2. Her Protest

1039 Kata
“Rigel Liliana Collins!” pekik Laura terkejut bukan main. Rigel berjengit, tersentak kaget dengan penyambutan ibunya hingga mundur beberapa langkah. Walaupun sudah mempersiapkan diri akan reaksi ini, tetap saja teriakan sakti ibunya memekakkan telinga. Noah meraih lengan Laura, memberi isyarat supaya mengontrol diri di hadapan Andreas juga Orion. Noah hanya bisa menarik napas dalam-dalam, ia paham bahwa saat ini anaknya masih berdemo padanya. Rigel memang mengatakan bersedia pada Noah setelah perdebatan panjang kali lebar hari kemarin. Akan tetapi bukan Rigel namanya jika hanya menerima tanpa menunjukan taring tajamnya. Gaun berbahan satin kuning terang berpadu biru elektrik di bagian d**a dengan aksen merah disertai riasan menor tebal adalah penampakan Rigel malam ini. Ibu dan kakaknya sudah menyiapkan gaun cantik nan anggun berwarna peach, tetapi ternyata ia tak memakainya, memilih kostum putri salju untuk membalut tubuh indahnya. Laura nyaris terkena serangan jantung. Anak bungsunya yang cantik jelita berubah wujud menyerupai peserta parade taman kanak-kanak. Semua mata tertuju padanya, melotot disertai mulut menganga. Tak terkecuali Orion yang juga ikut terkejut dengan netra membola. Laura masih dilanda syok, apalagi setelah dilihat secara saksama makin jelas kentara apa saja yang menempel di wajah putri bungsunya. Dimulai dari alis yang menyerupai lukisan golok berwarna hitam, bertabrakan kontras dengan kulit putihnya. Polesan lipstik seumpama disengat kawanan lebah, ditambah perona pipi Rigel juga amatlah tebal berwarna pink terang menyala, sangat mirip badut di Disneyland. “Selamat malam, semuanya.” Rigel menyapa ramah, lalu menegakkan punggung berjalan mendekat penuh percaya diri bak para kontestan Miss Universe di panggung ajang ratu sejagat. Ukiran senyum genit disunggingkan dengan sengaja berbalut orasi terselubung yang ditujukan pada kedua orang tuanya. Semakin dekat dengan area kursi, tanpa diduga-duga, Rigel langsung duduk di sisi lengan kursi yang diduduki Orion dan melingkarkan lengan ke leher pria tampan bermanik seindah lautan itu. Sontak semua orang makin terkaget-kaget. Laura Bahkan mengusap-usap d**a menenangkan jantungnya yang terasa terjun bebas ke dasar perut disusul memijat pelipisnya yang berdenyut hebat kini. “Jadi, kamu calon suamiku?” tanyanya. Rigel mengamati wajah rupawan memesona yang menatap intens tanpa ekspresi padanya. Sial, pria ini terlalu tampan, seksi juga menawan berpadu menjadi satu, bahkan aromanya pun memabukkan, Rigel mengakui itu. Untuk sesaat ia terbius, hingga nalarnya kembali menguasai. Mengabaikan degupan dadanya yang bertalu kencang si cantik berambut coklat terang itu balas menatap lurus manik biru Orion. “Ughh … tampannya,” cicitnya dengan gaya centil yang disengaja sembari mencubiti pipi Orion. Orion mengulas senyum tipis. Gadis yang dijodohkan dengannya kali ini berbeda, unik dan berani. Ia tahu bahwa Rigel tengah melayangkan protes atas perjodohan mereka pada keluarganya, hanya saja caranya halus bukan arogan. Semula Orion amat malas bertemu calon istrinya. Sempat meminta ayahnya untuk langsung mengatur acara di altar tanpa harus direpotkan dengan pertemuan ramah tamah keluarga. Lagi pula pernikahan mereka nantinya hanya formalitas, ibarat simbiosis mutualisme. Orion butuh pendamping demi memperkuat singgasananya di kekaisaran Golding Corp dan keluarga Rigel butuh dana serta dukungan demi menyelamatkan nasib lahan Pink Lettuce Collins Farming. Hanya saja entah mengapa, kini Orion malah tertarik untuk bermain-main dengan gadis pemberontak yang sekarang sedang bergelayut genit di lehernya. Rigel sungguh menarik minatnya, serupa mainan baru yang belum pernah dimilikinya. Pribadi penurut sudah sering ditemuinya dan itu membosankan, sangat berbeda dengan gadis ini. Ia ingin menjajal sampai di mana ego gadis bermanik karamel itu dapat bertahan bermain dengannya. Sebelum-sebelumnya, para wanita yang akan dijodohkan dengannya selalu berpenampilan terbaik dari ujung kaki hingga kepala. Menjaga image, bersikap anggun dan manis demi menarik perhatian guna meninggalkan kesan positif, sangat bertolak belakang dengan gadis yang kini merangkulnya tanpa sungkan di acara pertemuan pertama. “Rigel! Jaga sikapmu!” titah Laura tegas. Ingin rasanya Laura terjun bebas dari ketinggian sambil berteriak histeris sekarang. Anak bungsunya yang bahkan belum pernah berpacaran itu kini bersikap bagai murahan. Dengan malas Rigel beringsut turun dari lengan kursi setelah sebelumnya mengedipkan mata genit pada Orion, lalu menghempaskan pinggul di kursi lain yang terletak di samping si calon suami. Rigel duduk di sana tanpa keanggunan sedikit pun. Kakinya terbuka lebar sambil sesekali menggoyangkannya seperti para preman yang nongkrong di dermaga pelabuhan. Menggeliatkan tubuhnya santai. Menggaruk-garuk rambutnya sembarang hingga leher, lalu membaui kukunya sendiri, kemudian menggaruk hidung dan memasukkan jari telunjuk ke lubang hidungnya untuk mengupil. Ia juga mengambil kudapan di meja dan mengunyahnya serampangan sehingga remahannya meloncat kemana-mana termasuk mengotori bajunya, dengan bunyi kunyahan juga decapan nyaring disengaja yang sungguh mengganggu. “Kamu mau?” tawar Rigel santai tanpa menghentikan kunyahannya. Ia menyodorkan croissant bekas gigitan serampangannya ke depan mulut Orion. Tak disangka Orion memakannya tanpa jijik kemudian tersenyum miring, menatap gadis di sebelahnya dengan rasa penasaran yang kian memuncak. Noah mulai memucat kini, Laura yang berada di sampingnya sudah semakin pias saja, ingin rasanya dia pingsan detik ini juga dan tak usah terbangun lagi. Kelakuan Rigel benar-benar menguras stok kesabarannya. Di suasana yang semakin mencekam, si pembuat ulah malah santai tak peduli akan suasana horor yang merebak di seisi ruangan. Andreas tak tertarik untuk berpaling dari interaksi Rigel juga Orion. Ia juga kebingungan, baru kali ini putranya bersikap tenang tanpa menyemburkan kalimat tajam di pertemuan perjodohan. Padahal dilihat dari segi manapun, wujud Rigel saat ini benar-benar norak. Berbeda jauh dengan gadis-gadis yang selama ini pernah ditawarkan. Atau kah mungkin, putranya memiliki selera aneh tentang wanita? Ledakan tawa Andreas yang tiba-tiba terbahak membuat semua orang di ruangan itu menoleh keheranan, terutama Noah yang kini mengernyitkan dahi. “Sepertinya anak-anak kita memang ditakdirkan untuk berjodoh. Lihat saja, bagaimana mereka langsung akrab satu sama lain di pertemuan pertama. Sebaiknya jangan menunda terlalu lama, kita percepat saja pernikahan mereka. dua minggu dari sekarang, bagaimana?” tanya Andreas langsung pada intinya kepada Noah juga Laura. Ia tak ingin menyiakan kesempatan, mumpung Orion bersedia menerima permintaannya dengan damai. “Aku setuju, lebih cepat lebih baik,” sambar Orion tanpa berbasa-basi, lalu mata elangnya kembali tertuju pada gadis yang duduk di sampingnya seraya melayangkan tatapan penuh minat. Rigel terbatuk, tersedak jus jeruk yang sedang diminumnya dan menyemburkan isi mulutnya hingga mengenai jas Orion. Rigel tercengang bercampur kesal, tak menyangka pria di sampingnya menerima perjodohan dengan entengnya. Reaksi ini sungguh jauh dari ekspektasinya, ia mengira Orion maupun Andreas akan berpikir ulang ribuan kali setelah menyaksikan dirinya yang berdandan aneh serta bersikap menyebalkan. Berbanding terbalik dengan kedua orang tuanya yang menurunkan bahu mendesahkan napas lega. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN