6. Bayangan Menggoda

1880 Kata
"Pakde ... pakde ...." Asri memanggil suaminya yang masih tertidur dengan nyenyak. "Ahhh ... uummm ...." Gumaman Rusma terdengar begitu aneh di telinga Asri. "Pakde? Bangun, kita shalat subuh dulu." Lagi, Asri berusaha membangunkan suaminya yang sepertinya tengah bermimpi aneh. "Ahh ... terus Asri!" Asri mengernyit mendengar teriakan suaminya, tetapi ketika dilihat matanya masih terpejam. 'Maksud pakde suami apa sih? Apanya yang terus?' tanya Asri dalam hati sambil memperhatikan suaminya yang wajahnya nampak aneh. Kadang mengernyit, kadang tersenyum. Kadang berteriak aneh, kadang juga memonyongkan bibirnya. Asri jadi penasaran sebenarnya apa yang tengah mengganggu suaminya di alam mimpi? Apa suaminya tengah memakan makanan yang enak, ya? Mengapa tidak mengajaknya? Ah tidak asyik! "Pakde! Bangun!" teriak Asri yang mulai kesal. "Bangun, Pakde!" Dengan berani, Asri menduduki punggung Rusma. Menggoyangkan badannya hingga Rusma yang masih ada di alam mimpi pun terperanjat kaget kemudian langsung terbangun dari tidurnya. "Akhirnya, Pakde bangun juga!" Asri langsung turun dari tubuh Rusma, ia menatap suaminya yang sepertinya masih linglung itu dengan senyumnya. Rasanya senang sekali ia bisa membangunkan suaminya yang ternyata kalau tidur itu mirip seperti kerbau. "Asri?" tanya Rusma. Pria itu mengucek-ucek kedua matanya, menatap Asri dengan seksama. Gadis itu memang masih memakai lingerie-nya, tetapi di dalam lingerie itu ada kaus lengan panjang juga celana ketat yang juga panjang. Mata Rusma membelalak, ia langsung memeriksa tubuh bagian bawahnya yang ternyata masih memakai celana lengkap. Sama sekali tidak melorot. Jadi yang semalam ia dan Asri melakukan itu hanya mimpi? Rusma langsung mengacak-acak rambutnya frustasi. Mengapa ia bisa bermimpi hal menyeramkan sekaligus mengenakan itu sih? Mengapa pula Asri membangunkannya di saat yang tidak tepat? Padahal mereka tadi di alam mimpi baru saja akan ... eh. Rusma kembali menggelengkan kepalanya. "Pakde kenapa? Kenapa kepalanya digelengin terus? Leher Pakde pegal? Mau Asri pijit? Ibu Asri bilang kalo Asri itu jago mijit loh," ucap Asri memamerkan kebolehannya dalam hal memijit. "Baju kamu ...." "Oh, semalam Asri kedinginan, Pakde. Asri ndak tahan pakai baju tipis ini, tapi kata ibunya Pakde. Asri harus pakai baju ini sampai besok pagi, jadinya Asri akalin biar Asri ndak kedinginan dan Asri bisa pakai baju ini sampai pagi," ucap Asri menjelaskan sambil tersenyum lebar. Setidaknya Rusma lega karena kini yang Asri pakai lebih tertutup, ia tidak akan bisa membayangkan jika bangun di pagi hari ia disuguhi lagi dengan pemandangan yang sangat enak dilihat itu. Ditambah ternyata yang semalam hanya mimpinya saja, benar-benar memalukan! Kalau Asri sampai tahu apa yang tengah ia mimpikan tadi malam, akan ditaruh di mana mukanya yang tampan ini? Meskipun Asri itu polos, tetapi gadis itu pasti tetap akan menertawakannya. "Kenapa kamu ketawa!?" tanya Rusma mendelik ke arah Asri yang sepertinya tengah menertawakannya. "Asri ndak nyangka kalau Pakde masih suka ngompol hihihi ... sama kayak ponakan Asri di kampung," ucap Asri terkekeh geli. Rusma melotot, ia melihat celananya sendiri yang ternyata basah. Ini tidak bau pesing, orang dewasa tentu saja tahu apa yang tengah ia alami ini. Habis mimpi bercintà dengan Asri kini inilah yang terjadi, benar-benar senjata makan tuan! Tanpa berkata apa-apa lagi, Rusma langsung pergi meninggalkan Asri menuju kamar mandi. Sial! Ia ditertawakan oleh bocah ingusan seperti Asri. "Pakde! Jangan lupa wudhu, ya! Biar kita bisa shalat bareng!" teriak Asri dari luar kamar mandi. Asri tersenyum sendiri, tak menyangka kalau ternyata pria dewasa seperti pakde suaminya masih suka mengompol. Masa iya kalah sama anak SD yang sudah tidak mengompol lagi? Lagi, Asri kembali terkekeh geli. Gadis itu lebih memilih membereskan tempat tidur sambil menunggu Rusma, ibunya sedari Asri kecil sudah mengajarkan Asri cara beberes. Sehingga ketika melihat hal apapun yang berantakan, tangan Asri jadi gatal untuk merapikannya. Mereka melaksanakan shalat subuh berjamaah, Asri begitu senang melakukan itu. Karena akhirnya ia memiliki seorang pengganti peran almarhum ayahnya dalam memimpin shalat. Sudah lama sekali Asri menginginkan momen seperti ini, di mana ada seorang pria yang mengimaminya shalat. Asri jadi terharu hingga ia meneteskan air matanya, sungguh hal seperti ini sangat ia syukuri. "Ngapain kamu nangis?" tanya Rusma menatap Asri yang menitikkan air matanya. "A-Asri jadi kangen sama bapak, Pakde. Dulu waktu bapak masih hidup, bapak sering jadi imam shalat ibu sama Asri setiap shalat," ucap Asri sambil menghapus air matanya. "Nanti kapan-kapan kita ke makam bapak kamu." Hanya itu yang dapat Rusma katakan. "Beneran, Pakde? Jadi Pakde mau ke kampung bareng Asri? Pergi ke makam bapak?" tanya Asri dengan mata yang berbinar-binar. "Aku enggak bilang sekarang, ya. Tapi kapan-kapan. Udah sana kamu siap-siap, habis ini kita akan pulang," ujar Rusma. Pria itu menyimpan sarung bekas ia shalat di dalam koper. "Nggeh, Pakde." Asri menurut. Gadis itu membereskan pakaiannya kemudian memasukkannya ke dalam tas bawaannya. "Kenapa kamu ketawa? Kamu kesurupan?" tanya Rusma ketika mendengar Asri terkekeh geli tidak jelas padahal menurutnya sama sekali tidak ada yang lucu. "Asri ndak kesurupan kok, Pakde. Asri ndak nyangka aja kalau Pakde ternyata mimpiin Asri," ucap Asri tersenyum sendiri ketika mengingat Rusma memanggil namanya. "Ehem ...." Rusma berdehem pelan, berbahaya sekali kalau Asri tahu apa yang tengah ia mimpikan itu. Asri yang polos tentu tidak diperkenankan tahu hal itu, karena itu tidak baik. "Enggak usah dibahas lagi! Lebih baik sekarang ayo kita turun!" ucap Rusma setelah memasukkan semua barangnya ke dalam koper. "Eh? Kopernya enggak dibawa?" tanya Asri ketika melihat Rusma pergi begitu saja tanpa membawa koper. "Nanti akan ada orang suruhan aku yang bawain koper itu, oh ya itu tas kamu juga taruh sini aja. Biar sekalian." Asri menurut, gadis itu kembali menaruh tasnya yang semula akan ia bawa. "Kita mau ke mana, Pakde?" tanya Asri ketika mereka sudah keluar dari kamar. "Cari sarapan, emangnya kamu enggak laper?" tanya balik Rusma. "Asri juga laper, tadi malem Asri ndak sempat makan karena ketiduran." Rusma menepuk dahinya, kalau sampai mamanya tahu Asri semalam tidak makan. Bisa-bisa tubuhnya dihancurkan dan dijadikan perkedel oleh sang mama. "Ya sudah, kamu pesan apa aja yang kamu mau." Rusma duduk di salah satu kursi ketika mereka sudah tiba di restoran hotel, Asri mengikuti Rusma dan duduk di sebelahnya. "Asri mau pesan nasi uduk aja, Pakde. Asri udah lama ndak makan itu semenjak ada di sini, Asri kangen." Asri menyebutkan pesanannya. "Asri, di sini bukan kampung kamu, oke? Kita ini sedang ada di dalam restoran yang mahal. Nasi uduk mana ada di sini, pesan makanan yang lain. Kayak misalnya steak gitu?" ucap Rusma merasa gemas memiliki istri yang kelewat ndeso seperti Asri. Bukannya gadis itu sudah pernah sarapan bersama keluarganya di sini? Namun, kenapa masih juga tak mengerti mengenai itu? "Ndak mau! Asri ndak mau makan stik, Pakde. Atos iku. Itu 'kan buat es, Asri ndak mau makan itu," ucap Asri langsung menolak. (Atos iku : keras itu) "Astaga! Gadis macam apa yang aku nikahi ini!" Rusma berteriak tertahan sambil menatap wajah polos Asri yang menyebalkan. "Asri, steak ya bukan stik es. Steak itu daging sapi yang dipanggang, paham?" Asri hanya mengangguk. "Yo wes, Asri mau itu aja, Pakde ...." ucap Asri akhirnya. "Sama apa lagi? Aku yakin kamu itu makannya banyak biarpun tubuh kamu itu kurus," ucap Rusma membuat Asri terperangah. "Woah, Pakde kok tahu kalau Asri makannya banyak?" tanya Asri tak percaya. "Tahulah, gadis kampung kayak kamu 'kan pasti makannya banyak apalagi enak-enak gini. Udahlah daripada aku yang repot nanya ini itu, kamu ikutin makan aja apa yang aku pesan." "Pelayan!" panggil Rusma membuat seorang pelayan langsung menghampiri meja mereka. "Tolong bawakan semua makanan enak dan yang paling mahal di sini, ya, masing-masing dua porsi," ucap Rusma tanpa perlu repot-repot mengatakan apa pesanannya. "Baik, Pak. Tunggu sebentar, akan kami siapkan dan segera kami antarkan makanannya." Pelayan itu membungkuk hormat kemudian langsung pergi. Tak perlu lama menunggu, semua makanan yang Rusma inginkan sudah ada di atas meja mereka. Asri bahkan melongo melihat makanan aneh yang tersaji di atas meja, makanan yang belum pernah ia lihat dan tentunya ia makan. "Pakde, ini banyak banget .... yang mau ngabisin makanan sebanyak ini siapa?" tanya Asri masih terperangah melihat makanan yang sepertinya enak-enak itu. "Ya kamulah!" balas Rusma santai. "Perut Asri kecil, Pakde. Apa muat itu makanannya?" Asri menatap perutnya kemudian beralih menatap makanan di atas meja itu. Niatnya sih Rusma tadi mau memamerkan kekayaannya pada Asri, sayangnya gadis itu sama sekali tidak memahami. Asri malah menanyakan apakah semua makanan itu muat di dalam perutnya, ketimbang harus memuji Rusma. Ah Rusma lupa kalau ia 'kan menikahi gadis kampung, jangankan memuji. Mungkin saja Asri sama sekali tak tahu harga daftar menu yang ada di sini, jika pun tahu gadis itu sepertinya akan pingsan. "Makan aja dulu, kalo enggak muat juga pikir nanti," balas Rusma cuek dengan perasaan agak sedikit kesal. Daripada meladeni Asri yang menyebalkan, lebih baik Rusma menikmati makanannya. Pria itu memotong daging steak sapi itu dengan perlahan kemudian melahapnya sedikit demi sedikit, meresapi lezatnya daging steak itu. Rusma melongo ketika bukannya makan dengan sendok dan garpu yang telah disediakan, Asri malah memegangi daging steak itu dengan tangannya kemudian melahapnya. Ingatkan Rusma kalau ia tidak boleh mengajak Asri ke sini lagi, Rusma sungguh malu karena sekarang banyak pasang mata yang melihat Asri keheranan. Mungkin dalam benak mereka bertanya-tanya, satwa berasal dari mana yang kini tengah Rusma pelihara? "Euum ... stiknya enak, Pakde. Mirip daging," ucap Asri menikmati makanannya dengan lahap. 'Steak 'kan emang daging sapi, astaga ... spesies macam apa yang aku nikahi ini?' Rusma jadi tak berselera makan, pria itu menatap Asri yang tengah melahap makanannya itu dengan kecepatan yang bisa dibilang cukup cepat hingga semua makanan yang semula penuh kini tinggal tersisa setengah. Pandangan Rusma sedikit turun, ia terperanjat ketika melihat pemandangan itu. Apalagi Asri yang sedikit menunduk untuk menikmati makanannya hingga membuat Rusma leluasa melihat lekukan itu. Demi apapun, ia akan membuang baju-baju bréngsek yang telah mamanya belikan untuk Asri. Sekarang pikirannya kini tak lagi konsentrasi menikmati sarapannya, melainkan terfokus memikirkan bagaimana cara ia mengajak Asri hingga gadis itu bisa berada di bawah tubuhnya tanpa menghilangkan rasa gengsinya. Perlukah ia memberikan obat pérangsang pada Asri? Rusma langsung menggeleng-gelengkan kepalanya ketika pikirannya yang sudah mulai tidak waras hanya gara-gara kejadian semalam. Mimpi siàlan yang sudah mengotori pikirannya. Hingga membuat dirinya selalu terbayang dengan hal-hal yang menggoda seperti itu. "Pakde kenapa lihatin Asri kayak gitu?" tanya Asri menatap Rusma yang tengah fokus melihat sesuatu. "Ih, Pakde saru!" teriak Asri ketika menyadari arah pandang Rusma. (Saru : tidak sopan) "Eh?" Rusma langsung mengalihkan pandangannya. "Pakde ngapain lihatin baju Asri kayak gitu? Jangan bilang Pakde mau pake baju Asri? Ndak boleh, Pakde bukan cewek. Kata ibu dulu, cowok dan cewek itu harus ingat kodratnya. Cowok pakai baju cowok, cewek pakai baju cewek," ucap Asri menasihati. Padahal bukan itu arah pandang Rusma tadi. "Shuut ... diem ...." Rusma mengkode agar Asri diam, apalagi suara Asri tadi cukup kencang hingga membuat orang-orang kembali menatap mereka. 'Emangnya aku tadi kelihatan pengen sama baju yang dia pakai apa?' batin Rusma merasa aneh. "Ehem ... kamu udah belum makannya?" tanya Rusma mengalihkan pembicaraan juga dari pikirannya yang entah mengapa menjadi abnormal seperti ini hanya gara-gara mimpi bercintà dengan Asri semalam. "Belum ... ini masih banyak, sayang kalo ndak dihabiskan, Pakde. Tapi sebenarnya Asri udah kenyang, cuma tadi Pakde bilang Asri suruh habisin." Laut mana laut? Rusma ingin menceburkan dirinya ke laut sekarang juga! "Enggak perlu dihabisin kalo kenyang! Udah kamu tunggu sini aja, aku bayar ini sekalian minta bungkusin itu makanan!" ujar Rusma meninggalkan Asri yang belum sempat protes akan kata-katanya. *** Moga mimpinya jadi kenyataan yang Mas Rus hahahaha Yuk ramaikan komen kalian wkwk
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN