Part 01

1941 Kata
-Author POV- Milan, Italia. Caryn Alemannus, si gadis cantik anak dari mantan pemimpin mafia yang terkenal. Gadis itu berusia 25 tahun dengan statusnya sebagai seorang isteri; Hanya bisa diam dan menikmati kesakitan yang ia rasakan. Menghadapi sikap & perlakuan suaminya, yang menurutnya sangat kejam. Suami yang sangat ia cintai. Pernikahannya terjadi bukan karena suatu persatuan cinta dikedua insan itu. Tetapi karena keinginan seseorang. Caryn dan suaminya menikah atas dasar menepati janji kepada seseorang. Caryn mungkin bahagia bisa menikah dengan pria yang telah lama ia cintai, tapi suaminya? Pria itu tidak bahagia dan terpaksa. Pernikahannya sudah berjalan selama dua bulan, masih terbilang sebentar tapi bagi Caryn itu sudah dan cukup menyesakkan. Caryn memiliki status sebagai seorang isteri, tapi ia merasa bukan seorang isteri. Ia merasa dirinya tetap sendiri tanpa memiliki status dalam sebuah hubungan. Hubungan dengan ikatan janji suci, namun tak sesuci yang sesungguhnya. Janji-janji yang diucapkannya dengan suaminya, hanya kepalsuan. Ahh.. sepertinya tidak kedua orang itu. Caryn bersungguh-sungguh dalam janjinya, tapi untuk suaminya? Tidak usah ditanya, saat mengucapkannya saja pria itu berat hati. Padahal Caryn gadis yang cantik, baik dan penyayang tapi pria itu tidak bisa membuka matanya, kalau wanita yang kini menjadi isterinya adalah sosok yang diimpikan banyak kaum pria. Pria yang tak lain suaminya Caryn, tak sepenuhnya harus disalahkan. Pernikahan itulah yang kini membuat kehidupan Caryn berkabut. Pernikahan yang terjadi karena sebuah permintaan seseorang kepada Caryn dan suaminya. Permintaan itu tidak bisa ditolak keduanya karena juga suatu alasan. Siapa sangka dibalik pernikahan mewah dan terkesan romantis kala itu, sebenarnya badai pemula datang pada kehidupan baru yang akan di hadapi dan dijalani oleh Caryn. Caryn tinggal satu atap dengan suaminya, hanya saja berpisah kamar itupun berjarak cukup jauh antara lokasi kamar Caryn dan suaminya. Mereka tinggal disebuah mansion megah yang terletak di Milan, Italia. Mansion itu sebenarnya milik si pria itu, suaminya Caryn. Mansion itu selalu sepi tanpa adanya kebahagiaan bagi Caryn, ia selalu sendirian di dalam mansion itu. Selalu di tinggal pergi oleh sang suami dan benar-benar terabaikan. Mendengar kalimat panjang, senyuman dan lirikan mata dari suaminya saja langka ia dapatkan. Sekalinya sang suami mengeluarkan suara, cukup singkat dan bernada dingin. Senyum sinisnya, lirikan matanya juga tajam dan menohok, membuat hati Caryn merasa tertusuk. Meskipun begitu, Caryn tetap mencoba bertahan dan berusaha tetap bahagia meski kebahagiaan mustahil ia dapatkan dari pria yang sangat ia cintai itu. Pria yang pertama kali membuatnya jatuh cinta, hanya sekali menatapnya. Terkadang Caryn melamun dan bertanya-tanya dalam hati, kenapa bisa-bisanya ia mencintai pria tersebut? Huh! Cinta tak seharusnya disalahkan bukan? "Hey! Melamunkan apa, sayang?" Suara lembut wanita mengagetkan Caryn dan membuyarkan lamunannya. Caryn mengerjap, menoleh kepada sumber suara dan tersenyum. Ia beranjak dari sofa yang ada di ruang keluarga, lalu memeluk wanita paruhbaya yang masih terlihat cantik itu. "Ibu, kau kemari siang-siang begini?" Caryn melepaskan pelukannya lalu mengajak sang Ibu duduk berdua bersamanya. "Iya, sayangku. Ibu merindukanmu, makanya Ibu memutuskan untuk kesini. Untuk menemuimu," balas wanita paruhbaya. Celia Francesca, Ibunya Caryn. Tiba-tiba saja Caryn kembali memeluk Ibunya dan tak terasa air matanya menetes. Celia merasa heran lalu