Langkah lebar Rusma membawa pria itu ke depan pintu hotel, lebih tepatnya ia kini tengah menunggui taksi. Pria itu beruntung karena tak lama menunggu, ada sebuah taksi yang kosong. Tak perlu menunggu waktu lama, Rusma menaiki taksi itu. Pria itu menghidupkan ponselnya, beruntung ia tadi tak lupa membawa ponsel dan dompetnya. Sehingga ketika ada kejadian tak terduga seperti ini, ia bisa pergi tanpa harus khawatir tak membawa uang. Mengingat kejadian beberapa menit lalu membuat Rusma mendengkus kesal, awas aja gadis kampung itu. Setelah ia bisa menghibur dirinya, ia akan kembali lagi memberi pelajaran pada Asri. Saat ini ia tak mau melihat wajah Asri dulu karena ia sedang marah dan muak dengan gadis itu.
Taksi yang ia naiki membawanya menuju sebuah caffe yang juga menyediakan menu sarapan ala Eropa. Ia sedang mengajak seseorang bertemu di sini, kebetulan sekali pemilik caffe ini adalah orang yang ia kenal. Ia juga belum sarapan dan tentunya sekesal apapun ia tidak akan mungkin mau melewatkan sarapan untuk mengisi perutnya yang kosong. Hanya gara-gara masalahnya dengan Asri dan Rusma mau mogok makan? No! Ia tidak seperti itu. Memangnya Asri siapa? Hanya gadis yang hobinya membuat dirinya kesal, hmm sepertinya ia lupa kalau si gadis kampung itu adalah istrinya. Ya, istri. Istri yang tak ia harapkan dan tak akan pernah ia cintai!
'Hati-hati nanti kemakan omonganmu sendiri Rusma,' batinnya mengingatkan kalau karma itu ada.
"Sudah sampai, Mas." Sang supir taksi yang usianya kisaran 50 tahun ke atas itu menghentikan taksinya tepat di depan caffe yang memang ia tuju.
"Terima kasih, Pak. Kembaliannya buat Bapak aja," ucap Rusma memberikan satu lembar uang berwarna merah itu pada sang sopir taksi.
Tanpa menunggu jawaban lagi, Rusma langsung memasuki caffe itu. Ia langsung mengambil tempat duduk hingga ada salah satu pelayan caffe laki-laki yang mengenalinya karena ia memang cukup sering ke sini pun menghampiri dan menanyakan apa yang akan ia pesan.
"Bang Rusma? Mau pesan apa?" tanya pelayan caffe laki-laki itu yang usianya masih dua puluh tahunan.
"Kopi pahit panas sama cemilannya terserah lo deh yang penting gue bisa sarapan," jawab Rusma.
"Tumben pesan kopi pahit, Bang? Biasanya cappucino?" tanya pelayan caffe yang bernama Randy itu lagi.
"Enggak apa-apa, gue lagi pingin minum yang pahit-pahit. Biar enggak hanya hidup gue aja yang pahit," balas Rusma.
"Sepahit apa sih emang hidup lo, Rusma?" Tiba-tiba saja ada seorang pria yang usianya sepantaran Rusma dan kini menghampiri pria itu.
Pria yang tak lain adalah Riko–sahabat Rusma, mengkode Randy agar pergi menjauhi mereka untuk mengambilkan pesanan Rusma. Randy yang mengerti pun membungkuk hormat kemudian langsung pergi.
"Enggak usah sok nanya kalo ujungnya lo mau ngejek gue," sinis Rusma membuat Riko tertawa.
"Siapa yang mau ngejek lo sih, Bro? Oh ya kita perlu salaman ...." Riko menarik paksa tangan Rusma agar pria itu mau berjabat tangan dengannya.
"Ih? Apaan sih?" Rusma berusaha melepaskan tangan Riko dari tangannya.
"Bentaran doang, Bro .... Jangan dilepas!" Rusma mendelik, tak urung ia membiarkan saja.
"Selamat! Karena setelah hari ini lo resmi enggak perjaka lagi. Ciee yang awalnya bujang lapuk kini udah laku, ciee yang enggak perjaka lagi!" Rusma langsung menyentak keras tangannya hingga jabat tangan itu terlepas.
"Diem lo! Enggak usah ngeledek gue! Lagian sampai sekarang gue masih perjaka ting-ting tahu! Ogah banget ngapa-ngapain sama si gadis kampung itu! Mana rata gitu dadanya, ga berselera gue!" balas Rusma pedas. Kalau saja Asri mendengar apa yang Rusma katakan, mungkin Asri akan sakit hati.
"Seriusan lo, Bro!?" tanya Riko tak percaya. Pria itu berdecak sebal, heran dengan sahabatnya ini.
"Punya istri cantik itu harus disyukuri bukan dianggurin, Bro. Gue nikah juga sama gadis desa loh, lo 'kan tahu? Awalnya gue ogah-ogah eh sekarang malah cinta mati sama dia. Hati-hati, besok-besok lo bilangnya gini. Ntar kalo dia sama yang lain dan lo yang tuir ini ditinggalin, tau rasa lo!" Kurang ajar sekali sahabatnya ini, menyesal Rusma pergi ke sini kalau ia malah diceramahi hal yang tidak penting seperti ini.
"Gue ke sini karena mau menghibur diri, kenapa sekarang gue malah makin pusing, ya? Dengerin omongan lo yang enggak penting itu malah nambah masalah hidup gue," ujar Rusma kesal.
"Eh ada apa nih dua orang tuir pada ribut debat gini?" Tiba-tiba datang lagi seorang pria yang juga merupakan sahabat Rusma.
"Lihat itu muka sahabat lo, si Rusma. CEO tampan tapi lapuk yang sekarang laku wajahnya kusut bener," ujar Riko menjawab pertanyaan sang sahabat yang bernama Aldi.
"Ada apa, Bro? Coba cerita sama gue. Muka lo dari tadi kusut banget, gue ajakin bercanda aja lo enggak ketawa. Malah kusut gitu, ada apa?" Ingin sekali rasanya Rusma melempar kepala Aldi dengan meja, benar-benar menyebalkan! Pria itu sudah tahu apa yang membuatnya kesal, mengapa pula bertanya?
"Apa lo enggak dikasih jatah sama bini lo di malam pertama? Atau bini lo malah enggak mau sekamar sama lo? Apa anu lo enggak bisa bangun karena terlalu lapuk dan enggak perkasa lagi di saat bini lo udah siap?" Rusma melotot, pria itu memukul kepala Aldi dengan buku menu yang terbuat dari bambu hingga itu menimbulkan rasa sakit.
"Sakit! Rusma! Lo kok kebangetan sih? Mukul gue pake ini!" pekik Aldi kesal.
"Lo yang kebangetan! Gue udah ceritain ya masalah gue, kenapa sok nanya lagi? Mana kata-kata lo itu malah nambah bikin gue kesel tahu, enggak!? Mentang-mentang ya kalian udah pada nikah, jadi gini sama gue! Awas ntar kena karma gue enggak mau bantuin kalian," ujar Rusma kesal.
"Duh, nyesel gue sahabatan sama kalian. Enggak ada benar-benarnya, bikin kepala tambah pusing aja." Aldi dan Riko saling pandang, keduanya mendengkus keras.
"Kayak sifat lo beda aja dari kita!" teriak mereka berbarengan.
"Y-ya setidaknya kapasitas otak gue lebih unggul dibandingkan kalian berdua. Udahlah, enggak usah bahas lagi yang itu. Gue mau sarapan!" ucap Rusma ketika pesanannya sudah datang.
Randy membawakan secangkir kopi hitam panas tanpa gula dan juga dua potong chocolate cake. Kedua pria itu menatap pesanan Rusma heran, biasanya Rusma tidak suka minum kopi hitam. Kecuali kalau pria itu memang sedang ada pikiran atau merasa kesal.
"Kopi pahit?" tanya Aldi.
"Iya, kenapa? Lo mau!?" tawar Rusma. Aldi mengangguk karena ia berpikir kalau Rusma akan mentraktirnya.
"Boleh, pesan sendiri dan bayar sendiri tapi ya. Gue lagi enggak mood nraktir!" ucap Rusma yang kini lebih memilih menikmati sarapannya.
"Dasar!" ujar Aldi kesal.
"Ya udah, gue mau kopi espresso sama kentang goreng aja deh. Bawa segera ya, Ran?" ucap Aldi pada Randy yang memang masih berdiri di dekat mereka.
"Siap, Bang! Bang Riko enggak mau sekalian minta dibuatin?" tanya Randy pada sang atasan.
"Nggak perlu, Ran. Lo bisa langsung buatin aja kopi si cunguk ini," ucap Riko membuat Randy langsung berpamitan pergi.
"Weh tumben nih si pecinta kopi enggak mau minum kopi," ucap Aldi menatap Riko dengan penasaran.
"Bini gue yang ngelarang, dia bilang gue jangan minum kopi dulu karena takut nanti kadar asam lambung gue naik." Aldi manggut-manggut, dengan tidak tahu diri tangannya mencomot potongan kecil chocolate cake milik Rusma.
"Pesen sendiri sana!" ujar Rusma ketus sambil menggeplak tangan Aldi.
"Dih pengantin baru satu ini pelit banget sih? Harusnya lo kasih kami pajak nikah dong, Bro. Ck ck ck ...." Rusma tak menanggapi ia, lebih memilih bergegas menghabiskan sarapannya.
Rusma berdiri, pria itu menaruh beberapa lembar uang lima puluh ribuan di atas meja dan akan bergeges pergi. Namun, lengannya ditahan oleh Aldi yang protes karena Rusma akan pergi saja dan sama sekali tak mengatakan apapun pada mereka.
"Mau ke mana lo? Main pergi aja," protes Aldi.
"Gue mau ke kantor, tambah sumpek ternyata gue di sini." Kedua temannya saling pandang mendengar jawaban Rusma.
"Serius lo mau ke kantor di saat hari cuti lo masih panjang? Ketimbang lo ke kantor, mendingan lo pulang. Minta maaf sama bini lo, terus minta deh jatah lo itu. Kasihan gue sama lo yang sampai sekarang tapi masih perjaka ting-ting," ucap Aldi yang semakin menambah kekesalan Rusma.
"Bodo amat!"
Rusma langsung pergi dari caffe itu, ia akan benar-benar pergi ke kantor. Pekerjaan bisa menghibur dirinya yang masuk kesal dengan kelakuan Asri sekaligus kesal dengan pernikahan yang tak ia inginkan ini. Ponselnya berdering membuat Rusma menghentikan langkahnya kemudian mengangkat telepon tanpa melihat siapa sang penelepon.
"Hallo ...."
"Rusma! Kamu ini gimana sih? Enggak ada sopan-sopannya sama sekali di depan mertua kamu dan seluruh anggota keluarga kita!? Pulang sekarang enggak!?" Rusma langsung menjauhkan ponselnya begitu mendengar suara sang ratu rumah yang nampaknya sangat murka.
Tidak mungkin 'kan Rusma mengatakan kalau hari ini ia akan ke kantor? Bisa-bisa mamanya itu menyusulnya ke kantor kemudian menariknya pulang tanpa rasa malu. Rusma sudah sangat hafal dengan tabiat Mama Nana, wanita paruh baya itu jika sedang marah pasti tidak akan tahu situasi, kondisi dan tempat di mana ia marah. Tidak, tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ia tidak mau pulang, ia malas melihat wajah Asri.
"Ma, Rusma lagi sibuk. Ini tiba-tiba aja Aldi minta tolong sama Rusma, jadi Rusma enggak bisa pulang ke rumah sekarang. Aldi lagi butuh Rusma. Kalo Rusma udah selesai, Rusma janji akan cepat pulang ke rumah," ucap Rusma mencoba menetralkan nada suaranya agar tidak ketahuan kalau ia tengah berbohong. Maafkna dirinya yang membawa-bawa nama Aldi, ini demi keselamatan dan kesejahteraan dirinya. Mungkin lain kali ia akan mentraktir Aldi karena ia telah membawa nama laki-laki itu.
"Bener begitu?" tanya Mama Nana mencoba meyakinkan.
"Iya, Ma. Jangan telepon Aldi, ya, Ma? Takutnya kalo Mama telepon masalahnya jadi semakin runyam. Rusma pengen cepat-cepat selesaikan masalah ini biar Rusma bisa cepat pulang." Pandai sekali Rusma dalam berbohong.
"Ya udah kalo gitu, awas aja kalo kamu enggak pulang juga, ya? Oh ya, jangan pulang ke rumah. Kamu harus pulang ke hotel di mana kamu sama Asri semalam menginap. Mama sama yang lainnya aja yang pulang, kamu sama Asri harus menyelesaikan masalah kalian segera. Jangan ditunda-tunda! Mama udah memperpanjang hari menginap kalian di sana. Kasihan Asri di sana pasti sendiri, kamu pokoknya cepat pulang nemuin Asri. Jangan jadi pria yang suka mengambil manis, setelah manis sepahnya dibuang. Mama sunat lagi nanti kamu!" Seketika Rusma meringis tatkala sang mama mengatakan ancamannya itu. Dan apa yang mamanya katakan tadi? Ia harus menginap lagi di hotel itu? Di mana hanya ada dia dan Asri? Tidak! Rusma tidak tahan bersama gadis kampung itu!
"Kenapa harus menginap lagi di hotel itu, Ma? Kami enggak pulang aja?" tanya Rusma setengah protes.
"Mama mau cepat-cepat punya cucu dari kalian, kalo di rumah 'kan banyak anggota keluarga. Takutnya ntar ganggu kalian yang lagi proses bikin baby lagi, kalo di hotel kalian bebas. Mau desah-desah atau pake gaya apapun, jejeritan juga enggak akan ada yang dengar," ucap Mama Nana membuat Rusma melongo.
Siapa juga yang mau jejeritan tidak jelas? Dan desah-desah? Mamanya kelewatan! Ia bahkan tak sudi lagi satu ranjang bersama Asri, si gadis kampung menyebalkan yang suka memanggilnya pakde hingga membuat dirinya malu di depan banyak orang.
"Ya sudah Mama tutup teleponnya, sana kamu selesaikan dulu urusan kamu sama Aldi. Harus segera pulang ke hotel ya habis itu, Mama tutup!" Tuut ....
"Mama keterlaluan!" maki Rusma membuat orang-orang yang lewat menatap heran ke arahnya.
***
Hallo semuanya, di bab ini Asri author umpetin dulu ya wkwk
Gimana nih menurut kalian bab ini?
Oh ya bagi yang belum tap love ceritanya yuk di tap love, bagi yang belum follow yuk di follow akun author karena habis Cerita ini tamat akan ada cerita baru lagi yang menarik dan sayang kalian tinggalkan.
Dan kalo kalian yang penasaran sama cast nya Rusma-Asri kalian bisa berteman di akun sosmed author.
FB: Simiftahuljannah
Nah di sana author selalu post cast Rusma-Asri dan juga di sana akan ada info kapan author update cerita ini.
Yuk segera ditambahkan teman ❤️
Dan juga kalo berkenan bisa bergabung di grup Innovel (Kumpulan cerita di Innovel) Itu grup yang isinya promosi cerita dari author kece lainnya yang pastinya ada yang free/berkoin. Siapa tahu kalian minat baca sambil menunggu Asri-Rusma up.
Makasih❤️