Pagi itu, Zabran tiba di kantor klien keduanya di Aberdeen, sebuah gedung perkantoran yang modern dengan suasana formal. Setelah menyelesaikan kunjungan di lokasi pertama dihari kemarin, ia sudah bersiap untuk kembali menghadapi diskusi panjang mengenai proyek yang sedang berjalan. Sesaat sebelum memasuki ruang meeting, ia mengatur napas dan mencoba fokus, memastikan semua persiapan berjalan lancar. Namun, begitu pintu ruang rapat terbuka dan seorang wanita melangkah masuk, Zabran tertegun. Sosok itu begitu familiar—dengan rambut panjang terurai dan senyum ramah yang ia kenal sejak lama. Wanita itu adalah Ratri. Ia tentu sangat mengenalnya. “Zabran?” suara Ratri terdengar ragu tetapi penuh kehangatan. Ia berhenti di ambang pintu, matanya membesar saat mengenali Zabran. Zabran, yang sem

