti yang jemput om Pras." Bebe mengatakan itu memotong ucapan Ibunya. Karena itu adalah pesan yang selalu diucapkan Rei.
Rei tersenyum. "Good, anak mami pinter. Yaudah Nanti terlambat lagi. Bye Bebe."
"Bye mami," kata Bebe kemudian melambaikan tangannya pada Rei dan kepada Yogi juga yang berdiri di depan mobil mengantar Bebe sampai masuk dan tak terlihat lagi.,
Salah melihat putrinya telah masuk ke dalam sekolah, Rei segera berjalan kembali menuju mobil Yogi. Kemudian masuk ke dalam dan duduk di kursi penumpang. Ia menatap Yogi, sebenarnya merasa tak suka karena tiba-tiba saja Yogi meminta putrinya memanggilnya dengan sebutan Papi.
"Bebe pulang jam berapa?" Tanya pria itu sambil menggunakan sabuk pengaman.
"Jam 2 siang Pak." Rei menjawab sambil kini Melaku kegiatan yang sama dengan Yogi.
"Sore banget?"
" Ada les tambahan pak. "Kenapa tiba-tiba minta anak saya manggil Bapak Papi?" Rei bertanya pada Yogi.
Yogi melirik ke arah Rei, ia tak segera melajukan mobilnya. Pria itu malah mendekatkan wajahnya kepada Rei. Ada hal yang harus dipastikan. Dia tak mau salah dalam menilai. Mencoba mencari tahu apakah perasaannya benar menyukai wanita di hadapannya kini.
"Kenapa ba—"
Rei tidak melanjutkan kata-katanya karena Yogi mengarahkan jadi tunjuknya ke bibir wanita itu. Yogi menatap lamat-lamat, tak bisa dipungkiri Yogi tampan, bukan tipe pria dengan bahu super lebar, tapi terlihat cukup nyaman dijadikan sandaran. Terlebih aroma wangi dari tubuhnya yang kasual, maskulin, tak seratus persen sempurna. Mungkin ini sembilan puluh sembilan persen sempurna menurut Rei. Karena Yogi adalah tipe pria yang ia suka, sipit, terlihat dingin dan karismatik.
Namun, kini rasanya semua yang menjadi tipenya terlihat biasa saja setelah merasakan disakiti oleh laki-laki. Kini ia bahkan menatap Yogi dengan tatapan tanpa arti. Menurt Rei wwjah tampan bukan jaminan bahagia.
Jantung Yogi berdegup, perlahan menjadi semakin cepat. Saat mendekati tubuh Rei dia bisa mencium aroma tubuh yang disukainya. Kemudian ia melirik sekilas pada bagian d**a. Pada saat itu jantungnya berderu kencang. Pria itu kemudian menjauhkan dirinya. Memutuskan untuk segera mengendarai mobil. Karena ini akan membahayakan, akan ada rasa yang tak tersalurkan.
"Bapak belum jawab, kenapa Bapak ngeliatin saya kayak gitu?" Rei bertanya lagi.
Lagi-lagi Yogi tak menjawab, ia malah memperkenalkan diri kepada Rei. "Nama saya Yogi finanda, saya pemilik dari brand kosmetik Kiss Miss. Saya anak satu-satunya dari ibu saya, dan ayah saya punya tiga anak dari istri sebelumnya perempuan semua. Tapi bisnis saya Kiss Miss, adalah hasil usaha saya sendiri. Juga saya punya bisnis lain milik ayah saya, yang saya kelola. Kamu?"
Rei hela napas, pria di samping itu benar-benar tak bisa diduga. bersikap dengan semaunya dan itu sungguh menyebalkan sekali. "Kenapa Bapak enggak jawab pertanyaan saya dan malah memperkenalkan diri kayak gitu?"
"Karena saya nggak mau jawab pertanyaan kamu, alasan kenapa saya liatin kamu. Dan perkenalan diri itu supaya kamu tahu tentang saya aja. Kita kan udah pacaran, Jadi kamu harus tahu tentang aku oke?"
"Tunggu, pacaran?" Rei mencoba meyakinkan lagi apa yang ia dengar barusan.
"Kan saya sudah bilang kalau kamu punya saya. Dan nggak bisa ditolak." Yogi menoleh kemudian tersenyum ke arah Rei. "Oke kalau gitu, kamu boleh memperkenalkan diri."
"Bapak emang suka bersikap semena-mena kayak gini ya?" Rei bertanya lantaran kesal sekali dengan kelakuan Yogi.
Yogi menganggukan kepalanya dengan pelan, Meskipun banyak orang yang mengatakan kalau dia itu menyebalkan, tapi dia sama sekali tak pernah merasa menyebalkan.
"Banyak yang bilang sih kalau aku nyebelin. Tapi aku sama sekali nggak ngerasa kayak gitu kok. So perkenalkan diri kamu ke aku."
"Pertama saya nggak mau ngenalin diri saya ke bapak. Ke dua, bapak nggak bisa semena-mena dengan mengakui kalau saya adalah pacar bapak."
Yogi kemudian menghentikan mobilnya ke pinggir jalan. Dia kemudian menatap ke arah Rei dan mendekatkan wajahnya.
"Look at me, saya ganteng nggak?"
Rei menautkan kedua alisnya, sambil menahan napas. "Menurut perspektif saya sih Bapak ganteng."
"Menurut kamu, saya bisa nafkahin kamu dan strawberry nggak?"
"Dari apa yang saya dengar tadi menurut saya bapak juga bisa buat nafkahin saya dan Strawberry."
Yogi kemudian kembali ke tempat duduknya membuat perasaan Rei menjadi lega. Terpaksa menahan nafas akibat wajah Yogi yang terlalu dekat dengan wajahnya.
"Ya udah, kita pacaran."
"Heh? Maksud bapak kayak gimana sih?"
"Saya ganteng, dan juga mapan. Dan saya yang ngejar kamu loh. Coba kebahagiaan mana lagi, nikmat mana lagi yang nggak bisa kamu syukuri?"
Rei menggaruk kepalanya yang terasa sangat gatal akibat ulah Yogi. Dia bingung dan seolah tak bisa menanggapi dan memberikan reaksi atas kata-kata yang terucap dari bibir pria itu. Mungkin dari ratusan orang yang sudah ia temui rasanya Baru kali ini yang merasa kesal setengah mati.
"Iya, tapi bapak nggak bisa seenaknya dong bilang saya pacar bapak."
"Ya Memang kenapa? Ini kan mulut saya?"
"Ini juga hati saya, jadi bapak nggak bisa seenaknya ngomong kayak gitu."
"Kamu bakal nyesel loh kalau nolak saya. Saya ini suka banget lho, bikin orang yang saya suka itu ngerasa spesial. Coba dulu deh, satu bulan aja. Siapa tahu kamu ketagihan." Yogi berkata salah menawarkan dirinya, ia kemudian menatap wajah Rei terlihat sangat kesal akibat perkataannya barusan.
"Argh!" Pekik Rei kesal. Karena tak tahu lagi apa yang akan dia katakan kepada pria itu.