Bab 3

1228 Kata
Bab 3Ganiya berjalan, lalu berhenti. Terus seperti itu sampai-sampai beberapa orang yang berpapasan dengan perempuan itu menatapnya aneh. Tidak berhenti di situ, Ganiya malah menendang-nendang kerikil kecil di jalanan seraya menggerutu. Perempuan itu menggeleng keras saat ingatannya mengulang kembali kejadian bodoh yang baru saja dilakukannya. "Seberat apa masalahmu?" "Ha? Apa maksudnya?" "Seberat dan sebesar apa masalah yang kamu hadapi, sampai-sampai kamu melamar seseorang yang kamu benci?" Ganiya gelagapan, bibirnya terbuka lalu menutup. Tidak tahu harus berbicara apa, bisa-bisanya dia mengajukan pertanyaan seperti itu! Ini semua salah Kayla! Ya, perempuan itu lah yang bersalah karena memberi ide konyol hingga membuatnya terngiang-ngiang terus. Lalu dengan bodohnya, dia menuruti saran sahabatnya. Melamar Bara? Astaga, dia sudah gila! Bagaimana mungkin ajakan itu keluar dari mulutnya? Mau menangis malu, kabur pun dia gengsi. Mengibaskan rambut panjangnya, dia berdehem pelan. Sudah terlanjur malu, sekalian saja dibuat drama. "Gue lagi latihan aja, kemarin ada tawaran main mini series." "Oh, ya? Judulnya apa?" Ganiya menatap tajam lawan bicaranya yang seolah menanggapi pernyataannya dengan serius. "Rahasia!" "Gani." "Hei! Jangan panggil aku kayak gitu!" Alih-alih mendengar larangan perempuan di sebelahnya, Bara justru berkata hal lain, "kita udah kenal berapa lama sih? Meskipun kita ngga dekat, tapi aku tau kalau kamu tadi cuma beralasan." 'Bara sialan!' Dirinya juga bodoh! Sudah bertahun-tahun mencoba move on, sekarang hanya dengan mendengar kalimat itu hatinya jadi menghangat. Tidak bisa dibiarkan, Bara terlalu bahaya untuknya. Jika tidak menghindar, bisa dipastikan patah hati kedua lah yang akan dia dapatkan. "Aku tau kamu sedang melewati masa sulit, tapi pernikahan bukan hal yang bisa diputuskan saat marah. Jadi, seandainya kamu benar-benar siap menikah ngomong sama aku." Ganiya terdiam, mencoba mencerna kalimat panjang yang diucapkan Bara. Laki-laki yang irit bicara itu, terdengar tulus kali ini. Dia tidak mau besar kepala, tapi kalimat itu terasa seperti sebuah angin surga. Oke, dia harus tenang. Semua harus jelas! "Kenapa gue harus ngomong sama lo? Emangnya lo mau lamar gue?" Bara mengedikkan bahu. "Ya, siapa tau aku bisa ngenalin kamu sama temenku. Siapa tau jodoh 'kan?" Laki-laki tersenyum miring melihat wajah teman SMA sekaligus tetangganya itu merah padam. "Apa kamu berharap aku yang jadi jodohmu?" Ganiya mengipasi wajahnya yang terasa panas. Salahnya sendiri bertanya seperti itu pada Bara, dan hasilnya sungguh memalukan. Berdiri seraya mengusap-usap roknya yang sama sekali tidak kotor, Ganiya tersenyum manis pada lawan bicaranya. "Aku?" tunjuknya pada diri sendiri. "Mengharapkanmu?" Kini jarinya berganti menunjuk Bara. "Enak saja!" Tanpa pamit, Ganiya berjalan dengan anggun. Namun, jika dilihat dari depan wajah perempuan itu tertekuk masam dengan bibir komat-kamit mengutuk Bara. *** Hidup dengan terus menjadi perbandingan, membuat Ganiya menjadi pribadi yang cuek. Sudah cukup masa remajanya dihabiskan dengan bertanya kenapa sang mama memperlakukannya secara berbeda. Maka sejak dia lulus SMA dan bisa mencari kerja sambilan, sampai kini bisa mengontrak apartemen dari hasil kerja kerasnya sekuat hati dia berusaha masa bodoh dengan pendapat orang lain, termasuk mamanya. Toh, dia yang menjalani hidupnya. Mau seperti apapun pendapat orang lain tidak akan dianggap penting. Namun, pada dasarnya hal itu dilakukannya untuk menutup rasa sakit dan juga agar tidak terlihat lemah. Lalu setelah masalah besar tiba-tiba datang, tentu saja sikap tenang yang selama ini ditunjukkannya berganti kepanikan, sifat yang hanya diketahui orang terdekatnya. "Kay? Gimana? Apa gue mesti klarifikasi juga?" Ganiya berjalan mondar-mandir di kamarnya. Niatnya untuk menginap lebih lama di rumah orang tuanya, urung dia lakukan. Capek saja, mendengar mamanya yang terus membahas soal pernikahan. Hal yang tentu saja membuatnya mengingat satu nama. Bara. Nah, dia mengingatnya lagi. Menarik napas panjang, dia berusaha fokus pada perkataan Kayla. "Opsi paling baik diem. Nggak usah ikut-ikutan klarifikasi. Masalahnya banyak video viral tentang Kenzo yang dulu ngomong kalau lo itu tipe idamannya." "Kenzo k*****t!" Laki-laki yang dulunya juga teman SMA-nya itu memang terkenal menyebalkan. Tampan sih, tapi dia terkenal playboy. Berbeda dengan Bara yang tampan, tapi tidak neko-neko. Eh, kenapa jadi Bara lagi yang dia pikirkan? Menggeleng kasar, dia lagi-lagi mencoba mengusir nama itu dari kepalanya. "Makanya lebih baik diem aja. Toh, lo masih punya banyak pengikut yang dukung." Ganiya memutar bola mata, dibandingkan dia yang punya pengikut ratusan ribu, pengikut Retha dan Kenzo sudah mencapai jutaan. Tentu saja dia kalah telak! "Emang Kenzo nggak ngomong apa-apa?" "Dia juga masih diem." Ganiya menggigit kuku seraya mengentakkan kaki di lantai. "Terus nasib gue gimana?" Rasanya Ganiya ingin menangis. Hanya pekerjaan ini yang dia punya. Sadar diri memiliki otak pas-pasan serta keahlian yang tidak begitu hebat, membuatnya menyukai pekerjaan sebagai selebgram. Ya, dia tinggal foto-foto cantik untuk endorse. Kalau nama baiknya tidak pulih kembali, apa yang harus dilakukannya? Bagaimana dia membayar uang kontrakan? Oh, tidak mau kembali ke rumah orang tuanya. Bertemu mama dan Gaitsa berpotensi membuatnya darah tinggi. "Tenang aja banyak endorse yang masuk, kok. Cuma emang nggak seramai kemarin. Lo juga sih dari dulu gue saranin jadi vlogger nggak mau." Ganiya berdecak keras. "Lo tau sendiri gue males ngelakuin hal kayak gitu." "Dasar tukang rebahan! Gue kasihan sama siapa pun yang jadi suami lo entar, kuat ngga ya orang itu punya istri pemalas kayak lo?" "Tenang saja, orang itu pasti kuat. Karena suami gue nantinya orang yang sabar." "Dasar halu! Gue tutup dulu, kalau ada perkembangan gue kasih tau." "Oke, makasih." Ganiya membaringkan tubuhnya, dia butuh istirahat. Rasanya lelah memikirkan masalah yang menimpanya baru-baru ini. Selama ini dia memilih mencari aman, termasuk dalam pekerjaan. Hal itu yang menyebabkannya tidak terlalu akrab dengan sesama selebgram lain, dia hanya sebatas kenal tidak lebih. Alasan lain dia tidak mau membuat akun YouTube, membayangkan harus kolaborasi dengan orang lain menyebabkan dia sudah pusing sendiri. Dia lebih suka menghabiskan waktu di rumah dengan menonton drama atau membaca novel romantis saat tidak ada pekerjaan. Lagipula jiwa rebahannya pasti akan meronta jika dia bekerja terlalu keras. Mengecek ponselnya yang sejak tadi bergetar, Ganiya mencebik saat mengetahui ramainya grup chat sekolahnya yang hanya berisi teman sekelasnya dulu. Dari awal munculnya skandal, dia tidak pernah lagi membuka grup itu. Apalagi alasannya kalau bukan Kenzo. Ya, selain teman sekolah laki-laki yang menyebabkan hidupnya berantakan itu juga merupakan teman sekelasnya waktu kelas 12. Didorong rasa penasaran, akhirnya Ganiya membuka grup itu. Berhubung setiap hari dia menghapus chat, jadilah dia hanya membaca pesan terakhir. Abimana Putra [Ganiya mana nih? Nggak pernah muncul. Padahal kita semua dukung dia.] Reza Aditya [Gara-gara Kenzo nih, tanggung jawab lo! @kenzo] Rosita [Gue dukung Ganiya, meski gue fans Retha.] Kenzo [Ganiya maafin gue, ya. Setelah ini gue janji bakal bikin nama lo pulih lagi.] Abimana Putra [Japri dong, jangan lewat grup!] Kenzo [Gue di blok.] Abimana Putra [Hahaha. Mampus!] Farel Atala [Mampus 2] Reza Aditya [Mampus 3] Rosita [Mampus 4] Abimana Putra [Eh, Ganiya udah baca grup. Keluar lo, Gan. Dicari Tayo tuh!] Ganiya langsung menutup grup chat itu setelah membaca pesan Abi yang diberi banyak emoticon tertawa. Baru saja dia berniat memejamkan mata, tapi bunyi dering ponsel lagi-lagi mengganggunya. Meraba tempat tidur, dia menyipitkan mata kala layar ponselnya terlalu terang. [Eyang masih tidak setuju jika Gaitsa menikah duluan.] Pesan yang dikirimkan papanya, seakan menjadi puncak rasa kesal Ganiya. Perempuan itu seakan bisa menebak apa nanti terjadi dalam kehidupannya. Yaitu sang mama yang akan terus menerornya untuk segera menikah. Merasa tidak punya pilihan lain, Ganiya kembali membuka grup untuk mencari kontak seseorang. Beberapa kali dia mengetik lalu menghapus pesannya, dalam hati berperang tentang apakah ini tindakan yang baik. "Bismillah." Ujarnya memantapkan hati menekan tombol kirim. [Bar, tolong kenalin temen lo yang lagi cari jodoh. Terserah dia kayak apa, yang penting sabar!]
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN