Author POV
"Sis, nanti berangkat ke kantor aku jemput ya?"
"Eh nggak usah, aku bisa berangkat sendiri."
"Tidak terima penolakan."
"Kok maksa sih."
"Biarin, aku otewe ke apartemen kamu sekarang."
Percakapan telepon antara Siska dan Riko. Sejak kejadian di cafe seminggu yang lalu, Siska dan Riko menjadi lebih akrab. Bahkan di kantor terkadang mereka makan siang bersama, tentunya bersama Sinta juga. Tetapi jika Sinta tidak ada, ya hanya mereka berdua. Sedangkan Devan akhir-akhir ini memang jarang makan siang di kantin kantor.
Hari senin telah tiba, hari dimana sebagian orang tidak menyukainya. Lain halnya dengan Siska, akhir-akhir ini dia merasa sangat senang pergi ke kantor. Entah faktor apa yang membuatnya semangat ke kantor.
Siska dan Riko sampai di parkiran kantor. Riko membukakan pintu mobil untuk Siska layaknya sang kekasih.
"Silahkan tuan putri."
"Apaan sih."
“Terima kasih." Lanjut Siska keluar dari mobil.
Siska jalan cepat mendahului Riko.
"Hey, tunggu dong, kamu tega banget sih masa aku ditinggalin, nanti kalo ada yang nyulik gimana?" Ucap Riko sambil merangkul pundak Siska.
"Yaaaa... Lepasin tangan kamu, nggak usah sok deket ya. Lagian lebay banget sih, mana ada yang mau nyulik kamu. Yang ada malah bikin rugi bukannya untung."
"Kok kamu ngomongnya gitu sih. Hatiku sakit mendengarnya. Lagian kita kan emang deket, nih bahkan nggak ada jarak satu centi pun." Jawab Riko sambil mepet-mepet Siska.
"Terserah kamu aja deh." Ucap Siska sambil mempercepat jalannya.
“Tungguin dong.”
“Kayak anak kecil aja, jalan harus ditungguin. Jalan sendiri juga bisa kan?”
“Kok kamu ngomongnya gitu sih.”
“Biarin.”
“Neng, aku bilangin ya, jangan judes-judes sama cowok. Nanti akhirnya bisa jatuh cinta lo.”
“Jatuh cinta? Sama kamu? Imposibble.”
“Jangan gitu loh, nanti ke makan omongan sendiri baru tau. Suatu saat pasti kamu bakal tergila-gila sama pesonaku ini.”
“Jangan ngimpi ya anda. Lagian kamu ngapain sih dari tadi ngikutin aku mulu.”
“Kan sayang.”
“Basiii.”
Siska mempercepat jalan nya mendahului Riko. Dan begitulah sikap Siska ke Riko. Namun Riko nggak pernah merasa sakit hati, meskipun Siska suka judes dan kalau ngomong ceplas-ceplos.
Devan POV
Gue baru sampai parkiran, dan yang pertama kali gue lihat Siska keluar dari mobil Riko.
Kenapa Siska bisa berangkat bareng Riko? Sejak kapan mereka sedekat itu. Mana si Riko segala pake bukain pintu buat Siska, sok romantis banget sih.
Gue jalan pelan di belakang mereka. Gue lihat Riko ngrangkul-ngrangkul Siska. Rasanya gue pengen banget nendang tu pantatnya si Riko sampe mental ke planet lain.
Emang ya si playboy satu ingin pengen gue pecat apa ya. Berani-berani nya dia ngegombalin Siska, mana pake mepet-mepet. Emosi gue udah di ubun-ubun, udah mau meledak.
Saat gue udah ingin menghajar itu si Riko, untung Siska langsung jalan menjauh dari Riko. Kalau nggak udah habis Riko sama gue.
Sejak kejadian pulang dari meeting beberapa waktu lalu, gue selalu mikirin Siska. Bahkan kadang sampai terbawa mimpi. Tapi gue berusaha nutupin perasaan gue, berlagak sok cuek, karena ego dan harga diri gue terlalu tinggi.
Tapi semenjak gue lihat Riko sama Siska udah semakin deket, gue nggak rela, gue bener-bener emosi melihat mereka sedeket itu. Gue nggak boleh ngebiarin ini terus berlanjut, apalagi kalau Siska sama Riko sampai ke tahap lebih dari temen. Karena gue tahu playboy macam apa si Riko. Gue nggak mau nanti Siska merasakan sakit hati karena perbuatan Riko.
"Siska, tolong keruangan saya sekarang."
"Baik pak."
Tok .... Tok...
"Masuk."
"Ada apa bapak memanggil saya?"
"Tunggu sebentar, saya selesai kan pekerjaan saya satu ini. Kamu duduk dulu di sofa."
"Baik pak."
Gue manggil Siska karena gue tahu pasti sebentar lagi Riko nyamperin ke ruangan Siska buat ngajak makan siang bareng.
Gue masih menyelesaikan pekerjaan gue dan Siska masih menunggu di sofa kira-kira hampir sekitar satu jam.
Gue lihat wajah Siska terlihat begitu kesal, karena dari tadi emang gue cuekin. Dan dia juga diam aja, nggak berani tanya atau protes apapun. Mungkin dia takut buat ngomong, karena muka gue dari tadi emang terlihat seperti wajah orang marah.
Saat gue udah selesai dengan tugas gue, gue langsung nyamperin Siska yang menyibukkan diri membaca koran, entah emang bener di baca atau cuman buat formalitas.
"Ikut saya sekarang, kita makan siang di luar."
"Hah....Maksud bapak?"
"Emang kurang jelas ucapan saya?"
"Jelas pak, maksud saya kenapa bapak mengajak saya makan siang diluar? Apakah kita ada meeting dengan client pak?"
"Emang kalau makan siang di luar harus ada acara meeting gitu?"
"Ya nggak gitu pak, tapi....?"
"Udah jangan banyak tanya, kamu tinggal ikuti saya saja."
"Baiklah pak."
Gue emang sengaja pengen ngajak makan siang Siska di luar kantor. Karena gue nggak ingin Siska makan siang bareng Riko, apalagi sampai mereka berduaan.
Gue pun keluar dari kantor bareng Siska. Gue tadi sempet mencari tahu tentang kehidupan Siska, termasuk makanan favorit Siska. Dan gue browsing tentang restoran terkenal yang terdapat makanan favorit Siska.
Tanpa menunggu lama pun gue mendapatkan apa yang gue cari. Dan saat ini gue dan Siska udah berada di restoran itu.
TBC
********