2. Pria Gila

2146 Kata
Gadis yang tidak dapat menemukan diary miliknya itu memasuki toko kue milik Uminya dengan lesu, meskipun dia sudah mendapatkan penggantinya tapi tetap saja hatinya masih menginginkan jika diary itu kembali. Dipandanginya diary baru berwarna biru muda yang belum pernah tersentuh ataupun tergores oleh tinta itu dengan tatapan sendu, diary ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan diary miliknya yang bisa dia katakan lusuh itu. Biarlah diary itu lusuh tapi dia sangat menyayangi barang itu karena orang yang memberikannya adalah orang spesial baginya, sekarang dia tak menyimpan lagi kenangan dari Raihan dan itu membuatnya sangat sedih. Wajahnya yang tertekuk itu membuat Nala yang sedang menaruh kue-kue yang baru dia buat kedalam lemari kaca juga etalase, gadis itu sudah bisa menebak apa yang terjadi pada sepupunya. Sebenarnya Nala merasa sangat heran mengapa Aisyah begitu panik jika diary miliknya itu sampai hilang. Dari dulu dia sudah sangat penasaran dan sekarang dia masih saja belum bisa menjawab rasa penasarannya karena Aisyah yang tak mau bercerita padanya, salahkan saja dirinya yang memiliki mulut terkadang suka ember hingga membuat orang yang pernah bercerita padanya pun kapok tak mau lagi berbagi isi hatinya. Sama seperti Aisyah yang dulu pernah menceritakan sebuah aibnya dan dengan luwesnya mulut Nala bercerita pada Umi Maryam, Aisyah kan tidak mau lagi kalau hal itu sampai terjadi. "Mukanya kenapa kusut gitu Mbak? Enggak ketemu diary-nya?" tanya Nala ketika Aisyah duduk disampingnya. "Enggak ada, padahal Mbak udah cari kemana-mana tapi enggak ketemu." Jawaban Aisyah berhasil membuat Nala terkekeh pelan. "Udahlah Mbak, enggak usah dipikirin. Lagian kan udah dapat penggantinya kan?" Nala menunjuk diary biru muda ditangan Aisyah menggunakan dagunya. "Tetap aja La, itu diary bukan sembarang diary. Disana banyak kenangannya," ucap Aisyah masih saja memikirkan diary itu. "Hadeh Mbak ... Mbak ... ya mau gimana lagi kalau itu diary enggak ketemu? Mbak mau teriak ataupun murung gini juga enggak akan balik itu diary, ikhlasin aja deh itu diary-nya. Anggap aja Mbak sedekah sama orang yang udah nemuin diary Mbak." Aisyah merengut mendengar ucapan Nala "Ya mana bisa gitu La, itukan barang pemberian-...." Hampir saja Aisyah keceplosan, untung saja mulutnya lebih dulu terkunci dan tidak mengatakan hal itu pada Nala. "Pemberian siapa hayo?" tanya Nala sambil tersenyum menggoda membuat Aisyah diam-diam meringis, ini tidak bisa dibiarkan. Lama-lama dia benar-benar bisa keceplosan karena Nala terus saja mendesaknya, gadis itu paling pandai jika membuat seseorang membuka mulut tentang rahasia yang dia sembunyikan dan Aisyah tidak ingin kalau rahasianya ketahuan karena Nala yang jahil pasti akan mengadu pada Uminya. "Ih bukan siapa-siapa kok, tadi gue cuma salah ucap aja ...." Aisyah enggan menatap Nala yang kini memandangnya penuh selidik, dia akan membuka suara tapi pemandangan dihadapannya membuat dia menatap penuh kagum kearah pria yang akan memasuki toko mereka. "Mbak Aisyah, itu dia orang yang gue maksud Mbak! Dia datang!!" Nala berteriak heboh membuat Aisyah memutar kedua bola matanya malas dengan tingkah berlebihan Nala. "Siapa sih yang lo maksu-...ud." Perkataanya menggantung ketika dia melihat siapa orang yang Nala maksud, bukannya dia itu adalah.... "Hai kita ketemu lagi," ucap pria dihadapannya sambil tersenyum. "Bapak orang yang saya tabrak tadikan?" tanya Aisyah sambil mengingat-ingat wajah orang yang tak sengaja dia tabrak. "Kalian saling kenal?" Aisyah baru menyadari kalau ada Nala diantara mereka. "Enggak kok, dia itu orang yang enggak sengaja gue tabrak La. Dia juga yang buat gue kehilangan buku diary gue," bisik Aisyah ditelinga Nala. Nala mengangguk-anggukan kepalanya sambil tersenyum penuh arti, apalagi melihat tatapan pria berjas itu yang tiada henti menatap kearah Aisyah. Ah dia tau sekarang ini. "Mbak, lo aja ya yang ngelayanin. Gue mau ke belakang sebentar," ucap Nala yang dengan seenaknya langsung pergi ke dapur. Disana Nala cekikikan sendiri membuat Umi Maryam yang tengah memanggang kue pun menatap heran kearah keponakannya yang sedang tertawa. "Kamu kenapa La? Dari tadi Umi perhatikan kamu cekikan enggas jelas gitu, ada yang lucu?" tanya Umi Maryam sambil berjalan mendekati Nala. "Enggak ada yang lucu sih Mi, tapi Umi tau enggak? Sebentar lagi Mbak Aisyah mau nikah loh Mi." Dahi Umi Maryam mengernyit mendengarnya. "Husss ... jangan ngawur kamu," ucap Umi Maryam sambil menggeplak tangan Nala. "Serius Umi, didepan sana itu ada pria tampan, mapan dan kaya. Kayaknya dia naksir sama Mbak Aisyah deh, tertarik pada pandangan pertama kala aku berjumpa. Eh kok Nala malah nyanyi sih?" Nala menggaruk tengkuknya sambil menyengir kearah Umi Maryam. "Eh Umi mau kemana?" tahan Nala ketika Umi akan keluar dari dapur. "Mau lihat pria tampan, mapan dan kaya yang katamu naksir sama anak Umi." Dengan cepat Nala langsung menarik tangan Umi Maryam agar dia tak jadi keluar. "Loh kenapa Umi malah ditarik sih? Minggir, Umi mau lihat pria yang naksir Aisyah." "Umi mereka itu lagi pedekate, jangan diganggu nanti kalau enggak jadi gimana? Gagal dong Umi dapat mantu kaya dan tampannya." Nala melepaskan tangannya yang tadi menahan langkah Umi Maryam. "Tampan dan kaya tidak menjamin hidup seseorang bahagia, kalau dia tampan dan kaya tapi tak punya iman untuk apa? Lebih baik orang miskin tapi bisa menjadi imam yang baik untuk istri dan keluarganya." Nala mengerucutkan bibirnya sebal mendengar ceramah dari Umi Maryam. "Tapikan hidup ini masih butuh uang Mi, berarti kaya itu menjamin kan? Perihal iman seseorang kan lambat laun bisa dirubah asalkan yang pertama dia seagama sama kita saja sudah cukup kok." Umi Maryam menggeleng mendengar penuturan Nala. "Pokoknya Umi harus mendukung Mbak Aisyah sama dia, Nala yakin sekali kalau Mbak Aisyah bisa bahagia kalau menikah dengannya nanti dan Nala juga kan bisa kecipratan nantinya Mi." Nala sudah membayangkan hal-hal yang bisa membuatnya senang itu namun bayangan itu harus musnah ketika Umi Maryam menepuk kepalanya agak keras. "Sadar, belum tentu juga mereka jodoh. Kamu juga tau dari mana kalau itu calonnya Mbakmu? Kenal darimana mereka? Aisyah tidak pernah cerita sama Umi kalau dia sedang dekat dengan seorang pria." Nala hanya menyengir. "Mereka baru kenal Mi, tapi Nala yakin kalau pria tampan itu naksir sama Mbak Aisyah. Percaya deh sama Nala," ucap Nala meyakinkan. "Umi enggak mau percaya sama kamu, percaya itu bukan sama manusia tapi sama Allah. Nanti jatuhnya musyrik." Nala mengerucutkan bibirnya sebal mendengar penuturan Umi Maryam. "Udah daripada kamu mikirin hal yang belum tentu terjadi, lebih baik kamu bantuin Umi cuci semua peralatan itu." Umi menunjuk loyang-loyang kotor yang ada diatas meja. "Iya Umi," ucap Nala lesu dan memulai pekerjaannya. Aisyah memandang pria dihadapannya dengan penuh selidik, jadi ini pria yang Nala maksud? Ganteng sih iya tapi menurutnya tetap masih gantengan Raihan yang penuh dengan kesederhanaan. Pria dihadapannya tengah berdiri sok cool dengan kedua tangan yang berada didalam saku celananya, dalam hati Aisyah mencibir. Tapi tunggu, dia jadi kepikiran untuk menanyakan diary miliknya. Siapa tau pria itu melihat dimana diary-nya kan? Mengingat waktu itu dia mendengar pria itu teriak memanggilnya. "Saya mau tanya sama Bapak, Bapak tau dimana diary saya?" tanya Aisyah to the point membuat pria dihadapannya mengernyit kemudian malah tersenyum. "Tidak," jawab Pandu berbohong. Diary itu ada bersamanya tapi dia belum selesai membaca semuanya, mengingat isi diary itu membuat Pandu kini menahan tawanya. "Benar Bapak tidak tau? Terus untuk apa Bapak kesini kalau bukan mengembalikan diary saya dan darimana Bapak tau saya ada disini?" Pandu malah tersenyum geli mendengarnya, sepertinya gadis dihadapannya ini mempunyai kadar kegeeran yang tinggi. "Siapa yang bilang saya kesini karena mencari kamu? Saya kesini karena ingin mengambil kue pesanan saya," ucap Pandu yang membuat Aisyah kini malu dengan tingkahnya yang tadi kegeeran. "O-oh," ucap Aisyah singkat membuat Pandu tertawa. "Kenapa Bapak tertawa? Ada yang lucu?" tanya Aisyah tak suka karena merasa pria dihadapannya ini menertawakannya. "Wajahmu itu lucu sekali ketika malu karena perkataanmu yang salah." Aisyah mendelik mendengarnya, menyesal dia pernah mengatakan pria ini tampan sebelumnya karena akhlaknya ternyata tak setampan wajahnya. Pria ini suka sekali mengejek orang lain, benar-benar bukan tipe suami idamannya dan harus dijauhi. "Kue ulang tahun yang Bapak pesan seperti apa? Biar saya ambilkan," ucap Aisyah yang ingin agar pria ini cepat-cepat pergi. "Kue resep cinta ada?" tanyanya sengaja menggoda Aisyah membuat gadis itu mendelik. "Ada, karena semua kue ini dibuat dengan cinta dan sepenuh hati." Aisyah menjawab dengan asal. "Jangan ...." ucap pria itu menggantung. "Jangan apa?" tanya Aisyah bingung. "Jangan buat semua kue itu dengan cinta dan kasih sayangmu, cukup untukku saja. Biarkan aku yang menikmati rasa cinta itu," ucap Pandu yang membuat Aisyah memandang heran pria dihadapannya yang kini tersenyum aneh. "Kue apa yang tadi Bapak pesan? Biar saya ambilkan," ucap Aisyah berusaha sabar menghadapi pria gila dihadapannya ini. "Kue coklat," jawabnya yang membuat Aisyah langsung mengambil kue didalam lemari kaca itu. "Yang ini?" tanyanya yang dibalas anggukan oleh Pandu. "Iya, jangan lupa dibungkus dengan rapi dan harus satu-satunya karena cinta aku ke kamu itu hanya satu saja didalam hatiku." Ya Allah pria macam apa sebenarnya yang ada dihadapan Aisyah ini? Ganteng sih iya tapi sayang dia gila! "Ini, terimakasih silahkan bayar." Aisyah menyerahkan kue itu dengan wajah datarnya. "Kembaliannya buat kamu saja." Pandu menyerahkan uang lebih pada Aisyah. "Eh tidak, ini kembaliannya silahkan diterima." Jelas saja Aisyah menolak itu karena dia tidak mau kalau-kalau pria ini kembali besok dan menagih uang kembaliannya yang tertinggal, siapa tau begitukan? "Tidak, untukmu saja. Anggap saja itu cicilan mahar dariku untuk pernikahan kita nanti," ucap Pandu sambil mengedipkan matanya. "Ah ya? Aku sudah bilang belum tadi?" Pandu kembali membalikan tubuhnya dan kini menatap Aisyah yang masih terbengong sambil menatap uang kembalian yang ada ditangannya. "Bilang apa?" Sepertinya kesalahan besar yang Aisyah lakukan karena dia meladeni ucapan Pandu. "Bilang kalau aku cinta kamu," ucapnya yang membuat Aisyah mengerjap kemudian menatap pria itu yang sudah keluar dari toko kuenya dengan tangan yang melambai kearahnya. Sangat tak cocok sekali dengan penampilannya yang manly itu, fiks dia yakin kalau pria itu benar-benar gila. "Dasar pria gila, sembarangan menyatakan cinta pada anak gadis orang. Untung gue orangnya enggak baperan, ada-ada saja kelakuan pria dewasa zaman sekarang." Sepanjang dia menata kue-kue itu dia terus saja menggerutu tentang pria gila yang sok kenal sok dekat padanya. "Loh kenapa dia balik lagi?" gumam Aisyah ketika ekor matanya menangkap Pandu yang berjalan memasuki tokonya. "Apa dia nagih uang kembalian tadi ya?" gumamnya lagi. "Ada apa Bapak kembali lagi? Ada yang ketinggalan? Ah apa Bapak mau nagih kembalian tadi? Sebentar ya Pak ...." Aisyah mengambil uang kembalian itu lalu menyerahkannya pada Pandu tapi pria itu menolak. "Ini Pak, kok enggak diterima? Bapak kesini mau ambil uang kembalian kan?" tanya Aisyah bingung. "Siapa bilang aku kesini mau ambil uang itu? Aku kan tadi sudah bilang kalau uang itu untuk menyicil mahar pernikahan kita." Aisyah baru sadar kalau ternyata sedari tadi pria itu ber-aku-kamuan padanya, sok dekat sekali. "Terus apa yang membuat Bapak kembali kesini? Apa ada yang ketinggalan?" tanya Aisyah lelah dengan keberadaan pria gila dihadapannya ini. "Kita belum berkenalan kan? Namaku Pandu, nama kamu siapa? Ah iya sekalian aku minta nomor telfonmu ya?" Sontak saja mata Aisyah mendelik mendengarnya. "Siapa yang mau ngajak kenalan? Kalau Bapak tidak ada kepentingan lain, silahkan undur diri Pak." Aisyah yang agak sedikit kesal dengan pria gila dihadapannya ini pun lebih memilih mengusirnya, apaan dah ngajak kenalan segala? "Kan tadi aku yang mengajak kenalan? Katakan namamu siapa dan nomormu berapa? Nanti aku akan pergi dengan sendirinya." Tentu saja Aisyah tidak mau ya memberikan nomornya ataupun hanya memberitahukan namanya saja, dia tidak ingin terlibat lebih lama lagi dengan pria gila ini. "Tidak ada, saya tidak punya ponsel." Jelas saja Aisyah punya, mana ada di zaman sekarang orang tidak memiliki benda canggih itu? Bahkan ada yang memiliki dua sampai lima, kalau hanya satu saja sih Aisyah memilikinya. "Kamu berbohong ya?" tanya Pandu dengan mata menyipit. "Oke, aku akan cari tau sendiri. Kalau begitu aku pergi dulu ya calon istri?" Kalau saja mengubur orang yang masih hidup itu tidak dosa, sudah Aisyah lakukan hal itu pada pria gila yang dia ketahui bernama Pandu. "Silahkan cari tau saja nama dan nomor gue, gue yakin tuh pria gila enggak akan bisa dapetin dua hal itu." Dan sepertinya Aisyah terlalu percaya diri hingga kepercayaan dirinya itu musnah ketika dia melihat Nala sedang berbicara dengan pria gila bernama Pandu. "Jangan bilang kalau Nala kasih tau nama serta nomor ponsel gue?" ucap Aisyah panik ketika melihat Nala dan Pandu sama-sama mengeluarkan nomor ponselnya. "Apa lo senyum-senyum?" tanya Aisyah kesal ketika melihat Nala menghampirinya dengan perasaan bahagia. "Ya harus senyum dong, orang tadi ada cogan yang ngajak kenalan plus minta nomor telfonnya." Kok Aisyah jadi merasa tersindir ya? "Aduh Mbak, enggak nyangka tau kalau cogan berjas itu minta nomor ponsel gue, mimpi apa coba gue semalam?" Mata Nala terlihat berbinar-binar membuat Aisyah mencibir, dasar playboy! Tadi saja memaksanya agar memberikan nomor ponselnya, tapi lihatlah sekarang dia malah meminta nomor ponsel Nala. Lah kenapa dia jadi memikirkan pria gila itu? Terserah dia mau playboy atau apa Aisyah tidak peduli tapi dia tidak rela ya kalau sampai Nala menjadi korbannya. Diam-diam Nala tersenyum aneh melihat wajah semrawut gadis disampingnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN