Embusan napas Mas Dewa yang beraroma permen karet menerpa wajahku. Aku berpaling saat ia nyaris menciumku. Mas Dewa tertawa kecil. "Mari melakukannya setelah kita menikah," katanya dengan wajah sungguh-sungguh. Aku langsung menggeleng tegas. Mengingat kejadian itu saja sudah membuatku jijik apalagi saat terjerat ikatan. "Aku tak mau nikah Mas Dewa. Aku sudah punya suami. Mas Dewa kenapa begini padaku?!" Ia memicingkan sebelah matanya. "Begini bagaimana maksudmu? Hem? Ini cinta, Puspii. Aku melakukan ini karena cinta. Matamu ...." Ia mengusap mataku. "Senyummu ...." Mas Dewa menempelkan telunjuknya ke bibirku yang segera kutepis kuat. "Semua yang tampak pada dirimu, mirip sekali dengan Nindi. Bukan berarti aku menganggapmu Nindi, Sayang. Tapi karena ... aku memang suka perempuan yang m

