Bossy Man

1073 Kata
"Tolong berikan berkas ini kepada Pak Adipati, beliau ada di lantai lima belas." Maria-atasan Elsa memberikan berkas laporan keuangan kepada Elsa. Gadis itu agak bergetar mendengar nama Adipati. Mau tak mau dia harus berhadapan dengan CEOnya. Risiko apapun akan dia terima, bahkan jika dipecat. Elsa menuju lift dan berjalan ke ruangan Adipati. Ragu-ragu dia mengetuk pintunya. Namun, Elsa mendengar percakapan yang menurutnya intim didengar. "Ah, Adi! Iya kecup leherku!" ucap seorang wanita di dalam. Elsa memilih mengintip dari balik pintu. Dia membelalakkan matanya melihat pemandangan Adipati yang asik mencium seorang perempuan. Mungkin perempuan itu istri bapak Adipati, pikir Elsa. Akhirnya dia memilih keluar, menuju balkon samping. Menikmati udara segar, rasanya menyenangkan menikmati hembusan angin dan menatap pemandangan dari balkon. "Apa aku menggaji karyawanku untuk bersantai?" tanya Adipati tepat di belakang Elsa. Dia terkejut lalu membalikkan badannya. "Ah! Maaf pak, saya tadi tidak berniat mengganggu bapak. Saya mau menyerahkan berkas ini." Elsa memberikan map berisi laporan keuangan kepada Adipati. Tangan Adipati menyentuh dagu Elsa, menatapnya lekat. "Hm, cantik. Mulai hari ini kau jadi sekretarisku." Adipati lalu mengambil laporan itu dan berbalik meninggalkan Elsa yang mematung. Apa dia tidak salah dengar? Sekretaris? Dia tidak pernah mempelajari ilmu sekretaris sedikitpun. Semua yang Elsa tahu hanya seputar keuangan. "Pa-Pak!" panggil Elsa. "Bereskan semua barangmu lalu bawa naik kesini atau bereskan lalu pulang dan jangan kembali lagi." Adipati memang begitu, bertindak sesuka hatinya tanpa memikirkan jawaban dari Elsa. "Ta-tapi pak-" "Saya tidak suka pembantah. Saya sedang membutuhkan sekretaris saat ini! Cepat! Saya akan mengajari semua yang harus kamu lakukan!" Adipati berjalan kembali menuju ruangannya. Dia menunggu Elsa datang. "Sayang, ada apa wajahmu muram seperti itu?" tanya Calista. "Sekretarisku baru saja mengundurkan diri, dan aku merekrut salah satu pegawaiku. Sayangnya dia pembantah. Aku kesal." Calista, kekasih Adipati mendekat dan membelai Adipati. Dia tau Adi sangat tidak menyukai perempuan yang pembangkang. Apalagi pegawainya. * "Bu Maria, saya diutus oleh bapak Adipati untuk menjadi sekretarisnya." Elsa menunduk meminta ijin kepada bu Maria. "Apa? Sungguh? Wah Hebat! Selamat ya Elsa! Tapi aku hanya ingin memperingatkan padamu, kabarnya, sekretaris pak Adipati yang dulu mengundurkan diri karena kerja tanpa henti, jadi kamu harus kuat ya Elsa! Semangat!" bu Maria memberikan dua acungan jempolnya untuk memberikan semangat. Elsa mengangguk mantab, dia sangar tau bahwa sekretaris pasti akan sibuk. "Maaf pak, telah menunggu saya. Apa yang harus saya kerjakan terlebih dahulu?" Elsa menatap punggung Adipati, dia sedang memunggungi Elsa, memperhatikan halaman luar dari jendela gedung ruangannya. "Buat agenda jadwal saya. Ini catatan sekretaris yang lama, baca dan pelajari." Adipati memberikan block note kepada Elsa. Elsa mengambil note itu dan menuju ruangannya dia mulai membaca dan mempelajari catatan itu, untung saja Elsa perempuan cerdas dan multitasking, dia bisa menyerap ilmu begitu cepat. Hanya saja dia agak jengkel dengan sifat Adipati yang semena-mena. Harusnya Adipati memberikan tes dulu atau pilihan apakah Elsa bersedia atau tidak menjadi sekretarisnya. Tapi ini tidak, Adipati malah mengancam memecatnya. Sebenarnya perusahaan Harya Corp apa memang semua pegawai diperlakukan seperti ini? "Sekretaris!" panggil Adipati. Elsa kembali berdiri menuju ruangan Adipati, meja sekretaris dengan ruangan Adipati memang tak terlalu jauh, hanya tersekat kaca bening. "Iya pak." "Saya tidak tau nama kamu, siapa nama kamu?" tanya Adipati. "Saya Elsa pak," jawab Elsa sopan. "Tunggu dulu, bukannya kamu? Kamu kan yang memecahkan tablet saya?" tanya Adipati menatap intimidasi Elsa. "Be-benar pak." "Ck! Gara-gara kamu, file presentasi saya tidak bisa ditampilkan! Kamu tau?" Adipati menatap Elsa tajam, tapi Elsa tak gentar, justru dia merasa memang salahnya tapi dia tidak sengaja, kalau saja Adipati berjalan lebih pelan, Elsa tidak akan menabraknya. Elsa membalas tatapan Adipati, Elsa tak suka ditindas lama-lama. Tapi dia memang harus bertanggung jawab. "Iya pak, memang salah saya. Lalu apa yang bisa saya tebus? Apa saya belikan baru pak tabletnya?" tanya Elsa. Dia mencoba tersenyum ramah, meski hatinya dongkol. Adipati bukan orang yang bisa ditentang. "Hahahaha, mau ganti tablet saya? Gaji kamu enggak sebanding dengan harganya." Adipati mengangkat dagunya, sikap sombongnya mulai keluar. "Enggak, kamu gak perlu ganti. Cukup rahasiakan hubungan saya dengan Calista. Itu saja." Adipati menatap penuh arti kepada Elsa. Selama ini hubungannya dengan Calista selalu menjadi rahasia. Ada tembok besar yang menghalangi hubungan mereka. Adipati lalu memutar kursinya lalu menatap kembali ke jendela, mengibaskan tangannya memberi kode kepada Elsa untuk beranjak dari tempatnya. Elsa tak mengerti kenapa hubungan Adipati dengan Calista harus disembunyikan. Padahal keduanya terlihat cocok, Calista cantik dan Adipati yang tampan. Elsa menepis rasa penasarannya dan mulai mempelajari catatan kembali. Mungkin memang kedua memiliki privasi masing-masing. * Hari sudah mulai sore, handphone Adipati berdering, tertera nama papanya disana. Adipati mengusap wajahnya kasar dan menjawab telpon itu. "Halo Pa?" "Adi, kamu segera ke Jerman besok. Ada rapat penting. Kita akan akuisisi Arlan Corp segera." Belum sempat Adi menjawab, telepon telah dimatikan. Adipati sangat kesal dia berjalan ke arah Elsa. "Cepat pesankan aku pesawat ke Jerman sekarang!" ucap Adipati lalu di berjalan ke pantry mengambil air mineral dan meneguknya sampai habis. Emosinya terkuras saat ini. Kenapa semua harus Adipati yang mengerjakan. Lagipula dia sebenarnya tidak menyukai bekerja di perusahaan Harya Corp. Perusahaan warisan ayahnya. Bukannya tak mampu, tapi Adipati benci ditekan dan selalu diatur oleh ayahnya. Masa mudanya telah direnggut oleh ayahnya sendiri. Dari kecil Adipati selalu dipaksa untuk bekerja dan fokus terhadap pekerjaan. Dia tidak pernah diberikan kesempatan menikmati masa mudanya. Bahkan Adipati sejak SMP jarang bergaul dengan temannya hanya sekedar bermain bersama atau keluar hangout. Elsa masih berkutat dengan laptobnya, mencarikan Adipati tiket pesawat paling awal. Dia mengambil jam malam ini pukul delapan. "Pak, saya sudah pesan, bapak berangkat nanti pukul delapan malam." Elsa berbicara pelan dengan Adipati berusaha tetap tenang melihat atasannya yang kini terlihat murung dan menyimpan api amarah. "Apa? Jam delapan malam? Kamu tau ini jam berapa? Saya belum menyiapkan apapun! Kamu ikut saya kerumah sekarang Elsa! Bantu saya siapkan semuanya!" bentak Adipati menatap tajam Elsa. "Aduh, maaf pak. Baik pak saya ikut bapak sekarang." Elsa berjalan mengikuti langkah kaki Adipati yang tergesa-gesa, sebenarnya ELsa agak kesusahan berjalan cepat menggunakan high heels. Dia memilih melepasnya dan kakinya bebas berjalan di atas lantai. Beberapa karyawan kantor melihat Elsa aneh, namun dia tak peduli lagi, yang terpenting bisa sejajar dengan langkah kaki Adipati. "Astaga! Kamu!" Adipati terkejut melihat Elsa yang menjunjung high heelsnya. "Ma-maaf pak, kaki saya sakit jika berlari menggunakan high heels." Adipati malah sedikit tersenyum atas tingkah konyol Elsa, belum pernah dia menemukan perempuan sepolos ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN