Seminggu berlalu sejak kedatangan Azril dan keluarganya untuk mengkhitbah Azifa. Selama seminggu itu pula Azifa merasakan sesuatu yang bercampur aduk. Ada lega, senang, bahkan juga rasa kekhawatiran mengingat pernikahannya semakin dekat. Bukan masalah apa, Azifa hanya khawatir nantinya ia tidak bisa menjadi istri yang baik untuk Azril. Tapi berkali-kali ayah dan bunda selalu memberikan Azifa nasehat-nasehat sederhana yang mampu membuatnya lebih tenang.
Seminggu terakhir ini Azifa sudah menamatkan beberapa buku yang waktu itu bundanya belikan seputar persiapan pernikahan. Mulai dari kewajiban suami-istri, nasehat-nasehat pernikahan, psikologi pernikahan, bahkan resep masakan-masakan untuk dihidangkan pada Azril nanti. Tapi tentunya dalam masalah masak memasak, Azifa akan banyak bertanya pada calon mertuanya, Ummi Fatimah.
Kini Azifa sedang membaca buku nasihat pernikahan Imam Ghazali di balkon kamarnya sambil menghirup udara segar. Di sampingnya juga ada Kak Ariq yang sedang fokus menyelesaikan pekerjaannya lewat laptop. Di tengah-tengah mereka, bunda sudah menyiapkan cappucino hangat dan roti selai.
Drtd...drtd..
Azifa merasakan ponselnya berdering, buru-buru ia merogoh dari sakunya, saat dilihat ternyata yang menelpon adalah Ummi Fatimah.
Ummi Fatimah
"Assalamualaikum Azifa, apa kabar nak?"
"Waalaikumussalam Ummi, alhamdulilah Azifa baik. Ummi sendiri gimana, sehat kan?"
"Alhamdulillah, Ummi sehat. Oh iya rencananya hari ini Ummi mau ajak kamu ke butik, bisa kan?"
"InsyaAllah bisa ummi, tapi siang."
"Oh iya nggak papa, nanti Ummi jemput dimana?"
"Langsung jemput di tempat Azifa ngajar ya ummi, nanti Azifa share lokasinya."
"Alhamdulillah, yaudah kalau gitu. Sampai ketemu nanti Azifa."
"Sampai ketemu nanti ummi. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Azifa terlihat bahagia setelah mendapatkan telpon dari calon mertuanya. Bahkan Kak Ariq yang sedang fokus pada laptopnya teralihkan pada tingkah adiknya yang senyum-senyum sendiri. Dan inilah saatnya Kak Ariq menggoda Azifa.
"Ih, habis nerima telpon kok senyum-senyum."
"Biarin, yang senyum aku kok kakak yang repot."
"Mentang-mentang calon mertua ya," goda Kak Ariq.
"Apa sih kak, biasa aja juga."
"Iya ummi, Azifa blablabla," Kak Ariq menirukan gaya bicara Azifa.
"Ih ngeselin, bye," tidak kuat dengan tingkah kakaknya, Azifa beranjak masuk.
Azifa beranjak menuju dapur hendak memberitahu bundanya. Sepertinya asyik jika bunda turut ikut nantinya. Jadi Azifa tidak akan terlalu canggung saat bersama dengan Ummi Fatimah.
"Bunda, barusan Ummi Fatimah telpon. Katanya hari ini jadwal Azifa fitting, bunda ikut ya."
"Wah, anak bunda mau pilih-pilih gaun nih. Boleh nak, setelah ini kan?"
"Bukan bun, tapi nanti sore soalnya setelah ini Azifa harus ke yayasan."
"Yah, acara kita kapan, hari ini atau besok?" tanya bunda pada ayah yang sedang asyik minum kopi.
"Nanti siang bun," jawab ayah.
Seketika Azifa kecewa. "Loh, berarti bunda nggak bisa ikut dong?"
"Yaudahlah nak, lagian kan ada Ummi Fatimah."
"Azifa malu bunda." Azifa merengek manja memeluk bundanya.
"Loh, justru kamu memang harus mulai akrab sama calon mertua, iya nggak yah?" Bunda mulai menggoda putrinya.
"Iya dong, nggak usah malu-malu Zif. Kedepannya malah kamu akan sering berinteraksi dengan mertua kamu," sambung ayah.
"Yaudah deh, do'ain ya ayah bunda. Semoga lancar." Azifa memeluk kedua orangtuanya dari belakang.
"Aamiin," mereka serempak.
"Yaudah, sana siap-siap ke yayasan. Biar Kak Ariq yang anter," titah bunda.
"Siap bunda."
****
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan, Azifa sudah siap dengan pakaian mengajarnya. Dari yayasan memang sudah disiapkan pakaian khusus bagi para pengajar. Kak Ariq sudah menunggu di depan, rencananya mereka akan berangkat menggunakan sepeda motor. Jika tidak ada Kak Ariq pun biasanya Azifa berangkat sendiri dengan sepeda motor beat warna hitam kesayangannya. Hadiah dari ayah dan bunda saat Azifa lulus dari sekolah menengah atas.
"Mari ustadzah," ujar Kak Ariq mempersilahkan adiknya naik.
Azifa hanya membalas dengan senyuman jahilnya, kemudian ia naik di belakang Kak Ariq.
"Jangan ngebut-ngebut loh kak, kalau nggak Azifa cubit," ancam Azifa.
"Iya ustadzah."
"Aww."
"Rasain."
Azifa melingkarkan tangannya pada Kak Ariq, walaupun kakaknya sudah bilang tidak akan ngebut, tapi Azifa tidak percaya begitu saja. Pasalnya berulang kali Azifa merasakan hal yang sama, rasanya seperti dibawa terbang jika berboncengan dengan kakaknya.
Drrtdd..drtdd..
Suara dering handphone Kak Ariq terdengar di telinga Azifa. Buru-buru ia memberi tahu kakaknya. Kak Ariq yang sedang fokus mengemudi meminta Azifa melihat siapa yang menelpon. Dengan susah payah, Azifa merogoh handphone dari saku kakaknya. Dan betapa kagetnya saat ia membaca nama yang ada di layarnya. Tenyata yang menelpon adalah Azril. Segera Azifa mengembalikan handphonenya ke saku celana Kak Ariq.
"Loh, kok dikembalikan Zif?"
"Nggak berani angkat."
"Angkat aja, kakak yang ngomong. Memangnya siapa yang telpon?"
"Kak Azril."
"Yaelah, kirain siapa. Udah angkat sana, terus kakak yang ngomong. Kasihan si Azril dikacangin," ujar Kak Ariq terkekeh.
Azifa kembali merogoh handphone kakaknya dan menekan tombol hijau tanda terima panggilan. Setelah itu buru-buru ia mendekatkan pada Kak Ariq.
"Kak cepetan ngomong," lirih Azifa. Pasalnya Kak Ariq malah diam saja.
"Kak Ariq."
Rupanya Kak Ariq sengaja ingin menjahili adiknya.
"Halo, Azifa ya?"
Deg.
Seketika jantung Azifa berdetak tidak karuan saat Azril diseberang sana menyebut namanya.
"I-iya kak," jawab Azifa gugup.
"Bang Ariq mana? Aku nggak salah nomer kan, ini bener nomernya Bang Ariq atau nomer kamu?"
"Iya ini bener nomernya kakak, tunggu ya Kak."
Tut..Tut..Tut..
Tanpa basa-basi, Azifa langsung mematikan teleponnya. Rasanya tidak sanggup jika harus berbicara dengan laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi calon suaminya.
"Hahaha, gimana-gimana, udah ngobrol apa aja sama calon suami?" Kak Ariq yang semula diam membisu kini tertawa terbahak-bahak setelah berhasil menjahili adiknya.
"Aww." Kak Ariq meringis setelah lengannya dicubit.
"Ngeselin ih."
Beberapa menit kemudian sampailah mereka di depan yayasan. Setelah turun, Azifa mencium punggung tangan kakaknya. Tak lupa sedikit hadiah berupa cubitan sekali lagi.
"Yaudah hati-hati orang ngeselin sedunia," ujar Azifa pada kakaknya.
"Semangat ngajarnya ustadzahku. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Ya, Azifa mengajar di sebuah lembaga milik salah satu Kyai di kotanya. Lembaga ini dikhususkan bagi santri perempuan yang ingin fokus menghafal Al-Qur'an dan belajar bahasa arab. Disana juga disediakan asrama, karena sebagian besar santrinya berasal dari luar kota.
Seperti biasa, Azifa selalu menyapa dan memberi salam pada Pak Edi, satpam dan Pak Ari yang biasa membantu membersihkan lembaga.
Baru saja Azifa sampai, bel tanda masuk sudah berbunyi. Hari ini Azifa mengajar di kelas tahfidz, membimbing dan menyimak hafalan para santri.
Ia mulai masuk ke suatu ruangan yang cukup besar. Fasilitasnya begitu nyaman, karena juga dilengkapi dengan AC agar para santriwati fokus menghafal. Disana sudah ada sekitar 30 santriwati yang sibuk dengan hafalan dan bacaan Qur'an mereka. Rata-rata dari mereka adalah lulusan SMP dan SMA yang tidak melanjutkan pendidikan formalnya ke jenjang selanjutnya.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu", Azifa memberi salam pembukaan, semua santriwati mulai merapikan duduknya.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu", jawab mereka serentak.
"Sebelum memulai kegiatan kita di pagi hari ini, mari kita membaca doa agar Allah memberikan kemudahan dan kelancaran", sambung Azifa untuk memulai doa bersama.
"Rodliitu billaahi robbaa, wabil islaami diinaa, wabimuhammadin nabiyyaw warasuula, robbii zidnii 'ilmaa warzuqnii fahmaa, waj'alnii minash-shoolihiin" mereka melafalkan doa bersama-sama.
Setelah selesai melafalkan doa, satu persatu santriwati mulai maju untuk menyetorkan hafalan yang sudah mereka hafalkan.
Azifa tampak serius sembari menyunggingkan senyumnya ketika santriwati dengan lancarnya menyetorkan hafalan mereka.
Dua jam berlalu, semua santriwati selesai menyetorkan hafalannya. Tak lupa Ia memberikan beberapa nasehat dan penyemangat pada santriwati untuk menghafalkan Al-Qur'an. Setelah selesai, Azifa keluar dari ruangan dan berjalan menuju tempat pengajar yang lain berkumpul yang biasa disebut قاعة المعلمة atau ruang guru. Tetapi para santriwati menyebut para pengajar dengan ustadzah.
"Ustadzah Azifaa", seru seseorang memanggil Azifa.
"Hai Ustadzah Arini."
Azifa dan Arini kebetulan mengajar di yayasan yang sama. Sementara Icha, sahabatnya mengajar di yayasan lain namun tetap di kota yang sama. Dengan begitu, yang sering bersama Azifa dan Arini.
"Btw, sudah sampai mana nih persiapannya."
"Belum apa-apa sih, nanti siang mau fitting sama camer," ujar Azifa terkekeh.
"Yee, yang udah punya camer."
"Tenang aja, ada masanya kok Rin."
Azifa dan Arini terus berbincang-bincang. Sampai akhirnya terdengar sura adzan dzuhur. Akhirnya mereka memutuskan menuju masjid lembaga untuk melaksanakan sholat dzuhur berjamaah.
Setelah selesai sholat dzuhur, Azifa dan Arini berencana akan makan siang di salah satu kedai langganan mereka. Tapi tiba-tiba Umi Fatimah menelpon, katanya mereka harus berangkat fitting sekarang juga karena tempat fitting akan tutup lebih awal dari biasanya.
Akhirnya, Arini menemani Azifa sambil menunggu Ummi Fatimah dan Kak Azril datang. Sekitar 5 menit mereka menunggu, mobil alphard berwarna hitam berhenti di depan mereka. Umi Fatimah keluar dari dalam mobil, seketika itu Azifa benar-benar gugup. Pasalnya ini baru pertama kali ia harus semobil dengan Kak Azril.
Azifa berpamitan pada Arini, kemudian Arini segera kembali ke lembaga karena masih ada jadwal mengajar.
"Yasudah ayo masuk nak," Ummi Fatimah masuk di baris kedua.
"Ummi gapapa di depan aja sama Kak Azril, biar Azifa di belakang sendiri," tutur Azifa sungkan.
Setelah Azifa berbicara demikian, tiba-tiba kaca jendela mobil bagian depan terbuka.
"Gapapa, ummi di belakang aja biar Azifa ada temen ngobrol," ucap Azril sambil memunculkan sedikit rupanya keluar jendela.
"Ii-iya, Azifa dibelakang sama umi," ucap Azifa gugup.
Deg.
Lagi-lagi rasa gugupnya mendominasi saat suara Azril terdengar, apalagi jika memang sedang berbicara padanya. Azifa menarik napasnya agar kembali tenang, tidak nyaman juga jika Ummi Fatimah menyadari kegugupannya, terlebih Azril, karena Azifa pasti akan sangat malu.
Suara di dalam mobil benar-benar hening, Ummi Fatimah tampak kelelahan hingga akhirnya tertidur. Azifa benar-benar bingung, ia tampak sangat gugup karena hanya ada dirinya dan Azril saat ini yang tengah sadar.
"Apa aku pura-pura tidur aja?" gumamnya dalam hati.
"Ummi, di depan macet. Apa ummi tau jalan pintas yang lain?" Azril bertanya pada ummi, rupanya ia belum sadar jika ummi sedang tertidur.
"Ummi?" sekali lagi ia memanggil.
"Maaf kak, ummi tidur," ucap Azifa pelan agar tidak menganggu istirahat Ummi Fatimah.
"Ya Allah, makanya ummi diem aja. Kalau Azifa tau jalan pintas yang lain nggak?" Azril malah bertanya pada Azifa.
"Maaf kak, Azifa aja gatau kita mau kemana," jawab Azifa bingung.
"Astaghfirullah, umm belum bilang ke kamu?" Tanya Azril balik.
"Belum kak," jawab Azifa
Azril hanya membalas dengan berdehem. Kemudian ia memutar balikkan mobilnya ke arah berlawanan. Kemudian Azril berhenti, mengambil handphonenya dan membuka aplikasi google maps, mulai mencari alamat yang dituju. Kemudian kembali melajukan mobilnya.
Sepanjang perjalanan, benar-benar hening. Azifa sesekali melihat ke arah jendela, memperhatikan lalu lalang orang di sepanjang jalan. Kemudian ia mengambil handphone dari dalam tasnya, memberitahu bunda bahwa ia sedang perjalanan ke tempat fitting.
"Alhamdulillah akhirnya sampai," ucap Azril lega.
Ia memarkirkan mobilnya di tempat parkir. Kemudian ia turun, begitupun dengan Azifa. Azifa tidak membangunkan ummi karena Azril yang akan membangunkan.
Setelah umi bangun, mereka masuk ke tempat itu. Terpampang di depan bangunan itu tulisan "Islamic Bride And Wedding Organizer".
Mereka masuk, kemudian menunggu di lobi. Seseorang datang, ya dia adalah Tante Sila, sahabat umi Fatimah sekaligus pemilik salon ini.
Azril masih menunggu diluar. Umi melarang dia untuk ikut masuk, karena umi berniat untuk memberikan kejutan penampilan Azifa ketika mereka sudah sah nanti.
Kemudian Tante Sila mempersilahkan mereka masuk untuk memilih beberapa pilihan busana yang akan dipakai di acara pernikahan nanti.
Di dalam ruangan itu banyak sekali pilihan gaun pengantin, mulai dari busana adat sampai modern. Azifa sudah memutuskan ia akan memakai busana sederhana yang tidak berlebihan dan yang pasti harus syar'i.
Setelah kurang lebih 1 jam memilih, Azifa dan umi Fatimah memutuskan untuk memilih dua busana, satu untuk akad dan satu lagi untuk resepsi.
"Zif, jadi sudah yakin ya dengan pilihan kamu?" Tanya Umi Fatimah sambil menunjuk dua busana nuansa putih lengkap dengan tile dan khimar pashmina.
"Iya umi, Azifa sudah yakin. Desain nya simple dan yang terpenting syar'i."
"Alhamdulillah," ucap umi Fatimah dan Tante Sila lega.
"Terus untuk hiasan kepala, Azifa mau flower crown atau mahkota?" Tanya Tante Sila.
"Mahkota aja Tante, biar Azifa terlihat seperti ratu," jawabnya sambil terkekeh pelan.
Umi Fatimah dan Tante Sila mengangguk sembari tersenyum. Kemudian Azifa izin untuk pergi ke toilet.
"Assalamualaikum," ucap Azril di depan pintu.
"Waalaikumussalam," jawab yang di dalam.
"Sudah boleh masuk?" Tanya Azril
"Boleh nak, ini Azifa dan ummi sudah pilihkan buat kamu," ucap ummi sambil menyodorkan dua set busana.
"Gimana Azril, kamu suka?" Tanya Tante Sila.
"Saya ikut aja Tante, yang penting umi dan Azifa suka, Azril juga suka," jawab Azril.
"Yaudah silahkan kamu coba dulu ya di ruang ganti"
"Oke Tante"
Tak berapa lama, akhirnya Azril keluar dengan busana pilihan umi dan Azifa. Set pakaiannya sesuai dan pas ditubuh Azril. Sehingga tidak perlu mencari ukuran yang lain. Setelah selesai semua, mereka berbincang sebentar dengan Tante Lisa kemudian memutuskan untuk pulang.
Jadi, untuk segala elemen dalam acara termasuk Wedding Organizer, fotografer dan catering memakai jasa milik Tante Sila.