#11 Bertemu Kembali

943 Kata
Pria yang sedang duduk itu mendongakkan kepalanya karena mendengar namanya dipanggil. Matanya terbelalak, tak menyangka perjalanan bisnis ke Surabaya akan membawanya bertemu dengan seorang wanita yang sangat dirindukan. Stevanie Wijaya. "Ardan?" panggil Putra ketika melihatnya. Adam tidak menggubris pertanyaan Putra, dia berdiri dan berjalan menghampiri Vanie sehingga tepat berdiri dihadapan wanita itu. Waktu bagaikan berhenti, Vanie diam terpaku bergeming di tempatnya. Sekelebat kenangan bersama dengan pria yang kini berdiri tegap di hadapannya berputar di otaknya. "Vanie, apa kabar" tanyanya. Putra menyentuh bahu Vanie. "Van...Vanie..." panggilnya. "Urgg...." jiwa Vanie telah kembali, dengan wajah merah padam dia berusaha bersikap normal. "Kabar baik." jawabnya lalu kembali duduk. "Tra, kamu duduk sini ya." pinta Vanie pada sahabatnya. "Do you know her, Dam?" tanya Oscar mencarikan suasana yang mendadak kikuk. "Yes, we are friend back in New York" jawab Adam tanpa berkedip menatap Vanie. "Well,...bagus deh kalau begitu. Putra, Vanie, perkenalkan Sebastian Adam Nugroho, dia sahabat sekaligus partner bisnisku" ucap Oscar memperkenalkan Adam pada mereka. Kini Putra yang terbelalak kaget, baru pertama kali dia bertemu dengan Adam yang tadi disangkanya adalah Ardan. "Kalian....kamu dan Ardan...sangat mirip" ucapnya tanpa disadari. "Ardan? Apakah dia berada di Indonesia?" tanya Adam. Putra mengangguk. "Ohh...damm! Yes, kami kembar." jawabnya. Kemudian Adam duduk tepat di seberang Vanie, matanya menatap tajam wanita itu. "Kamu kurusan Van..." Vanie hanya membalas tatapan Adam sebentar, lalu memutuskannya. Dia menoleh ke arah Oscar "Oscar, aku mohon maaf, mendadak kurang enak badan sehingga tidak bisa meneruskan pertemuan ini. Putra akan mewakiliku." "Van, kamu sakit?" tanya Putra khawatir dan menyetuh dahi wanita itu ingin memastikan Vanie tidak demam. "Aku tidak demam Tra, kamu lanjut saja dengan Oscar ya. Aku mau balik hotel dan beristirahat." ucap Vanie lalu berdiri tanpa menoleh lagi bergegas meninggalkan ruangan itu. Dengan langkah lunglai, Vanie turun dari taxi dan berjalan menuju lift hotel yang terletak di sudut kanan lobby. Air mata yang tertahan sejak tadi kini tak terbendung lagi. Vanie bersembunyi dibalik pilar besar dan menangis, padahal dia telah berjanji pada dirinya sendiri untuk kuat menghadapi semua ini. Namun, ternyata walaupun telah lama berlalu sakit itu masih terasa nyata. Tetiba dari balik punggungnya seseorang memeluk Vanie dan berbisik "Maafkan aku sayang..." Vanie berontak dan berusaha melepaskan diri dari pria yang sangat dikenalnya itu, "Lepaskan aku!" desisnya geram. "Tidak, aku tidak akan mengulangi kebodohanku dengan melepaskanmu dulu. Aku masih mencintaimu Van. Maafkan aku dan kembalilah" jawabnya seraya menghirup harum rambut wanita yang menjadi rindunya sejak pertemuan mereka terakhir. "Persetan dengan cintamu! Sejak saat itu aku sudah mengubur semua hal yang menyangkut denganmu . Lepaskan atau aku akan berteriak" ancam Vanie. "Baik...baik...aku akan melepaskanmu tapi berjanjilah untuk tidak menjauh. Aku ingin kita bicara baik baik." ucap Adam, lalu perlahan mulai mengurai pelukannya dan memutar tubuh Vanie sehingga mereka kini saling berhadapan. Vanie menjauh, mundur beberapa langkah. Sebagian dirinya berteriak merindu dengan pelukan pria itu tetapi sebagian lainnya seakan menahannya. Pergolakan yang melelahkan, "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, hubungan kita sudah selesai ketika kau mencampakkanku di hari yang kuharapkan menjadi hari terbahagia dalam hidupku." "Van...aku tahu, tidak ada lagi yang dapat kuperbuat untuk mengembalikan semua itu. Tapi, dengarkanlah dulu. Please..." pinta Adam dengan memelas. Vanie mendesah, menarik napas panjang. Dirinya tidak bisa menolak permintaan pria itu, "Baiklah, kita bicara di sana saja" jawabnya seraya menunjuk sebuah sofa di sudut yang jauh dari keramaian. Adam dan Vanie berjalan beriring menuju sofa itu, duduk saling berhadapan. "Apa lagi yang hendak kau bicarakan padaku?" tanya vanie, dia merasa risih karena sedari tadi Adam hanya duduk memandanginya. "Hmm..kamu kurusan." "Bukan urusanmu" jawab Vanie dengan gusar. "Ada hal apa yang hendak kamu ingin bicarakan denganku?" tanyanya sekali lagi. "Aku tahu telah menyakiti hatimu. Dan, andai aku dapat memutar waktu akan kulakukan Van." Adam diam, mencari kata kata yang tepat agar dapat berhasil membujuk Vanie. "Mau kah kau menungguku Van? Beberapa bulan lagi, please." "Menunggu apa? Apa yang harus kutunggu?" tanya Vanie tidak mengerti permintaan pria itu. "Lima bulan lagi, aku akan menceraikan Renny." Adam menarik napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya. "Setelah anak kami lahir, aku akan menceraikannya. Kita, kamu dan aku dapat kembali bersama Van." Vanie tak percaya dengan pendengarannya, dia menegakkan tubuh, "Sudah gila kamu Dam. Seenaknya mempermainkan istri dan anakmu" serunya. Adam menggeleng, "Aku tidak akan menelantarkan mereka, semua akan kusiapkan agar Renny dan putriku tetap dapat hidup dengan berkecukupan" "Cih..tidak kusangka kau menjadi egosi seperti ini. Teganya membuang istri dan anakmu." cemooh Vanie. "Ya, aku egois. Aku tidak mau kehilanganmu. Aku tidak rela melihat dirimu bersama dengan pria lain selain diriku." tegas Adam. Dia tidak peduli dengan sidiran Vanie, dirinya telah membuat rencana dan tidak ada siapapun yang dapat menggoyahkan rencana itu. Vanie menggeleng, "Sayangnya, aku sudah tidak mencintaimu. Kini telah ada pria lain yang menggantikan posisimu." ucapnya berdusta, hatinya menangis namun berusaha tegar. "Bohong! Matamu berbicara lain" "Terserah kamu percaya atau tidak. Bagiku hubungan kita telah berakhir dan kini aku melangkah dengan kepala tegak menyambut masa depanku dengan pria itu." ucap Vanie berusaha menyakinkan Adam. "Siapa pria itu Van? Apakah dia yang tadi bersamamu?" Vanie mengangguk. "Benar, dialah pria yang menggantikanmu" Kedua telapak tangan Adam kini terkepal keras, hatinya panas dan tidak terima jika Vanie telah memiliki pria lain. "Baiklah, aku sudah memberikan kesempatan untuk berbicara sesuai keinginanmu. Sekarang, aku pamit karena sebentar lagi Putra akan kembali dan kami akan menikmati makan malam bersama" Vanie meninggalkan Adam begitu saja yang masih terbakar rasa cemburu namun tak berdaya karena pada dasarnya wanita itu kini bukan miliknya lagi. Dia telah menghancurkan mimpinya sendiri dengan bercinta dengan Renny. Kebodohan semalam meruntuhkan dunia indah yang sebentar lagi akan mereka jelang. Kebencian pada istrinya kembali memuncak, dia mengutuk perempuan itu. "f**k! Renny....awas saja kau. Hidupmu tidak akan tenang sampai aku bisa bersatu kembali dengan Vanie."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN