Part 08

1526 Kata
-Author POV- Caryn keluar dari dalam lift mansion, sesekali ia memangil nama adik ipar kesayangannya. Entahlah! Dimana Aniela berada saat ini. Katanya dia akan tetap dikamar Caryn sampai Caryn selesai mandi, tapi ketika Caryn selesai, Aniela tidak ada ditempat. Caryn juga sudah mencari Aniela dimana-mana, ke seluruh ruangan di lantai dua mansion, kecuali kamar Istvan. Tetapi nihil. "Dimana anak manja itu?" tanya Caryn sendirian. Caryn tampak cantik dengan dress sebatas atas lutut, berwarna ungu gelap. Sangat cocok ditubuh indahnya. Hummm...wanita bernama Caryn Alemannus, memang cantik, begitu cantik. Membuat siapapun terlebih kaum pria terpesona olehnya, siapapun pria tentu akan mau menjadikan Caryn kekasih ataupun pasangan hidup. Namun, Itu tidak berlaku bagi Istvan Xaferius, ia justru berbeda dengan pemikiran dan keinginan pria lain. Istvan membenci Caryn. Tidak bersyukur kah Istvan memiliki Caryn? Sebagai isterinya, pendamping hidupnya. Menganggap Caryn pun tidak. Hanya bertuliskan diatas kertas resmi saja. Dalam hidup, Istvan tidak mengakui Caryn. "Aniela!!" teriak Caryn memanggil. Disaat itu Sergio muncul dan berjalan mendekati Caryn yang tampak bingung. "Nyonya, kau mencari Nona Aniela?" tanyanya. Caryn sedikit terperanjat karena terkejut, "Oh astaga Sergio! Kau mengagetkanku saja." "Maaf Nyonya, oh ya aku belum mengucapkan selamat pagi padamu." Caryn tersenyum tipis, lalu Sergio membungkuk formal dan mengatakan selamat pagi untuk Caryn dan Caryn membalasnya dengan ramah. "Kau mencari Nona Aniela?" tanya Sergio. Caryn mengangguk, "Ya. Dimana dia? Apa kau tahu?" "Iya, aku tahu. Dia ada di ruang makan, dengan Tuan Istvan." DUG! Caryn tidak tahu mengapa hatinya terbentur dan gugup setelah mendengar nama Istvan. Caryn menyembunyikan perasaan gugupnya dengan tersenyum. "Oh, baiklah, aku akan kesana." Caryn pun melenggang pergi. Sepanjang jalan menuju ruang makan, Caryn tak henti-hentinya mengambil dan membuang nafas, menetralisir rasa gugupnya. Ia menjadi gugup lantaran mengingat kejadian semalam. Disana Aniela tampak bercengkerama dan tertawa-tawa dengan Istvan, kakaknya. Mereka berdua duduk berhadapan, dan begitu terlihat mereka sama-sama tampak senang. Mereka saling mengobrol, dengan acuan suatu hal yang lucu. Lihatlah Istvan! Dia sungguh berbeda dari biasanya. Pria tampan itu tersenyum dan memberi kesan betapa manisnya dia. Bahkan tawanya yang renyah, menambah kesan kepribadian Istvan yang bukan dikenal banyak orang. Istvan memang berubah sikap jika bersama adiknya. Ia berubah menjadi pria yang menyenangkan. Dari jauh, hati Caryn merasa iri. Ia iri melihat Aniela yang dengan puasnya bisa melihat senyum dan tawa Istvan. Istvan tampak bebas bagaikan burung-burung terbang di langit. Caryn sudah terbiasa dengan perubahan sikap Istvan. Istvan hanya bersikap menyenangkan di depan Aniela saja. Sikap Istvan yang diketahui banyak orang adalah dingin, arogan, dan intinya tidak mengenakan. Caryn menepiskan rasa iri tersebut dengan pengertian, jika Istvan membencinya. "Caryn!" Sebuah panggilan menyentakkan Caryn dan ia mengerjap, lamunannya terbuyar. Caryn menoleh ke arah Aniela yang tadi memanggilnya. Sekilas Caryn melirik ke arah Istvan yang kini bermuka masam, dan tampak mengabaikan keberadaannya. "Kemarilah! Ayo kita sarapan!" pekik ceria Aniela. Caryn pun berjalan ke arah Aniela, ia menarik kursi di samping Aniela, namun Aniela mencegahnya. "Etss!! Siapa yang menyuruhmu duduk disini hem?" tanya Aniela. Caryn mengernyit, "Aku ingin duduk disampingmu." "Tidak! Tidak boleh! Kau lihat disana, ada suamimu kan Caryn?" Aniela menatap Istvan sesaat. Caryn tercekat maksud dari perkataan Aniela. Sungguh Caryn sebelumnya tidak pernah sarapan bersama dengan Istvan, duduk berduapun tidak. Kecuali jika ada Aniela, atau keluarga lain. "Caryn! Pagi-pagi sudah melamun! Apa yang kau lamunkan heh?" Caryn mengerjap, "Ti..tidak ada." "Kalau begitu, duduklah di sisi Istvan." "Apa?!" "Apa? Kenapa kau terkejut seperti itu, Caryn? Bukankah biasanya kalian sarapan berdua? Duduk saling bersampingan?" "Emm..." Caryn tampak bingung menjawab. Istvan berdehem, "Ia pasti malu." Caryn dan Aniela sama-sama menatapnya. "Malu?" tanya Aniela. "Ya, isteriku itu tidak suka mengumbar kemesraan kami, makanya dia malu. Benarkan, sayang?" Istvan berubah, ia menjadi pria lembut dan menatapnya dengan binar penuh cinta, padahal sorot matanya hanya ada kebencian. Caryn bisa melihatnya. Seandainya nada ucapanmu benar-benar tulus untukku, aku akan merasa sangat bahagia. Kata sayang itu? Sungguh aku menginginkan kata sayang yang tulus kau katakan. Tapi, aku tidak bisa berharap, batin Caryn. Istvan mengeluarkan suara tadi, hanya sebagai cara agar Aniela tidak bertanya-tanya lagi. Aniela memang wanita yang banyak keingintahuan yang mendalam. Apapun akan ditanyakan Aniela, terlebih menyangkut soal hubungan Istvan dengan Caryn. "Hey Caryn! Apa benar yang dikatakan kakakku itu?" tanya Aniela. Caryn mengangguk, "Iya. Dia benar." "Oh ya? Untuk apa kau malu, aku suka melihat kemesraan kalian. Umbar saja! Untuk inspirasi banyak orang. Agar hubungan mereka seromantis kalian," Aniela terkekeh. Apa? Inspirasi? Tidak tidak! Jangan! Suatu hal yang tidak patut dijadikan inspirasi dari pernikahan mereka. Istvan merasa muak mendengar ucapan adiknya yang bukan sebenarnya. Caryn menahan kenyataan yang pahit didalam hati yang rasanya tentu menyesakkan. Romantis? Kata yang tidak ada dalam kamus pernikahannya dengan Istvan. Pura-pura, itulah kenyataan yang tidak atau belum diketahui Aniela. "Bukankah kalian memang suka mengumbar kemesraan? Buktinya saja di depanku, atau orang lain," ucap Aniela menggoda. Caryn menunduk, merasa malu. Bukan malu semestinya, tapi malu karena itu adalah fitnah. Tentu saja fitnah, kemesraan mereka semata-mata hanya pura-pura. "Ayo, Caryn! Cepat sana duduk disamping kakakku!" perintah Aniela. Caryn menoleh ke arah kursi di samping Istvan, ia juga mencari jawaban dari pikiran Istvan menggunakan kemampuan jeniusnya. Dan jawabannya adalah Istvan berpikir untuk pergi dari sana, tapi keberadaan Aniela mencegah niatnya. Dimanapum Caryn berada, tidak pernah disukai Istvan. "Duduklah disini, Caryn," ucap lembut Istvan. Diingatkan lagi, hanya pura-pura! Kau mengucapkan namaku begitu lembut, dan itu hanya menambah luka dihatiku, Caryn membatin lirih kemudian berjalan untuk duduk disamping suaminya. Dan sekarang posisi Caryn duduk di samping Istvan, untuk pertama kalinya ia duduk bersampingan ketika sarapan. Gara-gara Aniela tumben-tumbenan datang ke mansion pagi-pagi, membuat pengalaman pertama mereka terjadi. Tenggelamkan aku saja saat ini ya Tuhan. Wanita yang ku benci, duduk disampingku? Menjijikan, gerutu Istvan. Aniela mengerutkan keningnya melihat Caryn, "Kau kenapa terlihat tegang, Caryn?" Caryn mengerjap dan tersenyum, "Tegang? Aku..aku biasa-biasa saja." "Tidak tidak, aku bisa melihat betapa tegangnya dirimu, Carynku sayang. Apa perlu ku tanyakan kepada suamimu?" Istvan berdehem dan tersenyum, "Jangan terus menerus bertanya, adikku. Kau akan semakin membuatnya gugup. Akan ku beritahu padamu, Caryn memang seperti ini." "Apa maksudmu?" tanya Aniela bingung. "Dia memang mudah tegang, jika duduk berdua dengan suaminya didepan orang lain. Benarkan, Caryn?" Caryn mengangguk merespon pertanyaan Istvan padanya, "Istvan benar, Aniela. Aku belum terbiasa saja." Aniela mendesah pelan, "Belum terbiasa bagaimana? Kalian sudah menikah selama dua bulan, bukan dua hari. Harusnya kau Caryn ataupun kau Istvan, sudah terbiasa menunjukkan kalau kalian sepasang suami is--" "Ssstt! Sudah Aniela! Kau ini cerewet sekali ya?" potong Istvan tak tahan dengan ocehan adiknya. Aniela mencebik dan menatap Caryn, "Aku belum puas mendapat jawaban Caryn. Aku akan bertanya lagi padamu, nanti." Kemudian mereka mulai sarapan, dengan di layani oleh beberapa para pelayan. Ditengah-tengah mereka sarapan, tiba-tiba Aniela berniat ingin bertanya lagi. "Oh ya, aku ingin bertanya lagi, aku--" "Aniela!" ucap Istvan dan Caryn bersamaan. Dan itu membuat Aniela tersenyum lebar, "Hey!! Kalian benar-benar jodoh ya? Oh ya Tuhan, pagi-pagi begini Kau sudah menunjukkan jika mereka memang ditakdirkan berjodoh." Tidak mungkin, batin Istvan. Ku harap seperti itu, tapi sepertinya tidak. Pria yang ku cintai mencintai wanita lain, dan tidak menginginkan aku ada dalam hidupnya, kata Aniela dalam hati. "Selesaikan sarapanmu dulu, Aniela. Baru kau boleh bertanya apapun. Itupun jika aku masih mau menjawab segala pertanyaanmu," kata Istvan menahan rasa kesal. Aniela menjadi semakin cerewet setelah pernikahan Caryn dan Istvan terjadi. Satu-satunya yang di bahas Aniela pasti tentang hubungan pernikahan mereka. Bukan apa-apa, Aniela hanya mau keinginan dan usahanya terwujud, menyatukan dua hati sepasang suami isteri itu. Mereka bertiga pun sarapan dalam keheningan yang menyelimuti ruang makan yang megah itu. Mereka Sama-sama melahap sarapan lezat tersebut namun, nafsu makan mereka berbeda. Aniela begitu lahap, sedangkan Istvan dan Caryn tidak. "Sudah dua bulan kalian menikah, apakah tidak ada kabar gembira begitu?" tanya Aniela diujung sarapan selesai. Caryn dan Istvan sama-sama diam, tidak mengerti. Caryn terkejut membaca sesuatu yang ada di benak Aniela. Spontan! Caryn lantas berdiri kemudian melangkah pergi begitu saja. Aniela mengernyit, "Kenapa isterimu pergi begitu saja, Istvan? Hemm...pasti dia membaca pikiranku dan ia merasa malu karena aku akan bertanya sesuatu yang menurutnya terlalu cepat." "Memangnya apa yang ada dipikiranmu dan akan kau tanyakan?" "Apa tidak ada hasil dari kalian berhubungan intim? Maksudku, apa belum ada tanda-tanda Caryn hamil?" Sekejap ekspresi Istvan berubah membeku dan ia tidak menduga adiknya akan bertanya hal semacam itu. Caryn hamil? Berhubungan intim pun tidak. Istvan mengulas senyum menutupi amarahnya. Ia marah mendengar pertanyaan yang dilontarkan Aniela barusan. "Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya Istvan. Aniela tampak menerawang, "Aku ingin sebelum aku pergi meninggalkan dunia ini, aku bisa mendengar kabar jika sahabat sekaligus kakak iparku itu mengandung anak dari kakak kesayanganku ini. Impianku." Istvan menyembunyikan amarah bercampur kesedihannya, sedih mendengar impian Aniela yang rasanya tak mungkin. Bagaimana bisa? Hubungan Istvan dan Caryn saja buruk. "Dia memang sedang hamil," empat kata itu tiba-tiba saja terlontar dari mulut Istvan. Dusta! Itu tidak benar! Aniela terkejut, ia berdiri dan terperangah bahagia. "Benarkah?!!!! Oh ya Tuhan!!!! Kau baru memberitahuku kak?! Kau keterlaluan! Aku akan memberi kabar ini kepada bibi, dia pasti ikut senang!" pekik Aniela kegirangan kemudian melangkah pergi. Di dalam kamar Caryn menatap dirinya di cermin rias, ia melihat pantulan dirinya di cermin dengan sedih. Ia memikirkan ucapan Istvan yang sempat ia dengar saat ia menguping pembicaraan antara Aniela dengan Istvan. "Tidak, Istvan. Jangan lagi berbohong, kita sudah sering menyakiti Aniela tanpa ia sadari. Dan kau juga menyakitiku, Istvan. Kenapa kau membuat suatu kebohongan dengan mengatakan aku hamil? Apakah kita akan terus menerus berbohong disisa akhir hidup Aniela?" ucap pelan Caryn gelisah dengan kebohongan demi kebohongan yang ada. Terdengar pintu kamar terbuka, dan masuklah sosok pria dingin yang dikenali Caryn. Caryn membalikkan badannya, dan ia meneguk salivanya melihat kedatangan Istvan. Istvan mengunci pintu kamar kemudian berjalan ke arah Caryn. "Banyak yang ingin ku katakan padamu, wanita sialan," ucap dingin Istvan mencekal lengan Caryn. *******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN