Hm, aku langsung menoleh, sepotong kalimat yang tadi hampir aku kemukakan akhirnya bisa aku lanjutkan lagi. Aku senang. "Oh itu ... aku ingin membatalkan permohonan resign ku kemarin, Pak." "Eh ... Sayang," ralatku cepat begitu mendapati lirikan maut pak Aksara mengarah sepenuhnya padaku. "Kenapa dibatalkan?" Lagi-lagi aku mendapati raut wajah yang ditunjukkan pak Aksara menyiratkan tidak senang. Meskipun begitu, aku berharap pak Aksara bersedia mengabulkannya. "Tolonglah, Sayang," rengekku, dengan nada permohonan yang sangat lembut. Aku memastikan pak Aksara menyunggingkan senyuman tipis meski hanya sekilas. Kemungkinan besar setelah aku menggunakan mode rayuan, seperti yang dia harapkan sebelumnya. Ah, bodo amat kalau harus merengek pada bocil hampir seusia adekku ini, yang pentin