mengurai pelukannya dan menangkup wajah cantik puterinya. "Kau menangis? Ada apa, Caryn?" Tanya Celia khawatir. Caryn menggeleng seraya tersenyum, "aku tidak apa-apa. Aku hanya merindukan Ibu." Caryn berbohong, satu-satunya alasan mengapa ia menangis bukan soal ia merindukan Celia. Tapi luka hatinya yang semakin hari semakin menganga lebar, akibat perlakuan kejam suaminya. Celia menghela nafas sembari tersenyum, lalu menghapus sisa air mata Caryn dengan ibu jarinya. "Jangan bohongi aku, sayang. Ibu tau kau selalu merindukan Ibu, tapi katakan padaku, sayang. Apakah alasan air matamu ini terjatuh karena rindumu kepadaku?" Tanya lembut Celia. Caryn menggeleng dan lagi-lagi ia memeluk Ibunya. Tumpahlah sudah air matanya, ia menangis terisak-isak. Siapapun yang mendengarnya akan merasa pilu. Isakan tangis Caryn membuat Celia sang Ibu, ikut merasa sakit hati dan tak kuasa menahan air matanya. Namun, Celia lebih dulu mengusap air matanya lalu mengurai pelukan itu. Celia mencoba tersenyum untuk menguatkan puteri kesayangannya. Ia menggenggam kedua tangan Caryn dan menatap Caryn sendu. "Ibu..aku..hiks..hiks..aku..--" "Ssttt!!" Potong Celia menyentuh bibir Caryn dengan jari telunjuknya. "Jangan bicara disaat kau menangis, itu akan membuatmu semakin sesak. Manangislah sayang, puaskan tangisanmu jika itu membuatmu tenang setelahnya," ucap Celia memberikan pengertian. Yang mulanya tangisan Caryn memelan kini kembali menjadi dan Celia lantas menarik puterinya ke dalam pelukannya, membiarkan Caryn menangis. Celia tau jika Caryn tak bisa menangis seperti itu disaat suaminya ada dimansion. Caryn memang selalu menangis dalam diam atau menangis di tengah-tengah kegelapan kamarnya, itupun tanpa suara. Selama dua bulan dalam masa pernikahannya, itu sedikit menguras batin Caryn. Kenapa begitu? Bayangkan saja jika posisi kalian berada di posisi Caryn. Yang memiliki suami yang tidak memperdulikan Caryn dan selalu berperilaku kasar. Jika kalian bertanya kenapa Caryn tidak menyudahi pernikahan atau bercerai? Jawabannya adalah keputusan perceraian tak semudah mengangkat sebuah helaian kapas. Bila Caryn mengambil keputusan itu maka hal buruk akan terjadi, karena akan ada yang terluka karena itu. Satu-satunya keputusan Caryn yang masih sampai sekarang ia genggam adalah TETAP BERTAHAN. Apapun resikonya, ia akan berusaha bisa menerima dan menjalaninya. Ketika Caryn usai menangis, Celia memanggil salah satu pelayan untuk membawakan segelas air mineral. "Ini minum dulu, sayang." Kata Celia menyondorkan segelas air mineral. Caryn menurut dan meneguknya hingga tandas. Lalu pelayan itu pergi. Posisi Caryn kini masih duduk dengan posisi kepalanya berada di pundak sang Ibu, Celia. Caryn diam dan merasa sudah baikan. Bersama Celia, itu membantu Caryn tenang dalam kesakitan yang ia rasakan. Celia mendesah, "Ibu tidak tega kau begini terus, Caryn. Ibu mohon jangan seperti ini, sayang." "Lalu aku harus apa, Ibu?" Tanya Caryn dengan suara pelan dan tatapannya kosong. "Sudahi semua ini, sayang. Hentikan kepura-puraanmu." Caryn lantas duduk tegak dan menggeleng ke arah Ibunya, "tidak. Aku tidak bisa Ibu. Jika aku menyudahi hubungan ini, maka akan ada orang lain yang terluka. Aku tidak ingin dia kenapa-kenapa, Ibu. Ku mohon mengertilah aku." "Tapi, Caryn ini menyakitkan untukmu. Katakan saja yang sebenarnya kepada--" "Tidak, Ibu. Aku tidak bisa, aku tidak mau dia kenapa-kenapa dan aku tidak mau kehilangannya lagi. Jiwanya yang hidup itu berarti untukku." "Caryn... aku tidak rela jika puteri kesayanganku ini terus tersakiti, hanya karena pria b******k seperti itu." "Sstt! Jangan sebut dia seperti itu, Ibu. Jangan salahkan dia atas semua kesakitan yang ku dapatkan. Suamiku tidak bersalah, aku memaklumi kenapa dia jahat padaku. Aku paham karena dia memang tidak pernah menginginkan pernikahan ini, dia terpaksa dan ia lakukan demi seorang yang berarti baginya." Dan aku masih bersyukur, karena apa? Karena dengan aku pertahankan pernikahan ini, aku bisa melihat dan bersama orang yang sangat ku cintai. Meskipun ada jarak diantara aku dan dia. Dia, suamiku. Tidak apa, biarkan saja aku mencintai tanpa dicintai. Tambah Caryn dalam hati. Celia menghela nafas gusar, "Ibu sudah tidak tahan dengan keadaanmu seperti ini. Ibu tidak rela kau mendapatkan perlakuan kejam suamimu dan ah... pernikahan ini benar-benar tidak berarti bagimu, sayang." "Ibu, lalu aku harus apa? Menyudahi semua ini? Aku tidak bisa, Ibu." "Harus bisa, Caryn! Ibu tidak rela kau merasakan penderitaan ini, sayang. Mengertilah!" "Harusnya Ibu yang mengerti aku. Ibu lebih dewasa daripada puterimu ini, pikirkanlah semuanya Ibu! Pikirkan dampak yang akan timbul dari penyelesaian hubunganku." Celia beranjak, "Ibu tidak bisa! Perceraian!" "A..apa? Perceraian?" Caryn mengerutkan keningnya. "Ya, kau harus bercerai, Caryn." Caryn dengan cepat menggeleng seraya tertawa hambar, "jangan berkata seperti itu, Ibu. Aku.. Ibu!!" Belum selesai Caryn bicara, Celia sang Ibu melenggang pergi begitu saja menuju arah pintu utama. Caryn beranjak dan mengejar Ibunya. Ia mencoba menghentikan Ibunya, tapi sia-sia. "AKU SANGAT MENCINTAINYA, IBU! AKU TIDAK MAU BERCERAI!" Ucap Caryn dengan sedikit berteriak. Celia yang mendengarnya spontan menghentikan langkah kakinya dan membalikkan tubuhnya, menatap tubuh puterinya yang sedikit jauh dengan posisi tubuh berdirinya. Terlihat dari kejauhan air mata kembali terjatuh dari kedua mata cantik Caryn. "Aku tidak mau perceraian itu terjadi, aku tidak mau," gumam Caryn pelan. Celia memutar bola matanya jengkel lalu memegang kedua pundak Caryn. "Apa alasanmu, Caryn? Karna kau mencintainya? Iya? Caryn! Buka kedua matamu, sayang. Pria yang kau cintai itu tidak mencintaimu, justru dia menyiksa batinmu saja." "Aku tidak perduli, Ibu! Biarkan aku saja yang mencintai tanpa dicintai. Inilah kenyataannya, aku harus bisa menerimanya. Kenyataan ini memang pahit, tapi aku masih bisa merasakan adanya manis dipenderitaanku ini." Celia mengernyit bingung, "maksudmu? Manisnya hidupmu? Heh, apa kau sadar kau mengatakan apa barusan? Penderitaanmu masih kau bilang manis? Rasa manis apa yang kau rasakan, Caryn? Hanya kepahitan." "Ya, mungkin ya dalam pandangan Ibu hidupku hanya ada kepahitan saat ini. Tapi akulah yang merasakannya. Tidak hanya ada pahit, masih ada manis." "Apa maksudmu, sayang? Ibu tidak mengerti." "Entah apa yang terjadi dengan takdir hidupku. Aku jatuh cinta kepada seorang pria, lalu tanpa aku tahu dan tanpa ku duga, pria itu kini menjadi suamiku. Semua orang pasti memimpikan seorang yang kita cintai menjadi pendamping hidup kita bukan? Itulah manis hidupku yang masih ku rasakan sampai sekarang." "Jadi kau masih bersyukur atas apa yang kau dapatkan? Kau bahagia pria yang kau cintai kini menjadi suamimu? Pendamping hidupmu?" Caryn tersenyum tipis dan mengangguk mantap, "ya, aku bahagia." Celia mengusap wajahnya kasar lalu menghela nafas, "oh astaga! Ada apa denganmu, Caryn? Kau.. kau masih bersyukur dan merasa bahagia dengan semua ini?" "Ya, Ibu. Aku masih bersyukur dan bahagia. Karena aku bisa mewujudkan mimpiku, orang yang aku cintai menjadi pendamping hidupku." "Pendamping hidupmu? Pendamping hidup macam apa dia, Caryn?! Oh ya Tuhan, apa yang terjadi dengan puteriku!" "Apa Ibu menganggapku gila?" Tanya Caryn dengan nada dingin dan tertawa hambar. Celia menggeleng dan mengelus pipi puterinya, "bukan begitu, sayang. Hanya saja Ibu merasa aneh denganmu. Kau masih bisa-bisanya bersyukur, merasa bahagia dan menganggap dia pendamping hidupmu." Caryn menarik nafas dan mencoba tersenyum, "Ibu, dengarkan aku. Aku tahu betapa bodohnya aku yang masih mempertahankan pernikahan ini. Ibu, aku tahu bagaimana suamiku itu. Dia jahat, tidak menganggapku, tidak mencintaiku bahkan sedikit saja perasaannya tak ada untukku, aku tahu itu. Dan bahkan pernikahan ini tidak pernah ia inginkan, ia terpaksa menikahi aku..." "...tapi jangan lihat hanya satu sisi saja, Ibu. Lihatlah sisi lainnya, sebuah alasan kenapa pernikahan ini terjadi itulah penyebab pernikahan ini terjadi dari dua bulan yang lalu. Sebuah permohonan yang berarti dan itu tak bisa di tolak, itulah alasannya...." "...aku tidak bisa mengambil keputusan perceraian bukan hanya kerena aku mencintainya, dan inginkan dia tetap menjadi suamiku, bukan hanya itu. Tapi juga untuk orang yang menemani masa hidupku, dan aku ingin membalas jasa pengorbanannya di masa lalu. Dengan cara aku mengabulkan permohonannya, dengan pernikahan ini dan mempertahankan pernikahan ini demi orang itu." Celia tercenung dan menghela nafas berat, "jadi inilah keputusanmu, tetap bertahan? Sampai kapan, Caryn?" "Sampai Tuhan menutup gerbang jalan takdir pernikahan ini dan berakhirlah sudah semuanya." Celia menatap sendu puterinya, "kini Ibu mengerti betapa besarnya pengorbanan hatimu. Kau rela merasakan sakit dan menderita dalam pernikahan ini, berpura-pura bahagia demi membuat sahabatmu bahagia dan semangat untuk hidup." Caryn menatap sebuah foto berukuran besar di dinding, "setidaknya aku masih bisa membuatnya tersenyum dan bahagia, disisa kehidupannya sampai batas umurnya nanti. Jiwanya saat ini sangat berarti bagiku, bukan hanya bagiku tapi untuk suami kejamku." Celia si wanita paruhbaya cantik itu melihat senyuman Caryn. Ia memegang hatinya yang terasa sakit, melihat apa yang menimpa Caryn, puteri tercintanya. Ia tak tahu jika pernikahan yang terjadi pada dua bulan yang lalu, pernikahan Caryn sebenarnya tak memiliki kesan yang indah. Celia baru tau jika pernikahan yang di alami Caryn bukan atas dasar cinta, melainkan untuk mengabulkan permintaan seseorang. Celia sebulan setelah pernikahan baru tahu semuanya, kebenaran sesungguhnya dibalik pernikahan Caryn. Karena Celia sendiri pernah melihat dengan kedua matanya secara langsung, pada saat suami Caryn marah-marah dan terkesan mengamuk kepada Caryn. Saat itu pula Celia lantas bertanya dan butuh penjelasan ada apa dengan rumah tangga Caryn, dan kebenaran pun disampaikan langsung oleh Caryn. Kebenaran pernikahan itu begitu menyakiti Celia, selaku Ibu kandung Caryn. Tak menyangka jika hidup puterinya seperti ini, menderita itulah kata yang tepat untuk Caryn. Sungguh malang nasib Caryn Alemannus. Celia meminta Caryn untuk menghentikan semuanya, tetapi Caryn menolak dan bersikukuh untuk tetap bertahan. "Drama macam apa ini?" Suara bariton yang terbesit amarah terdengar di kedua telinga Celia dan Caryn. Lantas Celia dan Caryn menoleh ke sumber suara, tepatnya pintu utama. Alhasil! Dua wanita itu terkejut melihat siapa yang tengah berdiri di ambang pintu. Sosok pria paruhbaya berpakaian formal dan terlihat tampan meski umurnya diatas 40 tahun itu. "Ayah..." Caryn tercengang. ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN