14. Lamaran

2191 Kata
Ada yang berbeda dari malam-malam sebelumnya, jika malam-malam sebelumnya Aisyah merasa biasa-biasa saja namun sekarang ada perasaan aneh yang menghinggapi hatinya. Bagaimana tidak jika malam ini akan ada tamu spesial yang akan datang? Bukan hanya sekedar datang untuk berkunjung tapi lebih dari itu, rasanya dia tidak pernah menyangka jika hari ini akan tiba juga. Hari yang biasanya sangat diidam-idamkan oleh para kaum perempuan, ya hari lamarannya dengan Raihan. Bagaimana itu bisa terjadi? Sebenarnya beberapa hari yang lalu laki-laki itu mengajaknya bertemu dan mengutarakan niatnya untuk melamarnya dimalam ini bersama kedua orang tua laki-laki itu, jelas saja Aisyah merasa terkejut mendengarnya. "Hal penting yang aku maksudkan itu adalah kamu, aku ingin melamar kamu menjadi istriku Aisyah." Perkataan Raihan tempo hari sekali terngiang diingatan Aisyah, lamaran sederhana yang laki-laki itu utarakan padanya terdengar begitu romantis ditelinganya. Senyum itu tersungging dibibirnya, apalagi ketika dia melihat penampilan dirinya yang kini sangat cantik sekali dengan gaun muslimah sederhana serta riasan yang sederhana pula. Malam ini laki-laki itu akan melamarnya secara resmi, di depan Abi dan Umi-nya. Ah betapa bahagianya hati ini ketika kebersamaannya bersama Raihan kelak akan abadi jika hari itu telah tiba, hari dimana dia dan Raihan bersatu. Mengingat bayangan itu membuat dia tersenyum sendiri, sungguh mengherankan namun juga membuat hati bahagia. Suara pintu kamarnya dibuka membuat gadis itu menoleh, terlihat Umi Maryam masuk dan kini mulai menghampiri putrinya yang terlihat sangat cantik sekali malam ini. "Waah anak Umi cantik sekali malam ini," puji Umi Maryam sambil menghampiri Aisyah. "Iya dong, siapa dulu orangtuanya? Umi dan Abi." Umi Maryam tertawa pelan mendengarnya, diusapnya kepala Aisyah yang tertutup pasmina berwarna biru muda yang senada dengan gaun muslimah yang dia pakai. "Kamu bahagia malam ini, Nak?" tanya Umi Maryam tiba-tiba. "Alhamdulillah Aisyah bahagia Umi, sejak dulu Aisyah memimpikan malam ini akan terjadi. Apalagi yang akan melamar Aisyah itu adalah orang yang sejak dulu Aisyah impikan," ucap Aisyah dengan pipi merona. "Syukur Alhamdulillah kalau kamu bahagia, Umi pun akan merasa bahagia jika kamu bahagia. Jadilah istri dan calon Ibu yang setia mendampingi suami serta anakmu kelak ya Nak?" Aisyah tertawa geli mendengar pesan Umi-nya. "Apa sih Umi? Aisyah kan belum menikah dengan Kak Raihan, ini aja baru lamaran. Umi membuat Aisyah malu," rajuknya. "Waah ini beneran Mbak Aisyah kan ya? Kok dulunya yang si upik abu jadi cantik begini? Nala enggak nyangka loh Mbak," ucap Nala tiba-tiba sambil memasuki kamar Aisyah. Gadis itu memandang Aisyah takjub, bahkan matanya sampai membola. "Sembarangan lo kalau ngomong La, emangnya Mbak seburuk itu?" tanya Aisyah sengit dengan bibir yang mengerucut. "Enggak Mbak, gue cuma bercanda. Santai Mbak, tegang amat sih?" Nala terkekeh diujung kalimatnya. "Itu keluarganya Kak Raihan udah datang, hayo jadi tegang lagi kan?" Nala memperhatikan ekspresi wajah Aisyah yang terlihat sedang gugup. "Nala, udah. Kamu jangan gangguin Mbak mu yang udah tegang itu loh, kamu tungguin Aisyah ya? Nanti kalian datangnya menyusul. Umi mau keluar dulu," ucap Umi Maryam. "Iya Umi, Umi tenang aja Nala pasti akan jagain Mbak Aisyah kok." Nala mengacungkan jari jempolnya. "Tanpa lo jaga gue bisa jagain diri gue sendiri kali La," protes Aisyah ketika tak lagi melihat kehadiran Umi-nya. "Gue takut lo kabur Mbak karena grogi." Aisyah mendengus, mana ada dia seperti itu? Segroginya dia tidak akan mungkin dia kabur apalagi hari ini memang sudah sangat dia impikan. "Lo kalau ngomong suka ngaco, sana lo keluar aja deh. Biar gue di sini sendiri." Lama-lama Aisyah merasa kesal juga karena terus-terusan digoda oleh Nala, gadis itu tak tau saja kegugupan yang Aisyah rasakan. Mungkin dia akan mengerti kalau dia mengalami sendiri, sukanya mengejek dirinya saja. "Mbak Aisyah mau nikah kok jadi galak gini sih? Santai Mbak, gue tadi cuma bercanda." Nala mengikuti Aisyah yaitu duduk di tepi ranjang. "Eh Mbak gue mau tanya," ucap Nala tiba-tiba dan hal itu membuat lamunan Aisyah hilang. "Apa!?" tanyanya ketus, bukan bermaksud dia mau galak-galak pada Nala ya. Tapi sepupunya itu seperti tidak mengerti dirinya saja, dia sedang gugup ini kenapa malah mau nanya segala? "Kalau lo nikah sama Kak Raihan, gimana ya sama Kak Pandu? Dia kan naksir berat sama lo Mbak." Mendengar nama pria yang tak ingin sekali Aisyah dengar lagi membuat gadis itu menatap kesal Nala. "Lo sebenarnya dikasih apa sih sama dia? Kok kayaknya lo senang banget ya jodoh-jodohin gue sama dia, kenapa enggak lo aja sama dia?" Nala terkekeh ketika mendengar suara Aisyah yang sedikit meninggi, jika membahas nama Pandu mengapa Aisyah menjadi sensitif seperti ini? Itulah yang membuatnya heran dan maka dari itulah alasan dia suka sekali menggoda Kakak sepupunya ini. "Mana ada dia mau sama gue Mbak, orang dia maunya sama lo kok. Lagian nih ya Mbak, gue enggak dikasih apa-apa sama dia. Gue suka aja lihat wajah kesal lo setiap gue bahas Kak Pandu," ucap Nala sambil tertawa. "Lo jahat juga ya ternyata? Suka banget buat gue kesel," tukas Aisyah. Mereka terdiam sejenak, merasakan hati yang kini tengah memikirkan sebuah hal yang berbeda. Hingga perkataan Nala membuat Aisyah menoleh. "Mbak, kalau lo udah nikah sama Kak Raihan jangan lupain gue ya? Gue tau pasti berat banget mengemban status sebagai seorang istri. Gue kagum sama lo Mbak, yang mau nikah di usia muda. Gue juga kagum sama Kak Raihan, dia berani menghalalkan lo daripada ngajak Lo pacaran. Semoga Lo bisa bahagia sama Kak Raihan ya Mbak? Gue selalu dukung segala keputusan lo, apapun yang terbaik untuk lo gue selalu dukung. Aisyah tersenyum mendengar ucapan bernada tulus itu. "Eh tapi kasihan ya sama Kak Pandu yang enggak berjodoh sama lo, lo mau undang dia enggak Mbak?" Mendengar nama itu lagi disebut membuat Aisyah langsung memasang wajah datarnya. "Enggak, ngapain gue harus undang dia?" Iya, untuk apa dia mengundang Pandu? Pria itu bukan siapa-siapanya, temannya juga bukan apalagi saudara. "Setidaknya akhir-akhir ini lo kenal sama dia Mbak, harusnya lo undang nanti dia di pernikahan lo supaya nanti dia enggak kaget kalau tiba-tiba lo menikah. Enggak ada salahnya kan ngundang dia? Kalau lo enggak mau ngundang dia biar gue aja yang undang. Gue udah minta izin sama lo ya Mbak buat undang, gue berniat baik. Maksud gue setelah dia tau kalau lo udah nikah, dia bisa cari pengganti lo nantinya dan enggak akan berharap sama lo lagi." Aisyah mendengus. "Dia berharap sama gue? Mana ada dia begitu, gue yakin dia itu pasti banyak pacarnya. Dan gue salah satu calon korban yang enggak bakal pernah jadi korban dia, gue enggak mau ya nanti lo berhubungan sama dia. Gue enggak mau lo juga jadi korban dia, awas aja nanti kalau dia ngapa-ngapain lo karena gue udah nikah. Gue enggak akan biarin dia tenang," sungut Aisyah dengan menggebu. Nala menghela nafas mendengarnya, Aisyah ini kadang kalau baik dengan orang maka dia sangat baik sekali dan kalau dia sudah kelewat kesal pada orang itu maka dia tidak mau mendengarkan penjelasan apapun apalagi terkait orang itu, padahalkan apa yang Aisyah tuduhkan pada Pandu tak sepenuhnya benar. Nala yakin sekali kalau Pandu serius menyukai Kakak sepupunya, bukan hanya untuk mainan semata. Cuma ya itu cara dia mencari perhatian Aisyah memang berbeda dengan pria lainnya, dia lebih memilih mencari perhatian Aisyah dengan guyonannya sedangkan mungkin jika pria lain seperti Raihan akan mencari perhatian Aisyah melalui tutur katanya yang sopan. Nala merasa maklum sekali, gadis mana yang tidak akan terkejut ketika tiba-tiba ada seorang pria yang baru dikenal berniat mendekatinya? Mana melayangkan gombalan recehnya. Aisyah memang baru mengenal Pandu, berbeda dengan dia yang mengenal Raihan. Tak heran bagi Nala jika sampai Aisyah menyukai pria yang sudah dari dulu Aisyah sukai itu, Raihan orang yang baik. Pun memiliki tutur kata sopan, apalagi perilakunya yang baik. Banyak orang yang memimpikan bisa menjadi pendamping Raihan tak terkecuali Aisyah, sedangkan dirinya sih tak memiliki tipe pria yang khusus apalagi dia memang belum ingin memikirkan hal itu dulu karena dia ingin fokus dengan pendidikannya dulu. "Mbak sebenarnya itu ya, Kak Pandu-...." Nala harus menghentikan perkataannya ketika pintu kamar dibuka, ada Umi Maryam juga Bundanya di sana. "Aisyah, ayo turun. Nak Raihan sudah menyampaikan niatnya dengan Abi kamu, tinggal menunggu jawaban resmimu saja." Aisyah mengangguk dengan gugup sambil berjalan menghampiri Umi dan Tantenya diikuti Nala yang berjalan di belakangnya. "Umi dan Bunda duluan saja, biar Nala yang mengajak Mbak Aisyah keluar." Umi Maryam dan Bunda Nala mengangguk kemudian keluar terlebih dulu. "Ayo Mbak kita keluar, enggak usah tegang begitu. Anggap aja omongan gue tadi angin lalu ya? Semangat dalam menggapai kebahagiaan hidup ya Mbak?" Aisyah mengangguk dan membiarkan tangan Nala menuntunnya keluar dari kamar. Aisyah menundukkan wajahnya ketika rasa gugup mulai menghinggapi hatinya, dia dapat melirik sekilas ke arah sana dimana ramainya orang. Mau tak mau dia sedikit mengangkat wajahnya ketika ia dan Nala sudah tiba di depan semua orang yang kini menatapnya takjub, terutama Raihan yang bahkan kini menatap Aisyah tanpa berkedip. Bahkan Bunda Raihan harus menyenggol lengan putranya hingga laki-laki itu jadi salah tingkah dan kini memilih menundukkan wajahnya karena merasa sangat malu, dia kepergok sedang memandangi Aisyah sebegitunya. Astaghfirullah, ingat Raihan dia belum halal untukmu. Dalam hati dia terus mengingatkan kalau semua itu salah, akan ada saatnya dia bisa memandangi Aisyah sepuasnya tanpa adanya dosa. Jangan sampai nafsu syaitan mengelabui hatinya, tetaplah dia harus berpikiran jernih. "Aisyah-nya sudah datang ini, sini Nak duduk di dekat Umi." Perlahan-lahan Aisyah mendekat ke arah Umi, dia duduk dengan diapit Abi dan Umi-nya sedangkan Nala memilih menghampiri kedua orangtuanya yang memang turut hadir dalam acara sakral ini. "Jadi bagaimana Nak Aisyah? Alhamdulillah Abi dan Umi-mu bersedia menerima putra kami Raihan sebagai menantunya, bagaimana dengan Nak Aisyah? Apakah bersedia juga menjadi pendamping hidup Raihan?" tanya Surya–Ayah Raihan membuat Aisyah mendongak, gadis itu menatap semua orang di hadapannya satu persatu kemudian dengan menghembuskan nafasnya dia mulai bersuara. "Bismillahirrahmanirrahim, dengan menyebut nama Allah Aisyah menerima lamaran ini. Aisyah menerima Kak Raihan sebagai pendamping hidup Aisyah, menjadi tulang rusuknya dan setia bersamanya baik suka maupun duka." Akhirnya Aisyah dapat bernafas dengan lega ketika telah mengatakan hal yang membuatnya panas dingin itu, semua orang yang ada di ruangan ini tersenyum lega sambil mengucap hamdalah ketika mendengar jawaban Aisyah. "Alhamdulillah, terima kasih sudah menerima lamaranku Aisyah." Aisyah mengangguk sambil tersenyum, dia tak berani menatap Raihan karena dia merasa Raihan menatapnya dengan pandangan yang berbeda. Seperti ada kekaguman yang terpancar di sana, membuat dia merasa sangat malu saja. "Ehem .... " Suara deheman Abi Lukman memutus kontak mata antara Aisyah dan Raihan, dua orang itu saling menundukkan wajahnya karena merasa malu diperhatikan banyak pasang mata mana kepergok pula saling menatap. "Jadi sekarang kita langsung bahas ya tanggal pernikahannya?" tanya Abi Lukman yang dibalas anggukan dari Ayah Surya. "Semua tanggal itu baik, bagaimana kalau minggu depan saja?" usul Ayah Surya yang membuat Aisyah sedikit tersentak. Bulan depan? Kenapa secepat itu? batinnya bertanya-tanya. "Ah apakah itu tidak terlalu cepat?" tanya Umi Maryam. "Tentu saja tidak Umi, bukankah melangsungkan hal yang baik itu memang sebaiknya harus disegerakan? Abi setuju dengan usul Pak Surya. Asalkan semuanya lancar dan sesuai dengan syariat islam," ucap Abi Lukman. "Umi kini terserah Raihan dan Aisyah-nya, kan mereka yang akan melangsungkan acara pernikahan itu. Apakah mereka setuju kalau satu minggu lagi mereka menikah, atau ada usul lain lagi dari mereka?" Umi Maryam berpendapat agar melimpahkan semua hal pada Aisyah dan Raihan, karena menurutnya mereka yang akan menjalani maka biarkan mereka yang menentukan hari yang tepat itu. "Kalau Aisyah terserah Kak Raihan saja Umi bagaimana baiknya," jawab Aisyah yang kini melimpahkan segala hal baik itu pada Raihan. "Nah, kini tinggal Nak Raihan saja yang memberi usul. Bagaimana? Nak Raihan siap mengemban tanggung jawab sebagai suami dalam jangka waktu satu minggu lagi?" tanya Abi Lukman, Raihan memejamkan matanya sejenak kemudian kembali membukanya. Dia menatap Abi Lukman sambil tersenyum tenang, dia sudah sangat yakin sekali waktu itu adalah sangat baik. "Bismillah, Raihan bersedia mengemban tanggung jawab itu satu minggu lagi. Insyaallah kami juga akan membantu menyiapkan semuanya," ucapnya sambil tersenyum. "Alhamdulillah, tanggal acara sudah ditentukan ya? Yaitu tanggal 9 Oktober. Sekarang kita tinggal menyiapkan semuanya ya?" Dan segala obrolan mengenai pernikahan Aisyah dan Raihan mengalir begitu saja, hingga waktu sudah hampir larut membuat pembahasan yang memang sudah selesai itu berhenti saat keluarga Raihan berpamitan. Aisyah dan keluarganya mengantarkan kepergian keluarga Raihan keluar, gadis itu mengulum senyumnya ketika melihat Raihan menatap kearahnya sambil tersenyum. Dia pun ikut tersenyum ketika melihat senyum manis itu, akhirnya hal yang selama ini dia impikan akhirnya bisa terencana juga. Semoga saja Allah memudahkan segala rencana mereka, semoga saja mereka diberikan kesehatan sampai hari H itu tiba. Betapa mendebarkannya ketika membayangkan hari itu tiba, apalagi kalau orang itu adalah laki-laki yang selalu dia idam-idamkan menjadi kekasih idamannya dan kini sebentar lagi akan menjadi kekasih halalnya. *** Dear, Pembaca. Cerita ini insyaallah akan dilanjutkan dan di up tiap hari pada bulan Februari mendatang, karena saya sedang sibuk menulis naskah cerita sebelah saya. Kalau ingin tahu naskah apa yang sedang saya selesaikan judulnya itu My Perfectionist CEO. Jika ada waktu mungkin akan di up sedikit2 pada bulan Januari tapi tidak bisa tiap hari ... Sambil menunggu cerita ini kalian bisa baca cerita My Perfectionist CEO, saya tunggu komen keantusiasan kalian di sana ya. Terima kasih Salam SJ
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN