Prolog

1104 Kata
Waktu menunjukan pukul setengah enam sore. Langit jingga di sore hari perlahan menjadi keunguan dan gelap. Perempuan dengan pakaian kantor dominan warna krem berjalan tergesa menuju halte busway. Tidak biasanya ia telat pulang, karena kebetulan hari ini dan beberapa hari ke depan teman sekantornya, Naga mengambil cuti bulan madu ke Bali. Sebagai teman yang baik dan pengertian ia akan mem-back up semua pekerjaan Naga yang sempat terhenti. Emily menyibak rambut panjangnya ke belakang, keringat mengucur di antara lekuk leher dan pelipisnya. Udara di sore hari agak lebih panas dari hari-hari sebelumnya, atau karena ia berlarian menuju halte tadi? Entahlah, yang jelas perempuan dengan setelan kantornya tengah tersenyum ketika busway berwarna biru melaju ke arahnya. Melihat busway tersebut Emily merasa aneh. Busway yang telah berhenti terlihat berwarna lebih pudar dari busway lain yang kebetulan lewat bersebrangan jalan. Emily jadi ragu untuk naik. Namun, menunggu busway berikutnya akan memakan waktu, belum lagi ia harus ke rumah orangtuanya menjemput Lena. Emily menatap arloji yang melingkar terbalik—hal yang menjadi salah satu ciri khasnya. Tadi ia memakan waktu hampir lima belas menit menunggu busway, sedang busway selanjutnya bisa datang lima belas menit lagi atau lebih. Tidak ada waktu lagi bagi Emily yang mendadak gugup, sebaiknya ia memasuki busway ini saja. Kaki perempuan tersebut berhasil masuk selangkah. Sepersekian detik Emily mengernyit, hanya ia sendiri yang memasuki busway. Beberapa orang yang masih di halte mungkin sedang menunggu kendaraan lain? Emily yang selalu berpikir positif mengedikan bahu tidak ambil pusing. Ia melanjutkan langkah dengan santai. WUSHH!! Hembusan angin tiba-tiba menerjangnya dari belakang. Emily sempat menoleh ke sumber angin tersebut, tentu tindakannya membuat ia hilang keseimbangan. Tangannya berusaha meraih handle pintu, tapi Emily tidak berhasil menjangkaunya, ia jadi terjungkal ke depan. “Aaaaaaa!!” teriakannya begitu keras, apakah akan jatuh? Perempuan tersebut memilih memejamkan mata, tapi hal yang ia perkirakan tidak terjadi. Kelopak matanya terbuka perlahan, menampilkan lingkungan yang berputar-putar di penglihatannya. Angin menerjang sangat kencang dari bawah dan samping. Pakaiannya jadi tersingkap dan tubuh perempuan tersebut terbentur tak beraturan. Emily tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi ia segera menyadari jatuh dari pintu busway tidak akan membuatnya berputar, terpelanting, membentur bebatuan tajam dan mendarat di atas ranting pepohonan yang rimbun. TRAASSSHHH!! KRRRAAKKK!!! BRUUKK!! “Aaaaargghhhh!!” erangan tidak henti-hentinya keluar dari mulut Emily. Tubuhnya bedebum, Emily mendarat dengan posisi tidak tepat. Tubuhnya benar-benar remuk jatuh dari ketinggian lebih dari dua puluh meter. Perempuan tersebut meneteskan air mata merasakan sakit luar biasa. Di sela kesadarannya, Emily bisa mencium bau tanah lembab juga dedaunan segar. Telinganya berdengung hebat tak bisa mendengar apapun. Sedang kelopak matanya berusaha mengintip, walau buram ia masih sanggup melihat semuanya berwarna hijau. Ini tempat apa? Busway tentu tidak seperti lingkungan yang kini baru ia masuki. Tangan yang menekuk tidak sempurna berusaha Emily gerakan. Bisa dirasakan ia mendarat di atas tanah dengan genangan air. Sempat melupakan rasa sakitnya sebentar, Emily tersenggal dan batuk. Darah keluar dari mulut, begitu pun kepalanya yang terbentur berkali-kali tadi. Tenggorokan dan hidungnya terasa perih, seperti ada kawat berkarat yang mencuat di dalamnya. Bau besi dari darah mulai tercium. Meski Emily tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, bayangan sosok anak berumur tiga tahun bermain kejar-kejaran sempat terlintas. Tawanya sangat candu untuk selalu didengar, anak yang sangat dirindukan Emily di mana pun ia berada. Air mata kembali menetes sebelum Emily tidak sadarkan diri. “Maafin Mama, Lena....” *** Hutan tempat paling strategis untuk bersembunyi. Para kawanan serigala seukuran bison, bahkan lebih besar lagi berpencar mencari para penyusup. Mereka dicurigai sebagai para asassins bayaran untuk membunuh Alpha atau pemimpin kawanan serigala. Makhluk-makhluk itu mengendus ke segala penjuru. Tidak menjangkau aroma asassins, mereka malah mendapat bau lain yang asing. Bau ini sangat harum seperti dikelilingi hamparan bunga, para serigala sempat terlena dan beranggapan menemukan belahan jiwa mereka. Dua serigala paling besar saling pandang, mereka mencium bau yang sama. Hukum serigala mengatakan mereka akan menemukan belahan jiwanya dengan mencium aroma menyenangkan, tapi tidak secara serempak seperti ini. Menyadari hal tersebut kawanan lain kebingungan, dua serigala paling besar itu menyadari jenis apa aroma ini. Gggrrrrrrr!! Mereka bergegas menuju bau harum tersebut. Tidak begitu jauh jaraknya hanya lima puluh meter dari tempat para serigala sebelumnya berada, terlihatlah sosok perempuan berpakaian aneh bagi para serigala tengah sekarat tidak sadarkan diri. Salah satu serigala berbadan paling besar berwarna kelabu menggeliat, menimbulkan suara patahan tulang yang memilukan. KRAAKK!! KRATAK!! Moncong serigala itu perlahan menyusut menjadi wajah manusia normal, tubuhnya pun ikut ciut menonjolkan perut sixpack berotot yang tidak terbalut sehelai benang pun. Serigala tadi telah berubah menjadi seorang lelaki rupawan dengan rambut pirangnya. Serigala yang telah bertransformasi tadi merupakan Alpha yang hampir dibunuh para asassins. Wajahnya terlihat serius memandangi perempuan sekarat yang mereka temui. Perempuan yang sangat pucat dan tubuhnya kotor dipenuhi lumpur. Pantas saja, karena negeri para serigala baru saja terguyur hujan, berakibat tanah menjadi becek. Tangan Alpha terulur untuk menyentuh perempuan sekarat, tapi terhenti. Senyum kecil muncul di bibir Sang Alpha. Sebuah aroma berhasil masuk ke dalam indera penciumannya yang tajam. CRANG!! Pisau kecil berwarna gelap melayang dengan cepat. Alpha berhasil menghindar. Benar, aroma asassins sudah tercium di inderanya yang tajam sedari tadi. Tidak sampai di situ, mengetahui pemimpinnya diserang, kawanan serigala menjadikan tubuh mereka sebagai tameng. Gggrrrrrrr!! Gggrrrhhh!! Aaaaauuuu!! Suara geraman dan lolongan saling bersahutan bergema di antara pepohonan. Makhluk kecil lainnya berebut memasuki rumah masing-masing tidak ingin melihat pertikaian antar dua ras berbeda. Asassins tersenyum miring. Mereka membawa belati di tangan masing-masing dan saling melompat. Senjata itu kemudian diadu dengan taring besar dan cakar para serigala yang beracun. Craanggg!! Kraasshhh!! Melihat rekannya hampir kewalahan menghadapi para serigala yang jumlahnya dua kali lipat, salah satu asassins menoleh. Ia berhasil melihat sosok perempuan tergeletak tak berdaya yang menjadi fokus Alpha tadi. Mengamati pergerakan serigala yang bersikap tidak brutal saat ada penyusup di teritorial mereka, membuat asassin itu berpikir ada suatu hal yang membuat sosok perempuan ini spesial. “Akan kuambil perempuan ini!” ucap asassins tersebut. Memiliki kecepatan melebihi serigala dari kemampuan sihir membuat asassins lebih unggul. Bom asap berhasil diledakan, pandangan juga penciuman serigala jadi berkurang. Keadaan menjadi terbalik, kelompok asassins memanfaatkannya untuk membopong perempuan tadi. Mereka memilih melarikan diri dengan menginjak dahan-dahan pohon layaknya para ninja. KRAAAKK!! KRAATAAKK!! Salah satu serigala raksasa lainnya ikut bertransformasi menjadi manusia. Tubuhnya lebih kecil dari Alpha dan terlihat akrab. Ia seorang Beta bertugas membantu pekerjaan Alpha dalam memimpin suatu pack atau kali ini negeri. “Anda tidak apa, Alpha?” tanya Beta. “Hm.” Alpha memperhatikan bom asap milik asassins yang mulai menghilang terkena angin. Ia tersenyum ringan pada Beta. “Perempuan itu berbau Nirvana, entah apa yang sebenarnya terjadi aku sangat menantikannya.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN