Usia kandungan Ranum sudah masuk dibulan ke tujuh. Jelas sekali, perutnya semakin membesar dan jalannya semakin sulit. Selama Rama bekerja di coffeshop dan menjadi pelatih lari, Ranum hanya menghabiskan waktu di rumah, mengasah kemampuan barunya yaitu menjahit.
Dia mulai tertarik menjahit, karena banyak pakaian Rama yang robek dan terpaksa harus dijahit daripada dibuang. Sejak saat ituulah, dia mulai belajar menjahit dan sepertinya Ranum telah menemukan passionnya. Diam-diam dia juga sering lihat tutorial menjahit, diwaktu senggangnya di rumah. Ya ya, dia minta beli kuota internetan dari ibu tanpa sepengetahuan Rama.
Hari sudah siang, Ranum kini dipusingkan dengan ibunya yang beberapa menit lalu menelfon dan mengatakan ingin syukuran atas tujuhbulanannya Ranum. Dia menolak, tapi beberapa detik lalu ibu mertua yang menelfon dengan topik yang sama.
Ranum duduk disofa sambil memegangi ponselnya, melihati perut besarnya yang dielusnya pelan. Kalau soal biaya, tidak usah dipikirkan, namun bukan itu yang menganggunya. Apakah dia harus mengundang Keke? Atau teman-temannya? Lagipula...dia belum bicarakan ini dengan Rama.
Kabar Rama, baik-baik saja. Dia semakin terbiasa dengan statusnya sebagai suami. Lelaki cerdas sepertinya memang sangat mudah beradaptasi, menjadi seorang kasir di coffeshop pun membawanya bisa dengan mudah mencuri perhatian sang manajer, karena kepintarannya. Hal itu, membuat Rama di promosikan untuk naik jabatan. Tapi, siapa yang percaya kepada lelaki 18 tahun dan tamatan SMA sepertinya?
"Rama, pulang nanti temanin aku ya..." kata Brenda, sang manajer.
Rama yang sedang menghitung uang didepan meja kasir, menghentikan kegiatannya. Melihati sang manajer yang sedari tadi berpangku dagu dihadapannya, dengan posisi manja.
Benar, Brenda menyukainya. Iyalah, siapa yang tidak suka dengan lelaki sepertinya. Lelaki dingin namun menghanyutkan itu selalu berhasil mencuri perhatian setiap perempuan yang melihatnya.
"Kamu mau nolak lagi?" Tanya Brenda. Dia sangat berharap kali ini Rama mengiyakan ajakannya. Dia hanya ingin sekedar jalan-jalan dengan Rama.
"Tidak ada penolakan, kalau kamu mau tambahan gaji..." ancamnya.
Mendengar tambahan uang, Rama langsung senang. Dia juga punya rencana untuk membuat syukuran kecil-kecilan atas kehamilan Ranum. Rasanya bahagia sekali jika bisa menjadi suami-istri normal yang ketika sang istri hamil bisa melakukan syukuran, seperti orang lain pada umumnya.
"Oke..." kata Rama, yang kembali sibuk dengan mesin kasirnya.
Hari ini Rama dapat shift pagi, jadi dia akan pulang sekitar pukul 2 siang. Detik demi detik, terus dihitung oleh Brenda. Dia tak sabar akan jalan dengan Rama, sebab sudah berkali-kali dia meminta Rama untuk jalan dengannya, tapi selalu saja ada alasan. Sepertinya Rama memang perlu sogokan, dasar lelaki matre.
-
-
-
Disisi lain, Ranum yang bingung dan pusing memikirkan keinginan ibu dan ibu mertuanya, memutuskan untuk menerima ajakan Keke untuk ketemuan disalah satu mall, yang sering mereka kunjungi sewaktu SMA dikala libur, gabut dan sekolah mendadak pulang cepat.
"Mana sih Keke, jadi datang gak..." keluh Ranum, setelah menunggu Keke disalah satu restoran cepat saji yang ada di mall. Dia sudah berada disana sekitar 15 menit lalu.
Keke tak kunjung datang, Ranum semakin bingung. Dia mendadak malu, kepada pegawai restoran karena tak jua memesan makanan, dia berharap kedatangan Keke yang berjanji akan mentraktirnya. Berkali-kali Ranum melihati orang yang mondar-mandir di mall dari bali kaca restoran, tak ada wajah Keke disana.
Dipagutnya dagu ditangan, dengan malasnya dia melihati keramaian diluarsana, hingga perhatiannya berhenti pada seseorang yang sangat dikenalnya. Sial! Itu Kevin. Segera dia menyembunyikan wajahnya, berharap Kevin tak melihatnya.
"Dor...!!!!" Kejut Keke.
"Astaga Keke....mau mati aku..." keluh Ranum, dia sangat terkejut. Hingga mengelus-ngelus dadanya.
Keke hanya tertawa dan mencoba duduk dibangku depan Ranum. Meletakkan totebag hitam polosnya diatas meja. "Kamu pesan apa Num?" Tanya Keke, dia kelihatan lapar sekali.
"Samain kayak kamu aja deh...." kata Ranum, terlihat dia masih kesal. Tapi, Keke tak peduli.
"Gak apa? Kamu makan makanan cepat saji begini? Pas lagi hamil?" Tanyanya khawatir.
"Sekali-kali gak apa, aku juga pengin. Lagi ngidam..." kata Ranum, tersenyum manis sambil mengelus perutnya. Dia senang sekali, jika sudah membayangkan kehamilannya dan calon bayinya.
"Hmmm...okedeh."
Pesanan telah datang, Ranum dan Keke asik mengibrol tentang segalanya. Satu hal yang Ranum tahu, kalau dunianya dan Keke telah berbeda. Walau Keke coba untuk masuk kedunianya, atau dia yang coba untuk masuk ke dunia baru Keke.
Keke lebih banyak bercerita tentang perkuliahannya, teman-teman baru yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan dosen yang selalu memberi harapan palsu. Sedangkan Ranum, dia tidak mengerti tentang itu semua. Pengalamannya tentang itu belum ada, jadilah dia hanya mampu jadi pendengar yang baik.
Begitupula dengan Keke, yang selalu tampak bingung dengan cerita Ranum tentang Rama, dapur dan kehamilannya. Curhat tentang rumah tangga yang Keke tak mengerti sama sekali. Tapi, tetap saja mereka adalah sahabat baik. Saling mengerti satu sama lain.
"Ohya Num, aku ada kuliah lagi nih..." Kata Keke, saat melihat jam tangannya, yang sudah menunjukkan pukul 3 sore.
"Yaaaah....padahal belum puas..." keluh Ranum, sambil memegangi pergelangan tangan Keke. Dia tampak kecewa, padahal sudah berjam-jam ngobrol, tapi tetap saja. Setelah sekian lama tak bertemu, rasa kangen itu masih belum terpuaskan.
"Kapan-kapan deh...aku balik ya Num. Udah aku bayar....oke?" Kata Keke, dengan cepat mengambil totebag nya dan meninggalkan Ranum di restoran cepat saji.
-
-
-
Rama benar-benar merasa risih dengan sikap Brenda, perempuan 25 tahun itu terus-terusan merangkul lengan Rama padahal Rama sudah terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya.
Mereka berkeliling mall, sesekali Brenda yang mengenakan dress hitam polos selutut itu dengan heels yang tingginya sekitar 7cm sehingga membuatnya susah berjalan itu, memasuki toko-toko di mall, melihat-lihat dan keluar tanpa membeli apapun.
Kini, mereka entah sudah berapa lama melakukan kegiatan sia-sia itu. Hingga Brenda lelah dan mengajak Rama untuk makan di salahsatu Restoran Jepang.
"Rama...kamu benaran 18 tahun" tanya Brenda, saat mereka sedang menunggu pesanan datang. Dia menangkupkan dagunya pada kedua tangan dan tersenyum melihati Rama yang ada didepannya.
"Iya..." jawab Rama, ingin rasanya dia mengatakan pada Brenda bahwa dia sudah menikah dan istrinya sedang hamil. Pasalnya, perempuan centil itu benar-benar menunjukkan sukanya pada Rama.
Obrolan mereka terhenti saat tiba-tiba dari belakang Rama seseorang menepuk bahunya dan betapa terkejutnya Rama, bahwa dia adalah Kevin. Sial!
"Hoi bro...!!!" Sapa Kevin dengan semangatnya. Dia tak menyangka akan bertemu dengan Rama.
"Eh..." Rama, tak tahu harus berkata apa.
"Pacar lo?" Tanya Kevin, sambil melihati Brenda.
Pertanyaan Kevin membuat Brenda bersorak sorai karena itu yang diinginkannya.
-TBC-