Author pov.
Rifan masih menatap wakil nya dengan tatapan kesal, saat ia ingin memarahin Yusna yang baru sampai di hadapan nya, Laila bangkit dari duduk nya lalu berdiri tepat di tengah-tengah antara Rifan dan Yusna.
“Bentar deh! Kalian mau debat? Mau adu argument kayak di kelas? Mending gue pergi dulu deh ya, oh iya! Yu, selama gue jaga tadi nggak ada yang balikin formulir, terus udah ya gue mau balik ke kelas!”
“Oke, makasih ya lai..”
“Sama-sama bos ku!” jawab nya, Laila menepuk pundak Yusna agar mendekat kearah nya, “Hati-hati yu, babon kalau marah serem.” Kata Laila seraya berbisik membuat Yusna tertawa pelan.
“Iya lai, aman itu mah! Nggak bakalan sampai marah.”
Rifan masih menatap dua gadis di depan nya dengan pandangan tajam, “Udah belum lai? Ngapain masih disini?”
Laila menatap sinis Rifan lalu menatap Yusna dengan cengiran khas nya, “Oke yu, itu aja dari gue.. daa! Gue balik duluan ya ke kelas, nanti gue suruh Michelle kesini buat nemenin lo.”
“Oke! Thanks ya.” Ujar Yusna saat melihat Laila mulai menjauh meninggalkan ia dan Rifan.
“Lo kemana? Lo kan udah gue tugasin disini yus, lo jangan buat malu nama osis lah!” sewot Rifan masih dengan aura mengintimidasi.
“Gue dari toilet, sekalian mampir di kantin buat makan.” Yusna mengabaikan keberadaan Rifan dan mulai membereskan formulir yang ada di meja nya.
“Kan ada waktu nya lo ke kantin, kok lo jadi nggak taat peraturan sih!”
“Ya terus mau lo apa? Mau ngadu ke temen-temen lo? Gini ya, seingat gue.. gue sudah melakukan tugas yang lo kasih ke gue dengan benar, gue juga minta orang kok buat gantiin gue sebentar disini. Terus dimana letak kesalahan gue? lo mau nunggu gue pingsan karena kelaparan terus teman-teman lo bilang gue drama gitu?”
Rifan terdiam lama mendengar perkataan dari Yusna yang membuat nya sedikit tersindir.
“Nggak gitu..” kata nya pelan, “Lo ngapain beresin tempat ini? Siapa yang suruh lo ngeberesin ini?”
“Kepala sekolah, mau marah? Silakan.”
“Yaudah beresin buruan, gue mau balik ke kelas!” ketus nya lalu pergi ke kelas untuk mengatur acara penyambutan murid baru alias MOS dengan tim dan akan di rundingkan besok saat pulang sekolah.
“Sabar.. ketos emang begitu,”
Author End.
***
Leo Pov.
Sepertinya gue datang telat. Padahal baru mau mengambil formulir, tetapi sudah telat apalagi kalau sudah mulai masuk kesekolah ini, kemungkinan gue bakalan telat setiap hari, terus di keluarin dari sekolah karena catatan keterlambatan gue disetiap bulan nya selalu bertambah, abis itu gue bakalan ngulang di tahun depan. Begitu pikir gue kalau membayangkan gue yang sekolah disini, sayang nya hari ini gue kesini hanya untuk mengambil kan formulir untuk tetangga nya yang orangtua nya super sibuk sekaligus mau tanya-tanya apa sekolah ini masih terima mutasi1 atau nggak.
Gue mendatangi bagian tempat pendaftaran, disana ada seorang gadis yang sibuk merapikan tumpukan-tumpukan formulir, yang menurut gue isinya seperti data calon siswa yang akan bersekolah disini, formulir itu cukup banyak tapi kenapa hanya gadis itu yang membawanya, dimana yang lain? Setidaknya itu menjadi tanda tanya besar di kepala gue. di saat gue mengedarkan pandangan pun gue bisa lihat beberapa orang yang terdiri dari dua gander yang berbeda menatap sinis ke arah.. gue, atau ke arah gadis itu, lebih tepatnya pandangan merendahkan.
Mengedikkan bahu acuh, gue menghampiri meja bagian pembelian formulir lalu berdiri tepat di depan meja itu. menyadari gadis di depan gue masih sibuk dengan tumpukan-tumpukan formulir, membuat gue berdeham pelan agar gadis itu menyadari keberadaan gue.
“Permisi..”
“Ya?” tanya gadis itu dengan mendongak kan kepalanya, membuat gue secara tidak langsung bertatapan dengan kedua mata itu. mengalihkan tatapan kesamping, gue melihat beberapa orang yang berlalu lalang melewati kami berdua.
“Ini mau tutup ya?”
“Sebetulnya iya, karena sudah waktunya istirahat..” terdiam sebentar, “mas mau beli formulir ya?”
Enggak, mau jualan kacang ijo. Tadinya mau gue jawab seperti itu, namun gue berpikir dua kali kalau menurut dia garing kan gue juga yang malu.
“Iya, masih bisa kan?”
Gadis itu mengangguk dengan senyum yang menurut gue.. indah, manis atau apalah itu, intinya senyum nya bagus menurut gue. “Untuk berapa orang mas? Buat adiknya ya?” Tanya nya dengan senyum yang masih setia di wajah nya.
“Untuk dua orang,” kata gue dengan diiringi kekehan pelan, membuat gadis yang ada di hadapan gue memiringkan kepala lalu menatap gue. “Bukan, bukan buat adik gue, adik gue baru naik kelas kemarin, masih SMP.” Dengan sedikit berbohong, nyatanya gua anak kedua dari dua bersaudara jadi gue gak punya adik.
“Eh.. maaf mas, saya jadi sok tau..” katanya sambil nunduk nahan malu. Lagi-lagi gue terkekeh saat mendengar rentetan pertanyaan yang di lontarkan oleh gadis di depan gue ini.
“Iya, ngga apa kali.. santai aja sama gue mah.”
“Emang mas mau masuk ke kelas berapa, kelas sepuluh? Ah nggak mungkin! Pasti mas mau masuk ke kelas duabelas ya?” Tanya nya lagi ke gue membuat gue mengangguk, gue lihat gadis itu melupakan tumpukan berkas yang sebelumnya sedang ia susun untuk di pindahkan.
“Wah, kok lo tau? Cenayang ya?” ledek gue membuat dia tertawa pelan, “Iya, gue mau pindah ke sekolah ini. Masih nerima anak mutasi nggak nih? Oh iya, jadi berapa formulirnya dua?” tanya gue lagi dan lagi, sengaja biar bisa ngabisin waktu bareng dia.
Asik juga nih orang, kalau diajak ngomong juga nyambung.
“Jadi tiga ratus ribu mas, waduh.. kalau soal itu saya enggak tau, nanti dicoba tanya ke dalam aja langsung ke kepala sekolah..” Katanya sambil mengambil dua buah map yang berisi formulir untuk gue, dengan senyum yang tak henti-henti nya ia perlihatkan.
Ya ampun dek, senyum mu itu.. nggak pegal kau senyum begitu terus?
Gue masih terdiam di tempat gue berpijak sekarang, bahkan sampai lupa untuk mengeluarkan dompet gue untuk membayar dua formulir yang gue minta tadi.
“Mas?”
“Mas, formulirnya jadi atau enggak ya? kalau iya, mau sekalian saya antar ke dalam buat ketemu kepala sekolah nya?” ucap gadis itu sambil melambaikan tangan nya di depan wajah gue, membuat gue berkedip cepat lalu tertawa pelan, karena menahan malu. Mengambil dompet di dalam tas hitam gue, lalu mengambil tiga lembar uang seratus ribu, setelah itu menyimpan dompet gue kembali kedalam tas.
“Jadi kok! Ini uang nya, ngerepotin nggak nih?”
Gue memberikan uang tadi pada gadis itu, menerima uang yang gue berikan, setelah itu dia sedikit membukuk untuk membuat tanda bukti pembayaran di kwitansi, setelah itu kertas kwitansi itu di kasih ke gue. Saat gue mengambil kwitansi tadi, tangan gue dan tangan dia nggak sengaja bersentuhan, membuat hati gue berdesir hangat karena sentuhan secara nggak langsung barusan.
“Enggak kok! Santai aja sama saya mah..” Menyerahkan dua map besar ke arah gue, dengan cepat gue mengambil map itu lalu menyimpan nya kedalam tas biar nggak rusak.
Di saat gue mau minta nomor telepon nya untuk pendekatan. Tiba-tiba dateng seorang cowok dengan gaya angkuh nya, orang itu enggak tinggi-tinggi banget, malah masih tinggian gue, kalau soal putih atau enggak, jelas masih putihan gue, ya udah.. intinya dia manusia sama seperti gue, tapi masih gantengan gue. Kalau gue boleh tebak ini pasti Ketua Osis, soalnya ada tanda khusus, bentuk nya pin di kerah baju nya. Tapi gue enggak tau juga, nanti di sangka sok tau lagi gue.
Cowok yang gue kira-kira sebagai ketos itu berdiri tepat di sebelah gadis yang mengurus formulir pendaftaran, “Kenapa lama banget? Memang nya ngeberesin formulir-formulir itu susah? Perlu gitu gue ngebantuin lo untuk ngurus formulir kayak gini? Keeh! Manja banget lo!” ujar orang itu dengan nada membentak.
Gue lihat gadis tadi sedang mengatur nafasnya yang sedikit memburu, beda dengan beberapa menit yang lalu saat berbincang dengan gue. Entah kenapa gue agak malas melihat orang yang selalu semena-mena, gue bisa lihat gadis itu menatap gue dengan pandangan nggak enak dan agak sedikit risih karena orang yang ada di sebelah nya. Biar gue kasih tau, orang itu dalam posisi lagi keringetan kayak abis main bola, terus dengan santai nya dia datengin tempat pembelian formulir dengan keadaan yang menurut gue agak kurang pas.
“Bisa minggir dulu nggak? Ini lagi ada yang beli formulir,” dia melirik kearah gue dengan senyuman yang berbeda dari sebelum nya, “maaf ya mas, Marifan ngebuat mas jadi nggak nyaman.”
Gue mengangguk dengan senyum di wajah, walaupun gue akuin kalau gue agak kesal karena Marifan itu bicara dengan nada yang nggak pantas di tempat umum seperti sekarang, terlebih dia Ketua osis yang harusnya dicontoh sama murid yang lain. Sedangkan Rifan, Rifan itu masih sibuk mengeluarkan uneg-uneg yang ada di kepalanya mungkin sampai laki-laki itu gak denger apa yang di bilang sama orang yang jelas-jelas ada di depan nya itu.
“RIFAN!!” bentak gadis itu sambil menjitak kepala Marifan yang ada didepan nya sampai berbunyi, ‘tuk!’
“Rifan! Kalau keringetan jangan kesini, nanti orang yang mau beli formulir pada gatel-gatel dan tolong dengerin apa yang gue bilang!”
Nah! Gitu dong dari tadi, jitakan nya kurang pedes tuh! Jitak lagi dek, jitak sampai tirex jadi sodaranya ayam.
Marifan-Marifan itu malah ketawa karena di marahin sama gadis itu, mana pakai acara nyubit pipi nya. Biar apa coba, gue jadi panas sendiri kan jadinya.
“Namanya juga abis main bola dilapangan, padahal gue main bola cuma sebentar tapi nggak tau kenapa jadi keringetan.. mungkin karena cuaca panas kali ya?”
“Woi, udah dong! Malu itu sama mas nya, itu dari tadi diliatin sama orang yang beli formulir!” ujar gadis itu dengan menjitak kepala Marifan sekali lagi, membuat gue tertawa di atas penderitaan Marifan. Dan, berkat jitakan gadis itu.. Si Marifan ini menengok ke arah gue dengan cengiran diwajah nya.
“Eh.. sorry, gue enggak lihat tadi.”
“Ya, santai aja.” Kata gue dengan senyum yang di paksakan, tolong di Bold, Italic, dan Underline karena asli, gue kesel banget.
“Rifan, nanti tolong anter mas nya ke ruangan Kepsek2 dia nanti bakalan satu kelas sama kita kalau jadi pindah kesekolah ini, nah... jadi, kan dari kemarin sampai sekarang Rifan santai terus tuh.. jadi nanti gantian tugas Ketos ya yang anter mas ini ke ruangan kepsek.”
WOI! TADI RENCANA NYA ENGGAK BEGINI YA! KOK JADI SI MARIFAN YANG NGANTERIN GUE!!!! Teriak gue dalam hati.
“Mas? Gak apa kan di anterin sama Marifan? Saya masih harus ngedata soalnya.. oh iya, soal formulir.. kalau semisal iya, besok di tunggu jam sembilan ya..” Dia senyum kearah gue, gue cuma bisa senyum dengan keterpaksaan karena yang nemenin gue ke ruang kepala sekolah bukan gadis itu, melainkan Marifan.
“Oke, nama lo siapa? Ayo gue antar ke ruangan kepala sekolah.”
“Leo, oke thanks.” Jawab gue singkat, enggak lupa ngucapin terimakasih ke Marifan.
“Yoyoy! Mari kita berangkat! Oi neng, gue nganterin si Leo dulu ya!” pamit Marifan ke gadis tadi yang di jawab dengan anggukan. “Oh iya, nama gue Marifan Suprapto.” Kata ketos itu sambil ngenalin diri nya ke gue.
Gue nggak tanya nama lo siapa. Kata gue di dalam hati.
-----------
1. Mutasi : orang yang di pindahkan dari sebuah kantor/sekolah ke tempat yang baru
2. Kepsek : Kepala sekolah, orang yang memimpin sebuah sekolah