2. Kenyataan yang menyakitkan.

1250 Kata
Saat ini Bagas dan juga Fara sudah berada di rumah sakit Partner Keluarga. Mereka, terutama Fara hendak bertemu dengan Una di sana, dan ketika tiba di depan kamar Una, Fara langsung mengetuk pintu dan masuk ke dalam setelahnya, serta melihat kalau di kamar itu Una sedang tertidur, ditemani oleh ibunya, yang bernama Tante Bilqis. “Ah nak Fara?Aduh apa kabarnya?Sudah lama kita gak ketemu ya?” sapa ibu Una dengan ramah, Fara hanya menganggukkan kepalanya karena jujur saja ia sudah hendak menangis melihat kondisi Una yang kurus dan tampak pucat. “ Hai Ra . . . kemarilah,” sapa Una dengan wajahnya yang sayu dan pucat. Rupanya Una terbangun mendengar salam dari ibunya untuk Fara. “Kamu sakit apa sih, Na?” ia bisa menahan rasa tangis nya yang hendak keluar. “He he he, ya beginilah Ra, mungkin salah satu dari hukuman aku ya, Ra! Maaf kalau aku punya salah sama kamu ya.” Una mengucapkan itu dengan nada sendu. Laki laki yang mengajak Fara malah tak kelihatan batang hidungnya sekarang. “Tante keluar dulu ya, biar kalian bisa bebas berbicara.” kata ibu Bilqis sambil mengusap air mata yang mulai muncul di pelupuk matanya. Una menganggukkan kepalanya dan menatap Fara dengan intens, membuat Fara bergidik ngeri, rasanya aneh ditatap seperti itu. “Kamu sudah bertemu sama Bagas kan? Dia juga sudah bilang sama kamu kan? Lalu gimana dengan tawaranku, Ra? “tanya Una kepada Fara yang sedari tadi terlihat salah tingkah. “Kenapa?” “Apanya?” “Kenapa harus aku?” “Karena hanya kamu yang bisa kupercaya . . . untuk menjaga mas Bagas untukku. Dulu kamu sempat mencintai mas Bagas, dan pergi membawa hati yang patah saat mas Bagas memilih aku, tapi sebenarnya ia juga menyayangi kamu dan waktu itu lebih memilih aku karena ia tahu penyakitku, dan ia kasihan sama aku . . “ wajahnya pias namun justru hati Fara yang lebih sakit, ternyata ada kenyataan yang menurut Fara jauh menyakitkan daripada sekedar diduakan seperti ini. Kalau bisa dibuat sebuah novel maka judul yang paling tepat adalah Sakitnya hati yang tak terpilih, atau Ternyata dia tak memilihku… Fara terbatuk hanya dengan dalih karena dirinya ingin melancarkan tenggorokannya yang sekarang kering gara-gara kelu mau ngomong apa tentang permintaan dari Una itu. "Aku hanya bisa meminta pertolongan kepadamu untuk yang terakhir kali ini agar kamu mau menerima permintaanku untuk menjadi madu aku karena aku yang tak sempurna Ini. "Kata Una dengan lelehan air mata yang membuat Fara sama sekali tidak sanggup untuk hanya sekedar menatap sahabatnya yang kelihatan ringkih dan juga mengenaskan itu. Fara hanya sanggup mengangguk-anggukan kepalanya sambil menahan tangisnya dan seketika itu juga tangannya diraih oleh Una lalu diciuminnya kemudian Una berulang-ulang kali mengatakan hal yang sama. "Terima kasih aku sungguh sangat berterima kasih karena kamu mau mengabulkan permintaanku yang terakhir ini karena mungkin juga tidak akan ada waktu lagi bagiku untuk bisa melihat kebahagiaan kamu dan juga Mas Bagas."kata Una sambil meneteskan air mata jauh lebih banyak daripada tadi ketika dia menceritakan keluh kesahnya kepada sang sahabat. Dan kejadian selanjutnya itu benar-benar sungguh cepat sehingga Fara pun tidak sempat berpikir apa-apa. Tiba-tiba saja Bagas masuk bersama dengan seorang laki-laki paruh baya yang membawa berkas-berkas. Dan mereka berdua sibuk sendiri, entah apayang mereka lakukan Fara pun tak tahu. Dan kedua orang tua dari Farah masuk ke dalam tempat itu dengan dalih ingin menengok Una. “Loh papa dan mama kok kesini? Lalu Al sama siapa?” tanya Fara dengan keheranan, melihat kedua orang tuanya ada disini. “Ah sayang aku sedang sakit, aku ingin sekali bisa bertemu dengan Al, anakmu itu. Pasti lucu ya, “ katanya sambil terkekeh, namun matanya menyiratkan kesedihan, dan Fara bisa maklum dengan apa yang dirasakan oleh Una, pasti ia merasakan kesedihan karena ia tak bisa melahirkan anak dari rahimnya sendiri. Tok Tok Tok … “Non Fara, den Al nangis, mungkin karena lapar!” Hah?! mata Fara melotot tajam kearah papa dan mamanya karena Alden ada disini, dibawa oleh Mbok Sum yang memang kadang membantunya menjaga Alden saat Fara dan mamanya sibuk. “ Eh ya ampun anaknya Fara lucu banget ya, Na”kata ibu Bilqis kepada Una yang menatap Alden yang memang tampan karena perpaduan antara Demas dan juga Fara yang sama sama good looking. “Boleh aku gendong, Ra?” tanya Una tanpa bisa melepaskan pandangannya sama Alden yang mengulurkan tangannya kepada Fara minta digendong. Alden memang secerdas itu, ia bisa tahu mana maminya dan oleh karena itu, Alden yang mungkin tak nyaman di tempat baru menginginkan untuk bersama dengan maminya yang selalu bisa membuatnya menjadi nyaman. “ Na, semuanya sudah siap … kita bisa melakukannya sekarang, Bapak dan Bunda juga datang.” kata Bagas dengan nada lirih kepada Una, istrinya. Lalu Una mengangguk dan teralih, padahal awalnya ia menggendong Alden, namun sekarang perhatiannya teralih sama kgiatan yang di sebutkan Bagas. Fara juga tak tahu sebenarnya mereka ingin apa. “Ra, ini bapak dari kantor catatan sipil dan kamu serta mas Bagas akan segera mulai menandatangani surat nikah kalian, sehingga kalian bisa langsung sah saat ini juga sebelum Tuhan mencabut nyawaku.” Astaga Una ini! Bagaimana bisa ia mengatakan tentang kematian dengan nada santai seperti beli es kelapa mudanya satu dan tambahin sirupnya supaya lebih manis? “Oh jadi ini sebab-nya papa dan mama juga ada disini?”tanya Fara dengan sedikit bingung, semuanya sungguh sangat cepet terjadinya. “Maaf nak, ini semua karena Una meminta kalau dirinya ingin bisa segera melihat kamu menikah dengan Bagas sebagai permintaan nya yang terakhir.” mama menunduk dan papa menatap Fara dengan tatapan sendu. Papa juga tak menyangka kalau akan melihat putrinya itu setelah suaminya meninggal dan menjadi Janda, kini hidupnya berubah menjadi istri kedua dari sahabatnya, sungguh menyakitkan. “Tapi … kenapa secepat ini?” tanya Fara dengan sedikit ta iklas, tapi ga mungkin kalau Fara bakal mundur. “He he he soalnya kan waktu yang tersisa dalam hidupku hanya sedikit, Ra! Jadi ya mau tak mau aku harus mempercepat semuanya. Maafkan aku ya, Ra… aku ingin segera melihat kamu bersanding denga mas Bagas dan aku akan pergi dengan tenang seusai pernikahan ini sah dimata hukum.” kata Una menjelaskan dengan mata berbinar senang, bahkan pipinya yang pucat itu sedikit terlihat lebih segar daripada saat mereka bertemu pertama tadi, pertanda ia benar benar bahagia dengan pengaturannya ini. Fara tidak tega untuk menolak, melihay binar bahagia itu, membuatnya menyetujui apa yang di katakan Una itu. Ia langsung duduk di kursi yang sudah di sediakan, bahkan calon bapak dan Bunda mertuanyapun sudah datang dan berdiri menatap ke arah mereka dengan haru. Fara mengabil tangan mereka dan mencium tangn mereka dengan takjim. “Bapak … Bunda …” Fara memang memanggil orang tua Bagas dengan panggilan yang biasa dipakai oleh Bagas dari dulu. Bagas dan Una pun memanggil papa dan mama Fara dengan sebutan itu juga, saking persahabatan mereka sudah benar benar erat dari dulu. “ Terimakasih ya nak Fara … kami sangat berterimakasih dengan apa yang nak Fara lakukan…” bapak dan Bunda berulang ulang mengucapkan hal itu sampai Fara menjadi sungkan dengan tingkah kedua orang tua. “ Ra, sudah ditunggu oleh petugas catatan sipil ..” kata Bagas yang tampak tegang saat mengatakan hal itu sama Fara, seakan takut kalau Fara akan menolak dan mundur melihat tampang Fara yang tidak enak setelah Bapak dan Bundanya terlihat begitu senang seperti itu, jadi Bagas berusaha untuk menghentikan apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya itu dan meminta Fara segera menanda tanganinya supaya bebannya segera terhilang dan ketakutannya akan penolakan Fara juga hilang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN