Chapter 8 - Lolos

1022 Kata
Fu Shi ikut berlari di belakang He Hua. "Hantu gentayangan jangan mengikutiku!" jerit He Hua ketakutan. Mei Hwa jauh tertinggal dibelakang. Yang Zian berlari di atas atap rumah-rumah. "Aku bukan hantu, Nona!" teriak Fu Shi terus berlari mengejar He Hua. He Hua berlari lebih cepat. Kenapa dia bisa tahu aku ikut seleksi Academy Chao Xing? batin He Hua heran. Ketahanan berlari He Hua sangat baik. Berkat latihan sewaktu ikut acara lomba He Hua berlari melewati calon murid-murid yang lain. Dia berlari bagaikan angin. Fu Shi menarik napas tidak beraturan, pria berusia tujuh ribu tahun itu kelelahan. "Larinya cepat sekali. Mungkin lain kali saja." Fu Shi membiarkan He Hua berlari, tidak mengejarnya lagi. Dia memilih kembali beristirahat. He Hua menoleh sekilas ke belakang. Dia menarik napas lega. "Akhirnya hantu gentayangan itu pergi juga." Calon murid-murid berlari secepat yang mereka bisa. Warga-warga memberikan semangat, mereka berdiri di pinggir jalan. He Hua telah menyelesaikan lari tiga putaran. Dia menyodorkan punggung tangannya di bagian pengecapan. "He Hua, siapa yang mengejarmu tadi?" tanya Mei Hwa di samping He Hua. Gadis itu menyodorkan punggung tangannya. "Aku juga tidak tahu, tapi sepertinya hantu gentayangan," jawab He Hua bergidik ngeri, bulu kuduknya tiba-tiba berdiri. Mereka lanjut berlari kembali ke lapangan Academy Chao Xing. He Hua sampai terlebih dahulu dibanding Mei Hwa. Setiba di lapangan hanya ada sedikit orang yang telah kembali. "He Hua sepuluh!" teriak pria yang memasang nama He Hua di dinding papan tulis. "Yang Zian sebelas!" "Dugu Muxue dua belas!" "Li Xinyuan lima belas!" Menunggu selama lima menit barulah Mei Hwa muncul dan berdiri di samping kiri He Hua. Mei Hwa bernapas terengah-rengah. "Kamu cepat sekali." "Mei Hwa dua puluh tiga!" "Asmitha Kumari dua puluh tujuh!" "Tang Tang dua puluh delapan!" Sampai urutan calon murid yang ke seratus. "Shangguan Quyue seratus!" Pria dewasa berkumis tipis berada di atas panggung. "Kalian berdua periksa kelengkapan persyaratan!" Dua orang pria berusia dua puluh enam tahun mengangguk. Mereka berdua memeriksa punggung tangan satu per satu calon murid. Jika memiliki cap di punggung tangan dari angka satu sampai seratus dinyatakan lolos, begitu juga jika tidak memiliki cap di punggung tangan dan cap angka yang tertera lewat dari seratua dinyatakan gugur. "Gugur!" "Tapi aku memiliki cap di punggung tanganku, mengapa aku gugur?" tanya seorang pria yang tidak terima. "Lihat di punggung tanganmu adalah angka seratus satu yang artinya gugur!" balas pemeriksa segel tegas. "Lolos!" "Lolos!" "Gugur!" "Lolos!" "Gugur!" "Gugur!" "Lolos!" Hingga tersisa enam puluh orang yang memenuhi persyaratan termasuk He Hua. "Selamat kepada enam puluh calon murid-murid Academy Chao Xing yang lolos di tahap pertama." Semua calon-calon bertepuk tangan. Wajah mereka terlihat bahagia. "Tapi jangan senang dulu masih ada tahap selanjutnya. Bapak berharap kalian bisa menunjukkan melakukannya sebaik mungkin." "Di tahap kedua akan diambil tiga puluh lima murid berdasarkan peringkat tertinggi." "Kalian sekarang bisa beristirahat selama satu jam sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya." Calon murid-murid yang lain berpencar di dalam Academy Chao Xing. He Hua dan Mei Hwa berjalan ke arah taman Academy Chao Xing Mei Hwa duduk di kursi santai menikmati pemandangan taman. Pohon-pohon tumbuh di beberapa bagian. He Hua berjalan ke hamparan bunga-bunga. Aroma harum bunga menguar di udara. Beberapa ekor kupu-kupu terbang di antara bunga-bunga menghisap nektar dan membantu penyerbukan bunga. "Indah sekali bunga-bunga yang tumbuh di taman ini." He Hua memetik sekuntum bunga berkelopak merah muda, menciumnya. Tidak terasa satu jam telah berlalu calon murid-murid diperintahkan duduk di kursi-kursi yang telah disediakan. He Hua dan Mei Hwa duduk bersebelahan. "Mei Hwa kira-kira kita disuruh melakukan apa?" tanya He Hua berbisik menghadap Mei Hwa yang juga menoleh. "Kalau tahun lalu diperintahkan bikin puisi, tapi tidak tahu seleksi tahun ini. Pihak Academy Chao Xing mengatakan seleksi tahun ini berbeda," jawab Mei Hwa. "Di tahap yang kedua kalian akan diberikan dua gulung kertas, satu gulung kertas berisi pertanyaan dan satunya untuk menjawabnya." Empat orang wanita memberikan semua calon murid-murid dua gulung kertas. Setelah semua peserta sudah mendapatkan gulungan kertas barulah peserta diperbolehkan mulai mengerjakan. He Hua membuka gulungan kertas pertama. "Ini soal matematika? Aku tidak pandai mengerjakan matematika," ujar He Hua meringis. "Kau kenapa He Hua?" tanya Mei Hwa yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerak He Hua. He Hua menoleh, lalu menggeleng pelan. "Tidak apa-apa Mei Hwa." He Hua melihat satu batang dupa yang terbakar perlahan api. Sebatang dupa ungu itu sebagai waktu pengerjaan seleksi kedua. Dupanya bergerak terus, kalau aku diam tidak mengerjakan itu justru aku pasti tidak akan lolos, pikir He Hua. He Hua mulai mengerjakan soal-soal sebisanya. Berbeda dengan He Hua yang kesusahan mengerjakan soal matematika. Li Xinyuan justru mengerjakan soal-soal itu dengan mudah. Satu batang dupa habis terbakar menandakan waktu pengerjaan sudah habis. "Silakan dikumpul!" perintah pengawas seleksi. "Aku telah berusaha sebaik mungkin." He Hua meletakkan gulungan kertas yang telah diberi nama serta gulungan soal kepada pengambil soal dan jawaban. "Sial aku belum selesai," ucap salah seorang pria. Selesai atau belum selesai dikerjakan gulungan kertas jawaban dikumpulkan. Jawaban-jawaban calon murid-murid sedang diperiksa. Satu jam kemudian saatnya pengumuman siswa-siswa yang berhasil lolos. Jantung He Hua berdetak kencang. "Saya akan mengumumkan murid-murid yang lolos dan berhasil menjadi siswa di Academy Chao Xing berdasarkan penilaian tahap pertama dan tahap kedua." "Peringkat pertama Dugu Muxue!" "Peringkat kedua Yang Zian!" "Peringkat sebelas Asmitha Kumari!" "Peringkat dua belas Li Xinyuan!" "Peringkat enam belas Tang-Tang!" "Peringkat dua puluh satu Mei Hwa!" "Peringkat dua puluh dua He Hua!" Sampai peringkat tiga puluh lima. "Hanya berbeda satu angka kita berdua," ujar Mei Hwa. "Aku hampir menyangka tidak akan lolos, aku sangat senang!" He Hua memeluk Mei Hwa erat yang dibalas pelukan Mei Hwa tidak kalah erat. He Hua mengurai pelukannya, tersenyum bahagia. ************************************** Murid-murid yang lolos dibawa ke halaman utama Academy Chao Xing. Ada banyak pohon-pohon yang dirawat dengan baik di sekeliling halaman utama dan pohon-pohon bunga yang sedang mekar. "Selamat kepada murid-murid yang diterima di Academy Chao Xing. Saya akan menyebutkan nama teman sekamar kalian, tiap kamar akan diisi oleh dua orang murid." "Pemilihan teman sekamar dilakukan secara acak, akan diganti setiap semester dan tidak boleh berpindah kamar."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN