MY SWEETIES BOY ~ 02

1187 Kata
Gue melirik makhluk jutek yang masih bobok ganteng di ranjang bawah. Pukul 06.30. Bisa telat dia kalau tak dibangunkan. Tapi masa bodoh! Gue bukan emaknya, so .. peduli amat! Gue membuka pintu kamar dan melenggang kangkung ke ruang makan asrama. "Pagi Kockie, manis banget lo pagi ini," sapa seorang cowok berambut ombre. Gue cuma tersenyum ramah menanggapinya. Kockie? Mengapa gue dipanggil seperti itu? Di meja makan, gue duduk di sebelah cowok culun berkacamata yang semalam gue ajak bicara. "Pagi Lun," sapa gue riang. Ups! Mengapa gue bisa keceplosan? Mulut ember gue tadi memanggilnya 'Lun', kependekan dari 'Culun'. "Lo tau nama gue?" Si Culun menunjuk dirinya. "Gue Boy, emang nama lo siapa?" "Gue Ahlun." Ahlun nan culun, spontan gue tertawa geli. "Apa Pibi belum mengklaim lo? Kalau sudah, pasti lo enggak bakal seceria ini." "Mengklaim apaan, sih?" tanya gue sambil mengambil nasi setumpuk. Plus lauknya. Untuk urusan makan gue nomor satu, dah! Gue amat hobi makan tapi untung bodi gue tak gampang melar. Makan sebanyak apa pun, gue tetap imut. "Mengklaim lo jadi jongosnya," sahut Ahlun. "Hah? Kok lo tau, sih?" tanya gue heran. Si Culun tersenyum meringis. "Sudah rahasia umum disini, roommate-nya bakal jadi jongosnya. Gue salah satu mantan jongosnya." "Elo?? Haiya, bagaimana lo bisa lolos?" tanya gue penasaran. "Gue berlutut didepan Pak Kuncung sampai lima jam! Sekarang gak ada yang berani sekamar ama Pibi kecuali elo anak baru yang gak tau apa~apa." "Emang kenapa semua orang takut sekamar dengannya? Apa dia, ehm, m**o? Suka sama sejenisnya?" "Ngawur!! Dia justru paling benci sama cowok hombreng! Dia gak pernah menganggap keberadaan mereka padahal sebenarnya banyak yang naksir dia. He is sexiest man alive. Tapi dia mengerikan, Boy! Dia pernah bikin babak belur cowok yang gak sengaja nyentuh itunya hingga tuh cowok masuk ICU. Patah tulang parah bok.." Si Culun ini ternyata suka menggosip, lumayan .. bisa dikorek~korek. "Lo normal kan?" tanya Ahlun kepo. "Gue? Laiyalah, gue masih suka cowok kok," jawab gue santai sambil mengunyah tempe goreng. Ahlun langsung menatap gue horor sehingga gue jadi tersadar. Ish, cerobohnya, gue! "Maksud gue..gue cowok! Gue masih demen cewek!" Dia menghela napas lega. "Fiuhhh, syukurlah. Kalau lo m**o hidup lo bakal kayak di neraka bareng si Pibi." "Kok aneh sih nama dia Pibi," gumam gue heran. "Pibi itu julukannya. Singkatan dari Pshyco Boy. Nama aslinya Askano Hugo Hindrata." "Hugo?" tanya gue penasaran. Sepertinya gue pernah mendengar nama ini, entah dimana dan kapan. "Dia cucu pemilik sekolah ini. Kakeknya Mr Rudolf Hugo adalah pendiri sekolah ini." "Pantas semena~mena," timpal gue sinis. "Kenapa semua orang disini suka ganti nama ya, Lun? Gue tadi disapa dengan nama Kockie. Mengapa gue dipanggil begitu?" Ahlun menatap gue dengan aneh, seakan gue adalah makhluk planet lain! "Lo gak sadar Boy? Lo itu dipanggil Kockie gegara ukuran jumbo itu elo!" "Hah?! Gegara t*t*t gue?" jerit gue terkejut. Sial! Karena jeritan gue, semua cowok di ruang makan sontak memperhatikan gue, juga mengamati sesuatu yang menggembung di s**********n gue! "Boy, lo telah menjadi incaran baru di skul kita. Lo adalah most wanted boy," bisik Ahlun yang menyebabkan gue semakin frustasi. Johny, si Kekar yang m***m mendekati gue sambil tersenyum centil. "Apaan sih, Yang? Pagi~pagi udah nyebut begituan. Pengin ya?" "Yang, Yang. Gak usah sok akrab, lo!" Gue mendengkus kesal . "Bukan sok akrab, Yang, kan gue pacar lo," ucap Johny sok mesra. "Gue bukan pacar lo!" Entah mengapa, semakin banyak cowok yang mengerubungi gue. Gue merasa terintimidasi. "John dia gak mau ama elo. Jangan dipaksa. Lo ama gue aja, Kockie! Gue tipe setia lho, gue gak suka selingkuh sana sini," sambung si rambut Ombre. "Gue juga mau ama lo, Kockie. Lo imut banget, selera gue banget." Si rambut jabrik ikut menyeletuk. Shit! s**t! s**t! Kini gue jadi rebutan para kanibal m**o ini! "Gak bisa!! Gak bisa!! Gue udah punya cowok!" teriak gue panik. Ups! Padahal gue bicara asal tapi justru membuat mereka penasaran. "Siapa cowok lo?" "Iya, siapa?" "Sebutin dong. Kalau gak bisa, berarti boong!" Gue menatap si Culun untuk memohon bantuannya. Tapi cowok itu hanya geleng~geleng kepala. Jangan libatin gue, tatapan matanya seakan berbicara seperti itu. Siapa lagi cowok straight yang bisa gue akui menjadi cowok gue? Mendadak gue teringat seseorang. "Cowok gue..Pibi." Suasana gaduh langsung senyap begitu gue menyebut nama itu. "Tapi lo orang diam~diam aja, ya! Ntar Pibi marah, dia maunya kita pacaran backstreet. Takut kakeknya gak kasih restu." Gue berbohong begitu meyakinkan. Sepertinya itulah bakat alami gue. Sesaat kemudian Johny yang protes. "Gak mungkin! Dia itu anti cowok m**o, gak mungkin dia mau pacaran ama elo!" "Siapa yang bilang dia gak suka cowok? Mungkin aja baru sama gue dia ada rasa, bisa aja gitu, kan. Semalam aja kita.." Gue sengaja menggantung cerita gue hingga mereka mendelik penasaran. PLAK!! Tiba-tiba ada seseorang yang menjitak kepala gue dari belakang. "Banci!! Lo kenapa gak bangunin gue?" bentak Si jutek yang mendadak muncul, lalu menjitak kepala gue dan duduk dengan santainya di samping gue. "Gue gak tega, tidur lo nyenyak setelah semalam.." Gue duduk di sampingnya, agak merapat ke tubuhnya. "Lo enggak mandi ya? Kok cepat banget udah nyampai sini?" bisik gue di telinga si Jutek. Namanya Aska. Mungkin lebih enak gue memanggilnya begitu.. Aska mendelik bengis ke gue, tapi entah mengapa gue tak takut padanya. "Ambilkan gue makan, Banci!" "Iya, Aska. Sabar." Gue mengambilkan nasi untuknya, plus lauk pauk. Juga segelas jus jeruk. "Mau disuap?" Dia mendengkus dingin. "Gak usah! Lo kipas~kipas gue aja, panas disini!" Lantas dia melotot gahar ke arah cowok~cowok yang sedari tadi mengerubungi gue. "Ngapain pada disini?! Sana jauh~jauh! Gue muak ngelihat muka jelek kalian!!" Dan barisan penggemar gue serentak bubar jalan. Sungguh berkuasa nian, si Jutek Aska ini. Gue rasa, gue bakalan aman kalau berada di dekatnya. Meski dengan status menjadi jongosnya! *** Aska memang semena~mena, juga tak punya hati! Masa orang seimut gue disuruh membawa tas ranselnya yang beratnya ampun~ampun. Plus barangnya yang lain. Ada bola basket, sepatu bola, juga tas baju ganti. Padahal jelas gue kelabakan membawa semua barang itu. Sedang dia enak saja berjalan cepat tanpa beban didepan gue! "Eh, Banci! Buruan jalannya! Kayak cewek aja!" maki dia kasar. Memang gue cewek, tau! Mana sadar dia akan hal itu? "Iya Aska, sabar!" Gue berusaha berjalan lebih cepat hingga berada di sampingnya. "Berani lo nyuruh gue sabar-sabar-sabar lagi, gue bakar bacot lo, ntar!" kata Aska geram sambil memluntir bibir gue. "Sakit, Ka!" Karena terlalu sakit bibir gue yang dipluntirnya, tak sadar gue menggigit tangan Aska. "Ck! Elo berani ya?!" Dia berniat menampar pipi gue tapi gue justru menyodorkan bibir gue di dekat wajahnya. Tangan Aska menggantung di udara, dia tak jadi menampar gue. "Lo gak lihat, bibir gue jadi manyun dan merah gini gegara kelakuan lo!" sembur gue kesal. Manik biru Aska spontan melihat bibir gue dengan seksama. Lalu tangannya beralih memegang bibir gue, namun kali ini untuk mengelus bibir gue. Rasanya aneh, ada rasa geli di bibir gue. Hati gue jadi berdesir. Bibir gue agak bergetar. Setelah itu dia mencubit bibir gue, untung tak terlalu keras. "Jangan pernah menggoda gue kayak gini lagi, Banci! Atau gue gak segan~segan bikin lo lumpuh seumur hidup lo!" ancam Aska sadis. Cih, siapa yang menggodanya? Gue tak berminat pada cowok psiko semacam dia! Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN