Azkia berlari menjauhi Nathan, di sepanjang perjalanan gadis itu sesekali menghapus air matanya yang membanjiri. Luka fisik dan luka hati sudah sering Azkia rasakan, tapi kenapa rasanya masih sesakit ini. Azkia menyusuri jalanan, ia tidak tau kemana akan pergi. Azkia tidak kenal siapa-siapa, teman pun dia tidak punya. Azkia mengencangkan sabuk di pinggangnya, perutnya terasa sangat lapar.
Nathan menaiki motor bersama Tio dengan pelan. Kedua pria itu mengikuti langkah Azkia. Sejak tadi, Tio tak berhenti memukul helm Nathan lantaran geram dengan temannya itu. Gara-gara Nathan kini Azkia yang biasa antar jemput dengan mobil mewah harus jalan kaki.
"Bodoh lo, lo banci tau gak. Beraninya sama cewek," maki Tio memukul helm Nathan lagi.
"Gue nyetir, jangan ganggu konsentrasi gue. Gue nabrak lo yang nyosor," kesal Nathan.
"Gila bapaknya Azkia. Tega banget memperlakukan anaknya kayak begitu," ucap Tio. Nathan mengangguk, dia kaget saat tadi melihat perlakuan papa Azkia. Pantas saja Azkia sangat takut kepada papanya.
Azkia menghentikan langkahnya di teras toko yang tutup. Perempuan itu yang tidak pernah berjalan jauh, merasakan kakinya sangat pegal. Nathan menghentikan motornya, remaja itu turun untuk mendekati teman satu kelasnya yang tampak menyedihkan.
Nathan mengambil duduk di samping Azkia, gadis itu terkesiap dan mencoba bangun. Namun tangannya dicekal oleh Nathan.
"Duduk!" titah Nathan sedikit menarik tangan Azkia.
"Apa sih Nathan?" tanya Azkia kesal. Azkia tidak ingin dipandang lemah, terlebih kepada Nathan, orang yang diam-diam dia sukai. Ditatap tajam oleh Azkia membuat Nathan kikuk, Nathan menggaruk tengkuknya. Seketika dia ingat dengan Nayla, Nayla tidak suka saat dirinya dekat dengan cewek. Dengan spontan Nathan menjauhi Azkia.
Azkia mengerutkan dahinya bingung. Tadi Nathan mendekatinya, sekarang Nathan menjauhinya. Azkia meneliti tubuhnya, mencium bau badannya. Tidak ada yang salah.
"Azkia, nih salep buat pipi lo. Gue selalu bawa karena Nathan yang hobby kelahi, jadi gue bawa ini buat ngobatin dia," ucap Tio menyerahkan salep untuk Azkia. Azkia mengulurkan tangan untuk menerima. Namun, salep itu dirampas Nathan.
"Biar gue yang olesin!" ucap Nathan.
"Gak usah, aku bisa sendiri," jawab Azkia berniat merebut salep, tapi Nathan mencegahnya.
"Biar gue saja. Lo cukup diam!" tandas Nathan.
Azkia diam, dalam hatinya sudah berdebar. Gerogi dan senang menjadi satu. Dia mengagumi sosok Nathan, tapi tidak pernah bisa dekat. Dan kali ini, dia memiliki kesempatan untuk dekat dengan pria itu. Tak beda jauh dengan Azkia yang gelisah, Nathan pun juga. Nathan takut kalau Nayla marah karena dia sudah mendekati perempuan lain.
Nayla selalu takut kedudukannya sebagai adik Nathan akan tergeser karena adanya teman dekat kakaknya. Nayla tidak suka Kakaknya punya teman dekat cewek. Nayla tidak rela kasih sayang kakaknya dibagi. Namun, kali ini Nathan mencoba mengenyahkan adiknya.
"Maafkan kaka, Nay. Kamu yang tetap di hati kakak," bathin Nathan saat mulai mengoleskan salep di pipi Azkia. Nathan melihat luka lebam itu, terlihat jelas kalau tamparan papa Azkia sangat kencang.
Mata Nathan jatuh pada tangan Azkia yang tak kalah lebam. Ada satu garis melintang warna merah yang seperti bekas pukulan besi kecil. Azkia yang sadar akan tatapan Nathan, langsung menyembunyikan tangannya.
"Lo mendapat perlakuan buruk dari papa lo?" tanya Nathan kepo.
"Bukan urusan kamu," jawab Azkia.
"Lo jadi cewek gak ada bersyukurnya ya. Gue udah bantuin lo, tapi tetep aja lo ketus," omel Nathan.
"Lo gak lupa kan kalau gue dan Tio yang saat ini ada di depan lo adalah Geng Beha kawat. Lo tau artinya apa? Berondong membahana kwalitas tinggi," oceh Nathan lagi. Azkia menatap ngeri ke arah Nathan. Ternyata dari dekat Nathan lebih b****k. Azkia diam, tidak tau mau menjawab apa.
Krukk!
Suara perut keroncongan membuat Nathan dan Tio saling berpandangan. Azkia menundukkan kepalanya malu, perutnya berbunyi tidak tau suasana.
"Lo lapar?" tanya Tio tepat sasaran. Azkia menggelengkan kepalanya, tidak mau mengakui.
"Jadi cewek jangan gengsian. Ayo kita makan!" Nathan menarik tangan Azkia untuk berdiri, tapi Azkia menahannya.
"Kenapa lagi sih?"
"Aku gak punya uang," jawab Azkia mendunduk.
"Tio, lo punya uang kan? Uang gue habis buat beliin kuota Nay. Gue pinjem uang lo dulu nanti gue ganti," ucap Nathan merogoh saku baju Tio dengan paksa. Ada banyak uang di sana.
"Nathan gak usah. Aku biasa kok gak makan begini," ucap Azkia.
"Semua tau kalau lo anak orang kaya, tapi kenapa sampai lo gak bisa makan sih?" tanya Nathan kesal. Dia kasihan sama Azkia, tapi rupanya Azkia tidak bisa dikasihani.
"Lo cerita sama gue kalau ada masalah. Gue bisa bantu!" tandas Nathan. Nathan tidak sadar akan ucapannya, dia hanya sadar kalau dia ingin membantu Azkia.
"Kenapa? Kita tidak pernah dekat sebelumnya, Nathan."
Nathan bungkam. Benar yang dikatakan Azkia kan, kalau mereka tidak pernah dekat Lalu kenapa sekarang Nathan bersikap seolah mereka sangat dekat.
"Kamu tidak tau apa-apa tentang hidupku, Nathan. Dilihat dari luar aku memang anak sultan, tapi aku tidak pernah merasakan bahagia sama sekali. Hidupku penuh tuntutan, harus dapat nilai bagus kalau tidak mau dipukul. Harus menjaga pola makan agar tubuhku tetap ideal dan tidak malu-maluin mama papa. Aku dituntut sempurna, aku tidak mampu tapi tetap dipaksa. Kamu lihat di tubuhku banyak luka, itu semua ulah orang tuaku saat aku tidak melakukan hal sempurna untuk mereka. Dan kamu, gara-gara kamu bicara sembarangan sama papaku, aku tidak diijinkan pulang. Aku gak bawa uang dan gak tau mau ke mana. Mungkin emperan toko yang nanti malam tempatku untuk tidur. Sudah ya, kamu sudah tau garis besarnya kehidupanku. Aku tidak butuh kamu kasihani. Karena untuk orang tukang bully kayak kamu, gak akan tau apa isi hatiku yang sering kalian tindas," oceh Azkia mendorong tubuh Nathan dan berlari pergi.
"Jangan pernah ikuti aku lagi!" desis Azkia membalikkan tubuhnya sejenak.
Nathan dan Tio diam terpaku mencerna segala ucapan Azkia. Azkia anak orang kaya, tapi tidak seberuntung mereka. Lagi-lagi rasa bersalah menyergapi hati Nathan dan Tio. Azkia menyusuri jalanan lagi, dia tidak tau mau ke mana. Dia hanya menuruti ke mana kakinya melangkah, sampai hingga nantinya dia lelah.
Kehidupan yang dijalani Azkia sangat rumit, dia hidup di kalangan orang-orang yang serba sempurna dari segi penampilan sampai kekayaan. Mau tidak mau, dia harus menuruti mama dan papanya. Mamanya selalu menyindirnya kalau bentuk tubuh Azkia mulai kelihatan melebar, maklum mama Azkia seorang model dan istri orang kalangan atas. Terang-terangan mama Azkia pernah mengatakan kalau malu membawa anak yang penampilannya jelek.