"Kenapa, Mas?" Aku menatapnya penasaran saat ia merebut HP dari tanganku. "Bukan apa-apa." Mas Rasya meraih satu kardus besar yang dilubangi berisi burung hantu lalu dengan tatapannya menyuruhku mengikutinya. "Mas, aku gak mau burung hantu itu." Ekor mataku menatap kardus yang ditenteng Mas Rasya. Saat ini, kami berjalan beriringan menuju warung bakso. Aku spontan membekap mulut saat mencium aroma daging sapi membaur dengan aroma repah-rempat. Perutku mengejang, terasa diaduk-aduk. Segera aku berlari menjauh dari keramaian dan muntah-muntah yang lebih banyak air timbang makanan padat. Kurasakan tangan Mas Rasya memijit lembut tengkukku. Aku tersentak saat tangan Mas Rasya bergerak mengusap perutku. "Kamu jangan nakal sama Bundaa. Kasian Bundaa. Nanti nangis." Aku mendelik, lalu mengeru

