1. Pertemuan Pertama

1230 Kata
Meri berjalan dengan gontai menuju kelasnya, perkataan Mamanya beberapa waktu yang lalu masih saja terus terngiang-ngiang di benaknya. Saat ini ia merupakan seorang Mahasiswa semester enam yang sebentar lagi akan menjalani masa skripsi di semester ke-7. Tergolong cepat memang, karena dia sudah menempuh minimal 140 SKS sebagai syarat untuk bisa mengambil skripsi di semester berikutnya. Dengan catatan nilai ujian akhir semesternya kali ini tidak ada yang mengulang. Ujian akhir semester sudah di depan mata, minggu depan adalah minggu tenang baginya sebelum ia harus menghadapi UAS. Harusnya di Minggu tenang ini dia bisa bersantai untuk menjernihkan pikiran tanpa harus banyak terbebani masalah keuangan. Boleh saja nilai IPK-nya selalu di atas 3, tapi itu semua akan terasa percuma jika dia tidak bisa membayar uang UKT (uang kuliah tunggal) dan juga biaya untuk skripsi di semester selanjutnya. Ingin rasanya Meri berteriak, tapi ia sadar saat ini dia tengah berada di kelasnya menunggu dosen yang mengajar mata kuliahnya datang. Anak-anak yang ada di kelasnya seperti biasa mulai ramai dan asik dengan kegiatannya sendiri; entah ada yang bermain game, mengobrol, gibah, bahkan beberapa anak laki-lakinya ada yang melawak hingga memancing kelas semakin riuh akan sorakan. "Hei Mer, ngelamun aja lo." Ria yang tiba-tiba duduk di sampingnya kini menyadarkan Meri dari aksi melamunnya. "Tau lah Ri, gue lagi bokek." "Udah biasa mah kalo yang itu, apa lagi sekarang mendekati akhir bulan." ujar Ria dengan santai di sebelahnya. Meri saat ini memperhatikan Ria yang tampak sedang memoles bibirnya dengan lipstik warna mate yang selalu dipakainya, ia juga tampak membenarkan rambutnya yang berantakan dengan tangannya. Setelahnya ia mengeluarkan parfum dari tas kecilnya yang hanya berisi satu buku diary untuk mencatat dan juga alat make-up nya. Setelah menyemprotkan parfumnya ia kembali memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. "Pasti lo ke kampus gak mandi kan, makanya pake make-up di kelas?" tanya Meri curiga melihat temannya yang biasanya selalu sudah siap dengan make-up nya saat di kampus. "Hehe lo tau aja Mer, iya nih gue semalem begadang makanya tadi pagi hampir kesiangan. Jadi gue cuman cuci muka terus berangkat deh gak sempet pake make-up, untungnya pak Jun belum dateng jadi gue sekalian aja pake make-up disini." Sudah bukan hal yang tabu lagi kalau melihat temannya yang satu ini datang ke sekolah jarang mandi, alasannya sih begadang dan lain sebagainya. Dia juga sering telat, padahal setau Meri Ria ini anak yang tergolong perfeksionis dan tidak menyukai yang namanya keterlambatan. Akhir-akhir ini anak ini juga sangat gemar sama yang namanya pake make-up kalau mau pergi kemana-mana, koleksi alat make-up-nya juga semakin banyak. Tidak ingin berburuk sangka juga sebenarnya sih, tapi dia juga heran saat melihat perubahan temannya yanh cukup drastis ini. Juga saat ini terlihat barang-barang yang dipakainya serba baru dan juga branded, padahal setau Meri dia bukan berasal dari keluarga yang cukup kaya. Tidak bisa dikatakan miskin juga sih, tapi yah bisa bilang berkecukupan tapi biasa aja. Lantas dari mana Ria bisa mendapatkan barang-barang bagus seperti ini, padahal dia juga sama seprti Meri tidak memiliki keahlian kerja. Memikirkannya malah membuat Meri geleng-geleng kepala, efek tidak memiliki uang memang luar biasa mempengaruhi otaknya untuk berpikiran yang serba negatif. Intinya, masalah ekonomi itu memang dalang pembawa penyakit. Termasuk penyakit iri hati dan juga pemikiran negatif saat melihat orang lain memiliki hal yang kita tidak miliki. 'Astaghfirullah hal adzim.' Meri menyebut dalam hatinya saat jiwa keiriannya mulai menggeliat saat melihat orang lain tampak lebih kaya darinya yang masih saja tetap miskin. Tak lama kemudian datanglah Pak Jun ke kelasnya untuk mengajar, semua mahasiswa kini kembali ke kursinya masing-masing dan mendengarkan penjelasan Pak jun. Setelah kelas berakhir, Meri kembali ingin balik ke rumahnya. Dia memang berkuliah di tempat yang masih terletak di daerahnya saja, karena dia merasa malas jika harus tinggal di kost atau mengontrak. Tapi ketika sampai di parkiran motor ia kembali teringat akan perkataan Mamanya yang mengatakan padanya bahwa ia harus bertemu dengan orang yang kata mamanya adalah calon suaminya. Orang yang akan menyelamatkannya dari kejamnya dunia perekonomian meskipun dia bukan anak ekonomi. Permasalahan ekonomi ini bermula ketika Ayahnya baru saja dipecat dari perusahaanya, tak lama kemudian disusul usaha mebel yang dibangun keluarganya juga gulung tikar karena adanya banyak pesaing yang membuka tempat mebel dengan fasilitas yang jauh lebih memadai ketimbang usaha kecil keluarganya. Lalu sekitar beberapa bulan yang lalu Ayahnya harus meninggal dunia karena terserang penyakit stroke yang membuat dunianya semakin berantakan. Dia tidak bisa terus-terusan mengandalkan Ibunya yang merupakan seorang single parents sekarang, apalagi adiknya juga masih bersekolah dan sebentar lagi mau masuk SMA. Mau tidak mau dia harus mengikuti saran yang diberikan Ibunya jika tidak ingin usahanya selama 3 tahun berkuliah sia-sia. Meri kembali dari lamunannya saat bunyi notifikasi w******p-nya berdering menandakan adanya pesan beruntun dan juga panggilan suara tak terjawab selama ia di kelas tadi. Memang ketika ada kelas dia selalu menyalakan mode senyap agar tidak mengganggunya ketika mata kuliah berlangsung. "Assalamualaikum Ma," Meri memutuskan menelepon balik Mamanya yang langsung diangkat pada dering pertama. "Waalaikumsalam, Mer jangan lupa temui calonmu di kafe Bintang yaa. Dia udah nunggu loh, pokoknya dia pake kemeja warna biru gelap duduk di pojok kafe katanya." "Iya Ma, ini Meri baru mau berangkat." "Ingat jangan lupa dandan dulu, pake lipstick jangan cuma pake lip ice yang cuman buat ngelembapin bibir doang." Meri hanya memutar bola matanya bosan saat Mamanya lagi-lagi menyinggungnya yang memang kemana-mana lebih suka menggunakan pelembab bibir biasa yang tidak memberikan efek merah pada bibirnya. "Iya Ma, iyaa ini aku pake lip balm. Dah Mamaku sayang." Meri kembali menghela napasnya panjang. Jika dia tidak buru-buru mematikan panggilan teleponnya maka sudah dapat dipastikan bahwa Mamanya akan terus memprotesnya dengan berbagai alasan ini dan itu. Meri bukan tipe cewek ribet yang kalau pergi kemana-mana suka berdandan, kalau untuk sekali dua kali ia memang tidak mempermasalahkan hal itu. Tapi jika untuk setiap hari, dia terlalu malas untuk melakukannya. Ribet. Sebelum berangkat tak lupa Meri memoles bibirnya dengan lip balm sesuai perintah Mamanya tadi, ia tidak menyukai lipstik karena akan membuat bibirnya terasa kering. __ Sesampainya di Kafe Bintang, Meri memarkirkan sepeda motornya di halaman depan kafe tersebut. Ia masuk ke dalam kafe tersebut celingkukan mencari sosok yang ingin ditemuinya, tidak ingin juga sebenarnya. Karena ada rasa was-was dan juga takut kalau-kalau orang yang akan menjadi calonnya tersebut merupakan seorang om-om jelek, brewokan, dan juga genit. Membayangkannya membuat Meri bergidik ngeri, ingin rasanya dia kabur dari acara perjodohan ini. Lagian bagaimana bisa disaat keluarganya tengah berada dalam masa kesulitan seperti saat ini, tiba-tiba datang seorang laki-laki dewasa yang tiba-tiba ingin melamarnya dan menawarkan bantuan finansial dengan menanggung seluruh biaya kuliahnya. Serta dia juga bersedia membantu keluarganya dengan ikut menanggung biaya sekolah adiknya juga. 'Jangan-jangan, dia ada maksud terselubung lagi. Astaga.. pikiranku makin nethink kalau lagi bokek kayak gini.' Meri menggelengkan kepalanya dan bergegas mencari sosok yang dimaksudkan Ibunya, tak lama kemudian tampak seseorang yang sesuai dengan ciri-ciri yang telah disebutkan oleh ibunya tadi. Meri merasa ragu saat berjalan menuju bangku orang tersebut. Ia sempat menunjuk dirinya sendiri saat orang tersebut melambaikan tangan ke arahnya yang hanya dibalas dengan anggukan disertai senyuman manisnya. 'Apa bener dia orangnya? Sialan, padahal gue udah ada niatan mau nolak perjodohan sepihak ini, eh gak taunya orangnya ganteng plus manis gini. Jadi gak tega kan nolaknya..' To be Continued...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN