DUA

2346 Kata
"Papa mana?" Abel tiba di rumah. Sebuah bangunan yang apakah benar layak disebut rumah? Ini lebih mirip kerajaan Disney, tempat tinggalnya Cinderella atau mungkin kediamannya putri Raja? "Masih di LA." Abel mendengkus. Ini bukan rumah, bukan juga kediaman putri Raja, apalagi tempat tinggalnya Cinderella, mustahil jika bangunan yang dipijakinya adalah kerajaan Disney! Hei, ini neraka! Gemuruh Abel dalam hatinya. "Gak bosen apa jadi Bang Toyib mulu? Anaknya ditinggal-tinggal, gak pulang-pulang lagi!" Abel kesal. Seseorang yang dinyatakan sebagai pengasuh Abel hanya diam. Abel menaruh tas sekolahnya di sembarang tempat. Ia melepaskan ikat rambutnya, sampai kini surai pelangi itu memeriahkan penglihatan sang Pengasuh. "Rambutnya udah panjang--" "Biarin, kan mau jadi kembarannya Rapunzel," kata Abel ketus seraya duduk di kursi makan, mencomot anggur hijau di atas mangkuk buah. "Abel gak mau dicat ulang rambutnya?" "Ngapain?" Anggur ke dua Abel suapkan. "Ribet. Gini aja udah bagus kok." "Kalau Papa tahu, nanti Abel kena marah." "Buktinya Papa gak mau tahu, kan?" "Abel--" "Shut up! Dulu aja nilai UAS aku nol, Papa kalem tuh! Dinyatakan gak lulus SMP juga ujungnya ini aku pakai seragam putih abu. Kalau cuma rambut warna-warni mah kecil, Papa tahu juga gak bakal ditegur, kan? Udah sih, sans aja." Namun demikian, Abel murka, matanya berkaca-kaca. Napasnya memburu karena terlalu banyak mengeluarkan hormon remaja. Sang Pengasuh diam membisu. Maka, Abel mendengkus. Lalu ia berucap, "Oh, iya! Bilangin sama Papa, sekarang Abel punya musuh." Dan berlalu begitu saja, Abel meninggalkan rumahnya, tempat yang paling ia benci karena memperjelas betapa kesepiannya ia hidup di dalam rumah. *** "Kak Ale pacaran, gih!" Yang disebut namanya tersenyum, Ale berkata, "Sama kamu aja gimana?" Maka gadis itu bergidik jijik. "Mom! Dad! Kak Ale sakit jiwa!" Teriakannya membahana. "Berisik." Ketus seorang bocah yang lahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. "Abisnya Kak Ale naksir aku!" Sambil mengibaskan rambutnya, gadis SMP itu mendelik pada sang Kakak. Alegrato terkekeh, ia mencubit pipi bulat sang adik. "Kamu cantik soalnya." "Woyajelas! Mommy sama Daddy cakep, yakali anaknya jelek?" Salah satu dari mereka mendengkus, tentu saja anaknya Willis yang kedua. Sementara gadis yang baru saja mengalami purbertasnya itu berucap kembali. Katanya, "Kak Ale, kok lensa mata Kakak biru, sih?" Dan ia memicingkan matanya sambil berucap, "Wah, jangan-jangan anak pungut nih." Ale mengencangkan cubitan di pipi adiknya, ia berkata, "Pacaran, yuk?" "Daddy!" "Ngadu aja terus." Ale melepaskan cubitannya. "Kakak udah ada pacar kok." Dan mata gadis itu berbinar. Ia sungguh menginginkan seorang kakak perempuan, berharap jika Ale punya pacar, maka ia akan kecipratan kasih sayang dari pacarnya Ale. Otomatis ia merasa memiliki kakak wanita. "Kenalin dong!" "Gak geratis ya," sahut Ale sambil berlalu membiarkan adik bungsunya mencak-mencak sendiri di sofa bersama adiknya yang lain. Hidup ini indah, makanya bahagia itu sederhana. Bagi Ale, cukup dengan kehadiran keluarga dan keramaian di rumahnya. *** Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Entah kapan senjanya, entah kapan malamnya, tiba-tiba pagi sudah tiba bersama cahaya fajar yang hangat. Abel berdesis. Ia memerhatikan roknya yang digunting oleh sang Ketua. "Sialan! Nantangin banget sih jadi cowok," misuh Abel tak suka. Ia membolak-balik roknya. Ketika tak menemukan cara lain selain mengganti rok itu, maka Abel membuang napas kasar bersamaan dengan rok kesayangan yang teronggok di lantai. "Dia pikir rok mini gue cuma satu? Helo! Manusia zaman purba yang satu itu siap-siap aja gue repotin." Seringaiannya terbit bersemangat. Abel telah siap untuk merecoki hidup Ale. Namun, siapa yang tahu? Ketika tiba di depan gerbang sekolah yang nyaris tertutup, hidup Abel lah yang justru berantakan. "Turunin gue!" "Woi! Kalian yang di sana jangan cuma liatin doang!" "ALE!" Rasanya murka Abel di luar batas kemampuan. Ia menatap garang wajah Ale yang selalu saja stay cool. Siswa yang lain meringis, sementara para siswi justru menertawakan. Seorang Abelia Cahyo Kusumo nyangkut di atas pohon mangga. Ale sang Pelaku tersenyum bangga, ia berhasil menjebak Abel hingga gadis itu naik dan tak bisa turun lagi. "Ada baiknya lo jadi monkey," tutur Ale. Abel yang mendengarnya makin murka. Hingga seluruh penghuni neraka Abel sebutkan dengan lancar. Ale mengerling. "Tunggu sampai istirahat, nanti gue bantu." "ALE!" jerit Abel. Ia benar-benar takut ketinggian. Bisa-bisanya Ale berlaku demikian. Abel yang sepatunya diambil oleh Ale ketika sedang belajar di lab, lalu Ale yang membuat Abel mengejarnya hingga tak sadar telah menaiki anak tangga dan tiba di atas pohon mangga. Sementara Abel yang tak bisa turun lagi karena tangganya sengaja dipindahkan oleh Rai, sesuatu yang telah terencana, Ale turun begitu mudah tanpa anak tangga dari pohon tersebut. Menyisakan Abel yang keringat dingin di atas sana dengan mata berkaca. "Al, anak orang tuh!" kata Mario. "Abel salah apa?" Ini Dean. Banyu yang juga sedang menonton pun turut merasa kasihan. "Dia cewek, kalau jatoh bahaya." "Cowok juga kalau jatoh bahaya," komentar Melody. Ale mengedikkan kedua bahunya tak acuh. "Biarin aja. Itu hukuman." "Tapi Al--" "Cabut, yuk!" Ale berbalik. Abel di atas pohon telah meneteskan air matanya, tak ada yang menyadari tangisan Abel di atas sana. Sebenci-bencinya Abel kepada sang Papa, dalam hati Abel selalu menyebut-nyebut nama Papanya. Kenzo Cahyo Kusumo yang masih saja larut di Negara Serikat. Rambut pelangi Abel memperjelas bahwa yang nyangkut itu adalah sang Primadona SMA, si Jepun Angkasa. "Ale bangke! Liat aja nanti, Ale!" Itulah yang terakhir Ale dengar dari jeritan Abel. Posisi saat ini Ale sedang duduk di ruang OSIS. Kebetulan jam kosong karena akan ada rapat besar-besaran. "Al, kalau Pak Kepsek tahu bisa gawat!" ujar Rai mengingatkan. Ale memejamkan matanya. "Dia pake rok," gumamnya. Rai mendengkus. "Emang ada gitu cewek SMA Angkasa pake celana?" Maka Ale bergumam untuk kali kedua, "Biar kapok, kemarin roknya gue gunting. Tapi ternyata gak mempan." "Ya apa lagi sekarang? Hukuman lo gak masuk akal," tambah Marvel yang kebetulan baru datang mendengar sedikit percakapan. Ale memfokuskan pandangan, satu per satu Ale perhatikan wajah kawannya sambil berucap, "Dia bilang, rok mini itu seksi. Gue cuma mempermudah aja, kalau Abel nyangkut di pohon, kalian bisa nengok ke atas dan lihat isi roknya, kan?" "Wah gelaseh!" "Simbiosis mutualisme," tambah Ale. Rai semakin heboh oleh cara berpikir Ale yang menggemaskan. "Lo emang sesuatu!" Marvel menggeleng, tak habis pikir dengan jalan pikiran Ale. Sometime, he is sweet as candy. Tapi jangan salah, Alegrato Sean Wiliam adalah sosok iblis bersayap malaikat. Sekali lagi, he can be mean as f**k. *** Bel istirahat berbunyi, hal yang paling Abel tunggu-tunggu. Ia sudah menjadi pusat perhatian dan susah payah Abel memeluk pohon agar tak jatuh. Abel bahkan menutup kelopaknya karena tak sanggup untuk melihat sekitar. Abel bisa pingsan jika saja seseorang tak datang. "Abel!" Tetap saja, yang dipanggil tak mau merespons. "Ayo lompat!" Refleks Abel melotot. Ia menunduk melihat orang yang paling ingin ia musnahkan saat ini juga, yaitu Ale yang tengah mengulurkan tangannya. "Biar gue yang tangkep!" ujar Ale. Abel mengeratkan pelukannya pada batang pohon, tak peduli ketika bajunya terkena getah dan kotor. Bahkan Abel tidak peduli di saat roknya tersingkap. "Abel buruan! Mau sampe kapan lo jadi tontonan?" "Musnah lo, a*u!" jerit Abel menyerapah. Ale terkekeh. "Lebih tepatnya ASW, bukan Asu." Ya, Alegrato Sean Wiliam, ASW. "Bodo amat, gue benci sama lo!" Ale mengangguk. "Mau lompat atau turun sendiri pake tangga?" Perlahan, Abel menarik napas dalam-dalam. Ia melirik Ale yang setia dengan tangan terulur. Mungkin, jika Abel berani melompat maka kemungkinan terburuk adalah badannya remuk atau kemungkinan manisnya, ia akan jatuh ke dalam gendongan most wanted di sekolahnya. Sayangnya orang itu musuh Abel. Maka, Abel katakan, "Buruan cari tangga!" Tepatnya di halaman belakang sekolah, Ale selalu bebas bertingkah, terkadang menurut siswa yang lain terkesan berlebihan. Tapi, kerennya Ale tak pernah dapat hukuman. Ketika Ale memerintahkan siswa lain untuk bubar, maka detik itu juga Banyu datang membawa tangga bersama Dean. "Cepet turun!" Ale berseru. Ia memegangi dua sisi tangganya sambil berkata, "Abis itu, ikut gue ke ruang kesiswaan. *** "Kalau lihat Abel tuh auranya beda, ya?" celetuk Mario Luhano. Marvel mengangguk. "Terasa lebih berwarna." Melody berdecak. "Ya iyalah! Buta apa gimana? Rambut dia pelangi!" "Kayaknya Ale suka deh sama Abel." "Yeu, si Bangcat ngomongnya ngawur!" cetus Mario kepada Rai yang sejak tadi diam. Rai merubah posisi duduknya. "Taruhan, yuk?" Matanya fokus kepada Marvel, lalu bergantian menatap wajah teman-temannya sambil bilang, "Dua bulan lagi, mereka cinlok. Kalau gue bener, biaya sekolah gue ditanggung yang kalah, gimana?" "DEAL!" Marvel tak pernah keberatan dengan segala jenis jalan berbagi. Well, mereka sedang duduk di bangku koridor dekat halaman belakang yang menampilkan sosok Ale berjalan menyeret Abel menuju ruang kesiswaan. Rai senyum. "Yang lain?" Tampa tahu, bahwa mungkin saja Ale pun tahu apa yang mereka bahas. Karena Melody mengirimkan sebuah pesan kepada sosoknya. *** "Gila lo, ya?!" semprot Abel. Gimana nggak coba? Si Ale ngajak anu! batin Abel heboh sendiri. Ale berdecak. "Suruh siapa pakai rok mini? Ini sekolah, bukan kelab, kalau lo lupa." "Ya tapi, gak mesti nyuruh gue buka rok depan lo juga dong!" Abel misuh, semakin tak suka dengan sosok Ale. "Lo tuh emang b******n m***m, nyuri kesempatan dalam kesempitan, kok bisa dijadiin ketua kesiswaan?" Ale mengedikan kedua bahunya tak.acuh. Kemudian ia duduk di kursi dan menatap datar wajah marah Abel. "Lo juga cabe cilik yang pengin dimesumin, kan?" Terkadang lisan Ale bekerja tanpa saringan, karena lidah tak bertulang. "Jadi, kenapa gak sekalian aja kita terang-terangan? Buka rok lo dan keliling lapangan!" lanjut Ale. Otomatis Abel tercengang. Serius, itu arak namanya! Maka Abel berkacak pinggang sambil bilang, "Jadi human jangan terlalu ngurusin hidup orang lain! Suka-suka gue mau kayak gimana, lo gak ada hak buat ngatur atau menghukum gue sementara orang yang seharusnya negur gue aja nggak!" Abel berkaca-kaca, ia teringat dengan ayahnya. Lalu, Abel berdesis, "Lo bukan siapa-siapa, Ale. Lo cuma siswa yang dibudakin sama Kepsek!" Setelah mengatakannya Abel pergi, membanting pintu karena murka. Membuat Ale yang duduk diam di dalam mengembuskan napas berat. *** Abel berjalan menuju lokernya, ia memgambil seragam yang selalu tersimpan di sana sebagai bentuk jaga-jaga jika saja hal seperti ini terjadi. Abel sering mendapatkan seragamnya kotor atau disobek bahkan disita oleh Ale, apa pun caranya lelaki itu selalu menghukum Abel karena hal yang menurut Abel tak patut dihukum. Tapi, kali ini yang paling parah. Abel mendengkus, menatap pantulan dirinya di cermin. Rambut pelangi Abel dikepang dan sebagian digerai. Lalu seragam ketat dan rok mininya yang menambah kesan urakan sosok Abel. Bahkan wajah Abel pun dipoles makeup, menjadikannya sosok yang paling menonjol di SMA Angkasa. Pernahkah kalian berpikir bahwa itu sengaja? Abel menghapus air matanya yang jatuh tiba-tiba. Ia sering selfie dan mengunggahnya di akun media sosial, Abel bahkan pernah mengunggah fotonya dengan dua jari yang mengapit batang rokok. Tapi, itu hanya booming di sekolah, sesuatu yang tak sampai kepada sang Ayah. Padahal, Abel sedang ngode minta perhatian. "Miris banget," lirih Abel. Ia mengedipkan matanya berulang, membuang napas perlahan dan mengerang. Setelah dirasa cukup, Abel keluar dari toilet dan kembali ke loker lalu menempatkan diri di kantin. "Pelangi!" Abel berdecak. "Nama gue Abel." Banyu terkekeh, lalu duduk di samping Abel yang tengah menikmati baksonya. "Jadi, lo pecinta warna-warni, ya?" Banyu berbisik, "Celana ketat lo merah, kuning, ijo, soalnya." Sambil terkikik. Abel menyentil kening Banyu sambil berkata, "Gimana? Seksi gak?" Gela seh! Banyu tercengang. Sepertinya sisi malu Abel telah hilang, Banyu menggeleng tak habis pikir. Begitu pun dengan Rai yang menggeleng tak habis pikir dengan Alegrato. Gerombolan most wanted berkumpul di kantin, heboh. "Lo bisa dikeluarin dari sekolah kalau itu terjadi," komentar Rai kepada Ale yang katanya: Gue mau bikin Abel kapok dengan cara keliling lapangan tanpa busana, kalau perlu. Sekarang posisi mereka di pojokan kantin sambil memerhatikan gadis berambut pelangi di tengah kantin, Abel sangat mencolok. Karena misi Ale kali ini adalah menjinakkan Abel, maka hal itu membuat Ale terpaksa untuk selalu memikirkan Abel, memerhatikan Abel, dan mengawasi tingkah Abel. Selalu Abel yang dibahas olehnya. Maka Rai percaya diri bahwa ia akan menang dan mendapatkan biaya sekolah gratis dari yang kalah. "Gak gitu cara ngejinakin cewek, Al," ucap Mario Luhano. Melody mengangguk. "Apalagi cewek itu Abel, cucu pemilik sekolah." "Tingkah dia neko-neko, yang ada lo bakal kalah, lo yang bakal jinak sama Abel. Bukan sebaliknya," tambah Marvel si anak Samudra Allardo. Ale mendengkus. "Jangan cuma ngasih kritik, sarannya mana?" Rai menjentikan jarinya. Ia berbisik kepada seluruh temannya, dengan volume yang hanya didengar oleh mereka. "Gimana kalau lo …," Rai menunjuk Ale, kemudian melanjutkan, "jadian sama Abel, tembak dia, terus Abel klepek-klepek, dan ujungnya dia jadi anak anjing, penurut. Ini ide bagus. Lo gak boleh lewatkan, Al." "Agak sinting sih," komentar Melody. "Tapi oke juga," tambah Marvel. "Lumayan, kan? Bisa nyicil jumlah mantan." Jika ini adalah Mario. Rai mengangguk setuju, ia menepuk pundak Ale. "Coba pikirkan, kalau Abel jadi cewek lo, hidup lo tenang. Dia jinak." Ada sesuatu yang mendorong Ale untuk tertarik. Tapi karena Ale merasa bahwa dirinya masih waras dan tidak segila itu untuk menjadikan cewek tengil macam Abel pacarnya, maka Ale katakan, "Ngeri gue!" Tapi, apa yang dikata, apa yang Ale pikirkan matang-matang, itu berbeda. Begitu saja, Ale bangkit dan berjalan, lalu duduk di sisi Abel yang tengah mengunyah baksonya. "Bel--" "Kak Ale, I love you!" Pernyataan dari seorang fans yang sudah biasa Ale dapatkan. Banyak yang menggoda Ale secara terang-terangan, dan itu lumrah, makanya Ale hanya balas dengan senyuman. Kemudian Ale kembali fokus kepada Abel yang nampak mengabaikannya. Ale berkata, "Tadi cewek itu bilang apa?" Semua makhluk yang ada di kantin memerhatikan dua insan yang dari ujung kaki sampai kepala terlihat berbeda. Abel yang urakan dengan Ale yang manis dan rapi. "b***k apa gimana?" sinis Abel. Banyu yang merasa kehadirannya bagai obat nyamuk pun mulai undur diri. Ale tersenyum. "Gue ngetes kemampuan bahasa Inggris lo." Dan Abel mengerling, dengan santai memasukkan kuah bakso ke dalam mulutnya. Karena Abel bukan sosok yang mempermasalahkan apa yang terjadi sebelumnya, maka Abel jawab sesuai apa yang ia ketahui. "Aku cinta kamu," katanya. Ale mengangguk sambil bilang, "Oke, kita pacaran." Dan berlalu setelah membuat Abel tersedak kuah baksonya. Seisi kantin heboh dan terjadilah gosip berkelas, sepersekian detik akun media sosial penuh oleh kabar: Bumi dan langit yang bersatu. Yaitu Abel dan Ale yang baru saja membuat Melody menggeleng tak setuju. "Astaga, belum dua bulan gue udah menang!" Rai heboh memeriahkan suasana kantin. Sementara Abel, gadis itu mengerjap di tempatnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN